Move on dari covid! Saatnya fokus pada Rusia – Ukraina?

7 Mar 2022 | Cetusan

Kadang aku berpikir jangan-jangan invasi Rusia ke Ukraina adalah cara kita untuk move-on dari covid  ‘secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya!’

Waktu SMP dulu aku pernah ke-gep nonton bokep. Waktu itu namanya belum bokep sih tapi BF alias blue film. Ke-gepnya gak main-main, ortu sendiri!

Waktu itu aku nonton bokep melalui media kaset video betamax. Nah, pas lagi asyik nonton sendirian tiba-tiba listrik mati. Waktu itu video playerku adalah Sony SL-C30 Betamax yang punya pintu mekanik untuk masuk-keluar kaset dan diatur oleh listrik. 

Jadi begitu listrik mati, kaset tidak bisa dikeluarkan secara manual. Ia ada di dalam player sampai listrik hidup kembali dan kaset akan keluar secara otomatis juga.

Yang jadi persoalan adalah, waktu itu udah jam tiga sore. Tak sampai dua jam lagi, Papa dan Mama akan sudah sampai di rumah. Kalau sampai saat itu listrik belum hidup juga, bisa kebayang seperti apa akibatnya? 

Jadi aku ya lumayan panik.
Strategi kuatur!

Video player yang letaknya di atas tivi kututup taplak dan didepannya kupasang asbak. Harapanku, ketika listrik menyala, kaset yang harusnya terdorong keluar akan kembali masuk karena terhalang asbak. Di saat yang genting itu aku akan memancing satu kegaduhan sehingga fokus Papa dan Mama tidak pada kaset video yang tiba-tiba nongol lalu masuk lagi. Aku kemudian akan sekonyong-konyong menyelamatkan kaset dari pandangan.

Bayangin, sejak SMP aku udah sejenius ini?!

Jam 4:45 sore listrik belum menyala tapi suara klakson mobil Papa sudah menyalak di depan gerbang. Pembantu rumah tanggaku buru-buru lari keluar untuk membukakan gerbang dan garasi seperti sore-sore sebelumnya.

Aku makin berdebar tapi mencoba tetap tenang.

Karena tak ingin ada yang tampak tak biasa (selain asbak di depan video player tentu saja) akupun masuk ke kamar. Biasanya, aku memang selalu ada di dalam kamar sepanjang siang sepulang sekolah hingga nanti sekitar jam 6 Mama mengetok pintu dan bilang, “Le, maem yo….” lalu aku keluar dan kami makan malam di meja makan sekeluarga.

Akupun menyelinap ke dalam kamar, membawa sebatang lilin dan menyalakannya di atas meja sambil pura-pura belajar.

Sekitar setengah enam, saat yang dinanti-nantikan pun tiba! Lampu tiba-tiba menyala dan Papa serta Mama dan pembantu rumah tangga (waktu itu Chitra adikku masih kecil) serentak komentar, “Nahhh.. murup listrike!!! Hore!!!”

Saatnya menjalankan strategi. Aku membuat kegaduhan dengan berteriak, “Tulunggg… Mbak, tulung Mbak… cepettt!!” Aku memanggil pembantu rumah tangga untuk masuk kamar.

“Ada apa, Mas?” Si Mbak tergopoh-gopoh masuk ke kamar.

“Lilinku jatuh dan hampir terbakar….” Padahal ya kujatuhin sendiri setelah kupadamkan.

Tapi aku tak mendengar suara Papa dan Mama padahal itu yang kuharapkan! Biasanya mereka justru yang akan datang duluan ke kamar. Tapi sampai pembantuku membereskan lilin mereka tak bergeming.

Lututku lemas. Aku sudah bisa menebak apa yang terjadi, aku tinggal menunggu panggilan… 

Dan benar saja, tak berselang lama kemudian, “Don! Metu! Saiki!” suara Papa tak pernah kudengar setegas dan segarang itu.

Aku tak punya nyali tapi aku tak punya pilihan.

Segala macam opsi instan muncul di kepala tapi seolah tak ada gunanya semua karena tak applicable waktu itu! Satu-satunya cara adalah datang tanpa menunjukkan rasa takut! Siapa tahu bukan tentang itu… 

Begitu kubuka pintu kamar, tak jauh dari situ, Papa menunjukkan kaset video bokep dengan pita yang sudah terburai ke arahku! Matanya merah menyala…

“Sopo sing ngajari kowe?” kata-katanya bagai mitraliyur menyerang dan menghujam.

Suara hati ingin menjerit menyebut nama keponakannya karena memang dari sepupuku yang pernah tinggal denganku hingga beberapa tahun sebelumnya itu aku diberi kaset bokep yang lantas jadi koleksi pertamaku.

Aku diam.
Mama dengan suara bergetar bilang, “Aku ki wes percaya banget karo kowe lho Don… kok koyo ngene polahmu? Kowe ki isih bayi! Tontonanmu wes medeni! Arep dadi opo kowe Leeeeee…”

Leeee’ yang terakhir diucapkan secara panjang, kian lama kian meninggi bagai sirene tanda serangan udara, menyerak dan menusuk hati!

Papa tak lagi mengeluarkan suara.

Matanya yang merah dan tangannya yang bergetar memegang kaset videonya yang kuambil mengisyaratkan bahwa kata-kata tak cukup untuk mengungkapkan kemarahannya waktu itu.

Tak lama kemudian Mama menangis, Papa masih diam. Papa diam, Mama mengubah tangis jadi teriakan. Teriakan yang memanjang, meninggi,menyerak dan menusuk hati! 

Aku tak bisa mengelola keadaan.

Segala macam opsi instan muncul di kepala tapi seolah tak ada gunanya semua karena tak applicable waktu itu! Ini terlalu mengerikan.

Tiba-tiba… telepon berdering…
Beberapa kali tak diangkat karena papa dan Mama belum mampu mengangkat rasa amarah terhadapku.

Lima menit kemudian, telepon berdering lagi…

Ide tercetus. Aku harus mengangkat telepon supaya amarah mereka terhenti. Tapi ketika hendak melangkah, Papa bilang, “Ora usah diangkat! Kowe durung njawab pertanyaanku!”

Modhar! Batinku.

Sepuluh menit berselang, pintu depan diketok. Ada Pak Bambang. Anak buah papa di kantor.

“Eh, Mbang… ono opo?” Papa membukakan pintu, tentu kaset bokepku tidak ikut dibawa tapi juga tak diserahkan kepadaku takutnya nanti kuambil dan kusembunyikan lagi hahaha… upppsss kok malah ketawa sih kan nada tulisan ini lagi sedih-sedihnya..ok maaf, maaf!

“Mas, aku telpon mau kok orak mbok angkat? Si Dwi, Mas! Si Dwi!” ujar Pak Bambang.

“Ngopo? Ngopo Si Dwi?” tanya Papa dengan suara meninggi…

“Si Dwi orak ono lagi wae!”

Papa tercekat. 
Mama berteriak. 
Aku kanget. 

Tapi teriakannya kali ini bukan untukku tapi untuk berita yang didengarnya barusan. 

“Hah! Dwi? Tenane, Dik Bambang?!” tanya Mama…

“Tenan, Mbak… Iki lagi wae…!” jawab Pak Bambang dengan suara bergetar.

Pak Dwi adalah anak buah Papa yang lain yang sejak beberapa waktu belakangan sakit gagal ginjal. Rupanya ia meninggal dunia barusan.

Papa dan Mama lalu bersicepat bersiap untuk pergi ke rumah Pak Dwi. Mama menyerahkan Chitra ke pembantu, “Mbak, Chitra disuapi aku pergi dulu…”

Ia melirik ke arahku, menyodorkan uang dan masih dengan nada kesal berkata, “Iki dinggo tuku rokok! Bar kuwi mulih maem trus sinau trus bobo!” aku nggak berani melihat mukanya, hanya mengangguk. Papa? Papa nggak menyapaku, ia sudah ke garasi duluan untuk mengeluarkan mobil.

10 menit kemudian mereka pergi.

Rumah kembali sepi.

Aku sedih Pak Dwi meninggal karena aku kenal dekat dengannya tapi aku tak bisa menyembunyikan rasa syukurku bukan karena ia meninggal tentu saja tapi karena amarah Papa dan Mama ke arahku jadi terputus dengan adanya berita duka itu…

Energi mereka yang tadinya meluap-luap untuk menyudutkanku, setelah mendengar berita duka itu langsung digunakan untuk mengumbar duka atas kepergian kawan kerjanya. Mereka tidak lupa akan kenyataan bahwa aku ketahuan nonton bokep tapi secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, mereka harus gak lagi fokus ke situ karena ada duka yang lebih besar daripada itu yang harus difokusi.

Mungkin ini analogi yang jauh dan sama sekali tidak apple-to-apple tapi barangkali konflik Rusia – Ukraina diijinkan terjadi supaya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dan secara seksama pula kita beralih fokus dari sekadar mikirin covid dua tahun belakangan ke hal yang hmmmm… apa aku harus menulisnya sebagai lebih berat daripada itu?

Semoga tidak.
Semoga konflik itu hanya sementara.
Semoga kita bisa kembali fokus pada mewarnai hidup dengan hal-hal yang menyenangkan dan membahagiakan…

Sebarluaskan!

1 Komentar

  1. Wah menegangkan ya hehehe….

    Kalau aku kebalik om, tahun 1999an akhir atau awal tahun 2000an itu pas mau nyetel VCD Tom and Jerry, udah keluarin cakram dari wadahnya terus tekan ‘open’ di VCD playernya, lha terus menjulur dah tuh dah ada cakram VCD pilembirunya didalam playernya hehehe jaman dulu populer sebutannya kaset obat nyamuk kalau mau pinjam di rental 😀😄

    Entah siapa yang habis nyetel lupa keluarin cakram VCDnya

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.