Room for rent

25 Jul 2011 | Cetusan

Foto di samping adalah pemandangan yang jamak ditemui di sini. Sebuah iklan berisi ajakan menyewa apartemen secara berbagi (shared). Apartemen yang disewakan biasa terdiri dari beberapa kamar (2 – 4) namun pada kenyataannya yang disewakan bisa lebih dari angka jumlah kamar karena atas nama pengiritan, banyak yang rela tidur dan ‘berkamar’ di ruang tamu dengan sofa bed sebagai tempat tidurnya. Iklan seperti ini biasanya mudah ditemukan di areal tempat tinggal mahasiswa pendatang seperti misalnya di areal Sydney CBD yang dekat dengan berbagai macam kampus.
Kenapa mahasiswa?
Kenapa apartemen dan bukan rumah?
Rata-rata mahasiswa pendatang di sini tinggal dalam tempo kurang dari lima tahun kecuali kalau ia memang memutuskan untuk menetap di sini. Nah, tempo yang singkat seperti itu tentu akan mudah baginya untuk menyewa apartemen saja ketimbang rumah karena dari sisi efisiensi waktu termasuk biaya, tinggal di apartemen terlebih bersama-sama adalah solusi yang paling menyenangkan dan relatif ringkas untuk diatur.
Barangkali yang jadi soalan dalam tinggal bersama-sama di satu apartemen itu hanya soal bagaimana masing-masing penghuni beradaptasi satu sama lain. Idealnya sih semua penghuni datang dari satu daerah dan suku bangsa yang sama, syukur-syukur mereka saling kenal dan memiliki bahasa ibu yang sama.
Ini bukan perkara racist lho!
Tapi kenyataannya memang setiap daerah dan suku bangsa memiliki standar budaya hidup yang berbeda-beda satu sama lain. Contoh paling gampang nih, bagi sebagian orang yang berasal dari belahan dunia tertentu, buang ingus, sendawa dan kentut bukanlah hal yang menjijikkan meski sementara bagi sebagian yang lain ketiganya merupakan sesuatu yang ‘tak termaafkan’. Ada pula kebiasaan membuang riak yang nyempil di leher pada pagi hari dengan suara keras “Arghhhhh… cuhh” tapi bagi sebagian lain hal itu cukup membuat semua sarapan bisa dimuntahkan begitu saja saking jijiknya meski hanya mendengar.

“Wah kalau demikian bisa jadi perkara tinggal di apartement yang sama bagi mereka yang berjenis kelamin berbeda dan belum menikah adalah gerbang menuju pergaulan bebas!?”

Tapi bukan manusia namanya kalau ia tak mampu beradaptasi.
Apalagi di Australia, negara yang dibentuk dari berbagai macam suku bangsa, pada akhirnya membuat mereka, mahasiswa itu, membaur dan bergaul. Maka akhirnya jadilah kebanyakan iklan tawaran tinggal bersama (shared) di apartemen seperti tampak di atas jarang yang menyebutkan suku bangsa tertentu dan agama tertentu walau sebenarnya para pencari tempat tinggal itu pada akhirnya bisa menandai dari areal tempat apartement berada. Misalnya, kalau kalian cari apartemen di daerah Parramatta, maka besar kemungkinannya kita akan berbagi ruangan dengan orang-orang dari Asia Tengah dan selatan, lalu Chatswood dan Epping yang akrab dengan orang-orang Asia Timur, Northern Area yang jamak dengan orang-orang Eropa dan Jepang serta Korea dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana ‘iklan’ itu bekerja dan mendatangkan feedback dari pembaca yang berminat?
Awalnya, si pemilik iklan menempelkan begitu saja iklan itu di tempat-tempat yang mudah diakses seperti tiang lampu merah (foto di atas) atau tempat-tempat lainnya. Di situ disebutkan keterangan fasilitas yang akan didapat serta (meski jarang) batasan-batasannya termasuk ongkos sewa per minggu/dua minggu. Kalau tertarik, pembaca iklan tinggal merobek bagian suwir-suwir yang berisi nomer telepon pengiklan di bagian bawah iklan itu (apologize… ngga nemu istilah yang pas untuk ‘suwir-suwir’ dalam Bahasa Indonesia!). Ini tentu ide yang bagus ketimbang si pembaca harus mengeluarkan pena dan kertas ataupun membuka mobile-nya untuk mencatat nomer telepon (beberapa iklan yang tidak menyediakan suwir-suwir itu malah koyak karena seseorang mencoba merobek iklan untuk mendapatkan nomer telepon). Sesudahnya, si peminat menghubungi pemasang iklan untuk bertemu dan melihat apartemen. Selanjutnya mudah ditebak, kalau OK deal, kalau tidak ya nggak papa.

Ini bukan perkara racist… kenyataannya memang setiap daerah dan suku bangsa memiliki standar budaya hidup yang berbeda-beda satu sama lain.

Hal menarik selanjutnya adalah, dari sekian banyak iklan sewa apartemen yang kulihat, rasanya belum sekalipun kulihat mereka mencantumkan syarat jenis kelamin sebagai syarat utama calon penghuni yang dikehendaki. Pastinya sih ada, tapi sejauh mata memandang, aku belum pernah menemukannya.
Kenapa? Entah! Barangkali memang tak penting untuk menyeleksi calon teman penghuni apartemen dari hal “berjenis kelamin apa?”. Barangkali bagi mereka sama saja, selama mereka membayar, nggak berbuat onar dan nggak merugikan orang lain ya ‘ayo-ayo aja!’
Wah kalau demikian bisa jadi perkara tinggal di apartement yang sama bagi mereka yang berjenis kelamin berbeda dan belum menikah adalah gerbang menuju pergaulan bebas!?
Bisa jadi, sangat bisa jadi! Tapi persoalan pergaulan bebas itu sekarang konon kabarnya bukan pada jenis kelaminnya yang berbeda lagi lho. Banyak pasangan sejenis yang juga bebas-bebasan bergaul karena mereka memang memiliki orientasi seksual yang berbeda! Nah, gimana coba kalau demikian?
Kupikir semuanya kembali ke pilihan kita masing-masing. Kalau kita memang maunya bebas-bebasan, tak perlu lewat jalan menyewa apartemen bareng-bareng pun terjadilah dan sebaliknya, ketika kita memang berprinsip tak mau seperti itu ya berusahalah untuk tak terjadi dan barangkali salah satu caranya adalah menghindari sewa apartemen bareng-bareng seperti itu, kan?
Jangan pula bilang “Nah bener kan! Makanya jangan tinggal di negara barat!”
Kenapa? Karena sekali lagi, dimanapun itu selama masih berada di bawah matahari yang sama, hal buruk dan hal baik memiliki peluang terjadi yang sama besarnya entah itu di negara A maupun negara Z. Semua tinggal bagaimana kita memilih hidup… Eh satu lagi sih, hampir kelupaan, selain bagaimana kita mau memilih jalan hidup, faktor lain yang berpengaruh adalah sejauh mana kita mau blak-blakan mengakui kebejatan kita atau malu-malu menutupinya dengan pencitraan semu termasuk menggunakan tameng agama dan atas nama adat ketimuran.
Untuk yang terakhir nggak perlu banyak dijelaskan, pepatah tua bilang, Laksana sembunyi-sembunyi puyuh, kepala tersorok ekor kelihatan. Menyangka dapat menutupi kebejatan padahal orang kita toh makin lama makin pintar untuk menandai mana yang nyata mana yang tak palsu :)

Sebarluaskan!

24 Komentar

  1. Untungnya saya sudah mau menikah, eh!

    Balas
    • urusannya apa sama kamar yg mo disewakan? xixixi
      #dilempar bakiak

      Balas
      • Urusannya saya mau nikah aja, hehehehee
        *dilempar bakiak berlapis emas 24 karat*
        *sujud syukur* :)

        Balas
  2. suwir-suwirnya itu yang bagian paling bawah ?
    apa bisa disebut rumbai2 ?

    Balas
  3. iyalah mas, hari gini, sejenis sama lawan jenis udah sama aja kok.
    kembali ke individunya aja.
    mo di barat mo di timur
    klo ga beres yo di mana aja bisa :D
    cuma gimana lagi, wong jumlah orang munafik mpe berjejer dari pulau ke pulau, ya harap maklumlah :D

    Balas
    • Niq, saya termasuk orang yang berjejer itu kah? :P
      Jangankan di negri bule, negri sendiri juga banyak kontrakan begitu

      Balas
  4. yang paling konyol adalah kost yang mensyaratkan -calon- penghuninya harus beragama tertentu

    Balas
  5. Hidup benar ya, benar katamu, tergantung pada Individu yang menjalaninya. Mau kos atau nyewa apartemen yang berbeda jenis kelamin ataupun tidak, kalau mau menyimpang yaa.. menyimpang aja. Bahkan perilaku yang menyimpang juga bisa ditemui di kos2an atau apartemen yang sejenis, kan?

    Balas
  6. Tulisan ini sepertinya menceritakan dua hal yaitu tentang sewa apartemen dan mengenai pergaulan bebas sehubungan dengan tempat tinggal.
    Saya jadi teringat selama kuliah di Surabaya, disana sebagian besar rumah membedakan antara laki-laki dan perempuan, jadi setiap bisa dikenali apakah itu kost laki-laki atau perempuan. Selama di Surabaya saya hanya pernah menemukan 1 rumah kost yang tidak membedakan laki-laki atau perempuan, tapi sepertinya yang tinggal disana kebanyakan pasangan suami-istri, itupun hitungannya harian.
    Nah, berbeda dengan di Bali khususnya di sekitar tempat tinggal saya. Setiap rumah kost tidak menentukan aturan tertentu tentang jenis kelamin, bebas. Bahkan cenderung tidak ada pengawasan dari pemilik.
    Tapi saya setuju dengan anda, semua kembali kepada diri masing-masing.

    Balas
  7. nek meh bebas-bebasan yo bebas-bebasan wae…jangan mem black weduz kan keadaan…yo ra, mas? :) hehehehe..
    betul, semua itu tergantung pada orangnya masing-masing. mau di barat mau di timur….podho wae :)

    Balas
  8. Pasti kaum fundamentalist (eh bener gak ya kubilang istilah itu..? CMIIW) tetap berargumen lho mass…
    dan argumentasinya bakal menjiplak kata Bang Napi…
    Kejahatan bukan terjadi karena niat saja namun karena ada kesempatan, Waspadalah- waspadalah..!”
    Dan ketika argumentasi itu aku bantah, Lah itu khan kejahatan.? bukan niat kebersamaan hubungan bebas yang artinya terjadi kesepakatan pun timbul dari masing2 individu yang sama sekali bukan paksaan pun pemerkosaan kehendak…???”
    Langsung dibantah dnegan mengelaurkan dalih dalil, batinku: sak karepe dapurmulah, wong ayat ya kadangkala mbok iderke wee… :D #melet

    Balas
  9. Di Jogja yg ak liat banyak kost2an campur atau pisah tp tanpa ibu kost.yg ak denger kelakuan anak2 kost2an sini malah lebih berani drpd di jerman misalnya.mungkin krn ditutup2i sok suci jadi munafik jd keliatan lebih parah di mataku.
    Denger2 di daerah seturan malah ada kost2an yg sebetulnya rumah bordil,cewenya bs diliat dr jendela kyk di red lightnya amsterdam.

    Balas
  10. Hihihi masalah tinggal bareng mau ada apa-apa atau ndak kembali ke individu ya.. tapi ndak usah munafik, toh sebagian besar klo memang tinggal bareng dan campur itu lebih menjurus ke hal-hal yang buruk.. hehe
    Jadi sebelum berniat untuk tinggal sendiri ya mending siapin mental dan harus punya tujuan biar gak nyoba yang aneh-aneh hehe

    Balas
  11. betul juga sih semua kembali ke masing – masing orang. Tinggal bareng dengan lawan jenis dan sesama jenis bisa buat yang aneh – aneh tergantung orientasi seks kita juga, kalo kita normal bisa bahaya tinggal dengan lawan jenis seperti pergaulan bebas, terus kalo kita normal n dapet temen kamar sejenis kelamin dengan kita dan ternyata roomate sejenis kita punya orientasi seks yang ngaco bisa jadi ikutan ngaco juga kitanya nanti……
    Kalo buat share room di apartment menurut gw… better cari roomate dari temen kita sendiri yang dimana kita dah tahu background-nya dan kita dah kenal dia baik juga, so lebih safe dan ga akan bikin yang aneh2 hehe…

    Balas
  12. soal suwir2 itu kreatip juga ya mas, apakah diindonesia iklan/selebaran model suwir2 itu juga sudah diterapkan :)

    Balas
  13. aku agak susah kalau satu kamar dengan orang yang jorok mas dan suka aneh2…
    entah kenapa aku lebih suka tinggal sekamar sendiri.

    Balas
  14. Menarik, Don. Suwir-suwirnya itu lho … :D . Berarti sebelum ditempel, si pemasang iklanpunya pe-er harus mengguntingi dulu kertas pengumumannya ya? Eh iya, tidak ada larangan nempel pengumuman di tiang listrik gitu ya? Kok kayak di Indonesia saja …
    Hehe … betul, sesama jenis pun bukan berarti tidak bisa bebas-bebasan. Jaman memang semakin menakjubkan ;)

    Balas
  15. Ya Don.
    Di film film dan novel2 barat itu juga begitu ya, cari roommate tak ada keharusan Jk, karena disana orientasi seksual sudah meluas jadi sejenis.
    Tapi masalah budaya itu jelas hrs jd perhatian. Gak kebayang kalau ada yg jijikan gitu hrs sekamar dgn yg bau dan jorok. Buseetttt….. ogah itu mah. Hahaaa…

    Balas
  16. Sebetulnya soal kebebasan, di Indonesia pun bisa kumpul kebo…
    Yang penting adalah iman masing-masing…
    Mencari teman yang sesuai memang sulit, kadang bahkan satu budaya yang sama pun, karakter bisa jauh berbeda…diperlukan tenggang rasa dan adaptasi yang kuat.

    Balas
  17. Hmm… suwir-suwir itu istilahnya gudeg pakai ayam, sambel krecek gitu, ayamnya itu disuwir-suwir.
    Minumnya teh panas gitu… Entah ini ada di apartemen atau tidak sih… :D

    Balas
    • Ada juga empal suwir. Enak juga :) *salah fokus*

      Balas
  18. Hmm jadi inget waktu dulu pernah sekamar sama temen dr Tiongkok, stress gila, meludah sembarangan. Terus dpt sekamar dari Africa, makin stress soalnya hobby muter lagu kenceng2 :))
    Wis aku balik cari temen2 dari Indonesia aja hahaha
    Ohya, byk temen yg housemate nya beda jenis kelamin mreka biasa2 aja tuh, cuman gue risih, masih suka keluar kama mandi pake handuk doank bos :)) hahahhaa

    Balas
  19. don, itu biasanya akan ada seleksi dari orang yg pasang iklan itu nggak ya? misalnya, si pemasang iklan itu benernya orang baik2, e… nggak tahunya dia apes, dapat orang yg sengaja memanfaatkan atau berniat buruk. eh, mungkin nggak sih kaya gini?

    Balas
  20. hehehe.. suka artikel ini.. sangat `anak kos` kayanya kalo gitu ya.. bedanya itu partemen ^^
    oh iya, suwar-suwir itu klo di bhs Indonesia kurang lebih jumai-jumbai/rumbai-rumbai gitu Mas DV ^^

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.