Salah satu kabar terbaik minggu lalu adalah aku berhasil melepaskan diri dari jerat minum kopi!
Di blog ini, pada 8 Maret 2012 silam dengan penuh keyakinan aku menulis begini:
Bagiku, kopi laksana mentari, karena sebuah pagi akan sama murungnya ketika kita tak berhasil menemui keduanya atau salah satunya.
Tapi hari ini, karena kuat kuasa Tuhan, aku berhasil menaklukannya! Pagi tanpa kopi ternyata tetaplah pagi yang harus dinikmati sembari dilewati.
Semua berawal dari diskusi dengan dokter terkait hasil tes darah rutin yang kulakukan. Dokter menyarankan supaya aku mengurangi konsumsi kopi untuk menjaga kondisiku supaya tetap prima.
“Satu cangkir boleh lah sehari!” katanya meringankan. Tapi aku bukanlah orang yang mau menurut begitu saja. Kalau bisa A+ kenapa harus A? Kalau bisa berhenti tergantung dari kopi sama sekali kenapa harus mengurangi saja?
Hari Senin, ketika kembali ke rutinitas kerja setelah seminggu berlibur, sesampainya di kantor aku langsung pergi ke supermarket untuk membeli kopi decaf. Kopi decaf adalah kopi yang dihilangkan kadar kafeinnya. Jadi secara materi tetaplah kopi, tapi kehilangan esensi.
Hari pertama minum, rasanya tak tertahankan karena amat tidak menyenangkan rasanya ingin muntah.
Hari kedua minum, rasanya tetap tak tertahankan.
Hari ketiga? Aku tak minum lagi hingga kini!
Aku tak berencana untuk berhenti minum kopi sama sekali tapi setidaknya ini adalah awalan yang bagus untuk tidak tergantung kepadanya!
Lalu apa kuncinya?
Yang pertama tentu tekad. Tanpa bermaksud membanggakan diri sendiri tapi aku amat bersyukur karena merasa makin hari makin memiliki tekad dan motivasi yang cukup kuat ketika aku sudah memutuskan untuk melakukan sesuatu.
Selain tekad, kunci keberhasilanku yang ingin kubagikan ke kalian justru pada coffee decaf yang kubeli. Intinya bagaimana membujuk otak supaya menurut pada kehendak hati. Sejak membeli, aku tahu bahwa coffee decaf rasanya amat tidak menyenangkan namun toh aku tetap membeli untuk membujuk otakku bahwa percuma minum kopi kalau rasanya seburuk itu. Otak menuruti sugestiku dan aku tak tertarik lagi atau setidaknya tak mengharuskanku untuk minum kopi setiap pagi.
Selamat menyambut minggu yang baru! Ada atau tak ada kopi, ada atau tak ada mentari, pagi tetaplah pagi selama Tuhan masih menghendaki!
Dipublikasikan pada Hari Minggu Biasa XXIV
pada peringatan Santo Robertus Bellarminus, Uskup dan Pujangga Gereja
0 Komentar