Risalah Akhir Pekan XXXI/2015

1 Agu 2015 | Cetusan, Risalah Akhir Pekan

Difoto dari BLU Cafe, Shangri-La Hotel setelah meeting seharian...

Sydney harbour kufoto dari BLU Cafe (Lantai 36), Shangri-La Hotel setelah meeting seharian…

Ricky Gervais adalah seorang komedian Inggris yang ngetop di Australia.

Bagiku ia adalah sebuah milestone karena lawakannya adalah konten audio Bahasa Inggris pertama yang kumengerti dengan mudah tanpa mengandalkan subtitle.

Maklum, sebagai orang yang datang dari negara yang tak menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa utama, mendengarkan seorang berbicara dalam Bahasa Inggris yang kompleks (maksudku bukan dalam konteks ia bicara dengan menyederhanakan bahasa yang ia gunakan karena lawan bicaranya masih belajar berbahasa Inggris) itu bukan sesuatu yang mudah.

Sebelum mengenal Ricky, aku hidup dalam kepura-puraan.?Beberapa kali nonton pertunjukan komedi ataupun menyaksikan film komedi di televisi tanpa subtitle, aku hanya menangkap sedikit dari yang diucapkan komedian yang tampil. Lalu ketika penonton lain tertawa karena celotehan si komedian, aku harus ikut tertawa meski tawaku adalah imitatif; sekadar melindungi rasa malu karena tak tahu apa yang membuat orang-orang dan diriku sendiri harus tertawa.

Dan minggu kemarin, tiba-tiba aku keranjingan Ricky Gervais lagi!

Memutar beberapa tayangannya lewat Youtube, aku sukses terpingkal-pingkal hampir di tiap jam istirahat di kantor; kali itu tentu bukan tawa imitasi lagi.

Aktivis penyayang binatang ini memang mempesona. Ia tak hanya bercanda lewat kata-kata, gesture tubuhnya yang tulus mendukung orang untuk tertawa duluan bahkan sebelum ia mulai melawak.

Tapi sepertinya tak ada tayangan tentangnya yang tak lebih menarik ketimbang tayangan yang ini

https://www.youtube.com/watch?v=GoXvp9o20Y8

Ricky, dalam video itu, jadi bintang tamu dalam acara sulap milik magician David Blaine. Saat David Blaine menusukkan jarum ke lengannya (bicep) lalu tembus ke sisi lain, Ricky terkaget-kaget. Ekspresi raut muka dan kata-kata yang keluar dari mulutnya menunjukkan ketidakpercayaannya pada apa yang terjadi dan dilihatnya tepat di depan mata.

Aku terpingkal-pingkal menyaksikannya ?dikerjain? David Blaine. Barangkali kalau itu bukan Ricky, aku tak kan seterpingkal itu; bukan pula keterpingkalanku itu datang karena gesturenya yang lucu nan dibuat-buat karena kuyakin kali itu adalah gesture aslinya!

Tapi kenapa Ricky? Simply karena ia adalah seorang yang berani mendeklarasikan diri sebagai penganut paham atheism; tak percaya Tuhan. Aku bisa membayangkan jika suatu saat nanti Tuhan ingin menunjukkan eksistensiNya secara esktrim nan frontal di depannya (yang kubayangkan adalah adegan Yesus menunjukkan luka di tangan dan lambungnya kepada Thomas; muridNya yang sempat tak percaya) barangkali mimik wajah Ricky akan sama dengan yang ia tunjukkan di depan David Blaine.

blog_risalah31_01

 

* * *

Selain tergila-gila lagi pada Ricky Gervais, minggu kemarin aku juga sibuk mengulik Metallica terutama album-album awal mereka hingga Black Album (1991). Setiap hari aku menuntaskan satu per satu album yang kuputar baik saat aku sedang jalan menuju dan pulang dari kantor, bekerja ataupun saat nge-gym.

Saat ada waktu senggang (di saat nggak ber-Ricky Gervais tentu saja) aku juga membuka referensi tentang album-album itu lewat Wikipedia dan Rollingstone magazine online.

Bagiku menikmati musik memang harus demikian.

Ia tak cukup hanya dengan mendengarkan satu atau dua track lagu yang ngetop saja lalu men-generalisasi atau men-judge tentang kualitas karya seorang artis ataupun sebuah grup band.

Aku percaya mereka berkarya tidak bertujuan untuk menciptakan sesuatu yang populer. Mereka berkarya karena ingin mengekspresikan seni yang mereka miliki dan hal itu tak terbatas pada mencuplik satu lagu dari sekian banyak yang lain!

Menikmati mereka berproses, mengerti cerita-cerita di balik proses itu, dan kamu tak akan hanya jadi penikmat musik, tapi juga penikmat jalannya proses berkarya seorang musisi.

 

* * *

 

Dari dunia kerja, Rabu pagi lalu aku sempat kelabakan. Salah satu situs web klienku gagal diakses karena satu hal yang tak terjawab bahkan hingga aku berhasil membenahinya beberapa jam sesudahnya.

Berbagai macam cara kulakukan tapi tak membuahkan hasil hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengganti seluruh core codenya dan solved!

Bekerja dalam bidang IT, apapun posisinya memang rentan terhadap perubahan. Teknologi adalah sesuatu yang memang sudah ditakdirkan untuk terus berubah setiap kita membuka mata di pagi hari. Bahkan ketika kita tahu tentang satu hal yang baru, ribuan pencipta teknologi sedang bekerja menyiapkan pengembangan dari apa yang kamu sekarang anggap paling baru dan canggih sekalipun!

Makanya heran juga waktu melihat ada seorang kolega yang sama-sama bekerja di bidang IT yang masih terkaget-kaget mendapatkan perubahan manajer baru dan aturan serta mungkin struktur yang baru pula.

Kalau cuma kaget itu wajar, akupun demikian. Tapi kalau lantas berlarut-larut dan mengarah ke hal yang merusak dirinya sendiri dan terlebih hubungannya dengan orang lain, tentu orang seperti itu patut dipertanyakan konsistensinya untuk bernafas dalam langgam hidup yang sejatinya penuh perubahan ini. ?Change is the only constant?

 

* * *

Setelah membeli hair trimmer awal bulan Juli dan percobaan pertama menggundulinya bisa dibilang tak terlalu mulus (pernah kutulis di risalah ke-28 di sini) , Sabtu siang kemarin aku mencoba untuk menggunduli lagi kepalaku karena rambut telah tumbuh sekitar 3cm panjangnya.

Agak nervous juga karena takut gagal lagi, tapi nyatanya hasilnya jauh lebih bagus dan prosesnya tak makan waktu seperti yang pertama dulu.

blog_risalah31_03

Oh ya, selain ada beberapa yang bertanya kenapa aku gundul dan dikiranya aku sakit, ada lagi beberapa yang mengira aku memutuskan untuk gundul karena botak dan rambut rontok. Tentu hal itu tak benar. Puji Tuhan aku sehat dan rambutku juga masih terbilang subur dalam bertumbuh. Keputusan gundul seperti yang pernah kutulis di link yang kuterakan di atas, selain kata orang membuatku tampak lebih segar juga karena dari perawatan, kepala plontos itu lebih murah dan mudah ketimbang saat aku memelihara rambut dulu.

* * *

Gie Wahyudi, blogger yang cukup konsisten ngeblog beberapa tahun belakangan adalah salah satu orang yang memesan kaos DonnyVerdian.Net.

Hubunganku secara pribadi dengannya cukup dekat. Kami sering bertukar info sas-sus netizer di Tanah Air. Mungkin karena kami sama-sama dari Klaten jadi kami bisa sedekat itu. Secara pribadi aku pernah menemuinya dan istrinya (waktu itu Diana, anaknya masih dalam kandungan) di Jakarta, pertengahan 2012 silam.

Nah, beberapa hari lalu, setelah pulang dari berlibur Lebaran, Gie mendapati paket kiriman kaos DonnyVerdianNet sudah sampai di rumah. Iapun berpose mengenakan seperti di bawah ini.

blog_risalah31_02

Keren, kan? Kalau mau pesan silakan beli melalui link?ini.

Dipublikasikan pada Hari Minggu biasa XVIII
pada pesta nama Santo Eusebius Vercelli, Uskup dan Martir, Beato Petrus Faber, Pengaku Iman

Sebarluaskan!

3 Komentar

  1. Eh si om suka Metallica juga :D

    Balas
    • Yoi dong, tante :)

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.