Akhir minggu lalu aku berlibur ke Canberra dan kawasan Snowy Mountains.
Ada banyak yang bertanya kenapa aku begitu sering ke Canberra dan kenapa harus kota kecil yang adalah ibukota Australia itu yang selalu jadi tujuanku berwisata?
Aku dan Joyce memang sangat suka Canberra justru karena kecilnya, justru sepinya dan justru karena dinginnya suhu udara karena dari situ kehangatan penduduknya dalam menyapa kami begitu terasa istimewa.
Tak banyak pula tempat tujuan wisata di Canberra tapi bagi kami itu tak jadi soal karena berwisata bagi kami tak melulu harus datang ke pantai atau gunung. Berwisata adalah menikmati masa-masa kebersamaan bersama keluarga!
Kunjungan kami singkat dan padat, hanya dua hari.
Rencananya pun disusun begitu mepet nan mendadak, pokoknya asal berangkat, asal melancong, tak ada itinerary wajib, mengalir saja…
Kami berangkat dari Sydney kamis malam sekitar pukul delapan dan tiba di Canberra sekitar jam setengah sebelas saat suasana sudah terlampau senyap dan suhu udara jatuh ke bawah titik beku, sekitar -2 derajat celcius.
Kami menginap di sebuah hotel kecil di sekitar tiga kilometer luar kota Canberra.
Keesokan paginya, saat kaca mobil masih terselimuti lapisan es, kami pergi ke Snowy Mountain, kawasan pegunungan bersalju di Australia yang selalu ramai jadi tempat tujuan wisata di musim dingin seperti sekarang ini. Diperlukan waktu sekitar 2.5 jam berkendara dari Canberra ke Perisher, salah satu puncak Snowy Mountain.
Tak langsung menuju ke Perisher, kami beberapa kali berhenti di jalan untuk mampir dan makan di tempat-tempat unik yang belum pernah kami datangi.
Pagi itu kami mampir ke dua tempat baru.
Pertama, Ingelara Food Truck, sebuah truk penjual masakan daging babi, salad, hash brown dan aneka ragam juice, chocolate serta kopi.

Ingelara Food Truck
Makanan yang dijual di sana berasal dari peternakan dan pertanian sekitar sehingga rasa segar dan aroma ‘home made’ begitu terasa. Daging babinya begitu tender berasap sedangkan salad-nya terasa segar tak seperti sayuran masuk kulkas karena suhu udara pagi itu telah memberikan nuansa kulkas alami, sekitar -3 derajat celcius.
Menariknya, meski menggunakan truck, meski terhitung kawasan pedesaan, mas penjual menawarkan metode pembayaran eftpos (credit/debit card) seperti yang biasa ditawarkan pertokoan dan restaurant di perkotaan. Kalau gini aku jadi malu sendiri karena ada beberapa restaurant penjual makanan Indonesia di sekitar Sydney yang masih tak mau menggunakan eftpos dan hanya mau menerima uang cash saja dengan berbagai macam alasan…
Dari sana kami berjalan melewati Cooma, kota terbesar di kawasan Snowy Mountains, lalu hinggap ke sebuah warung pancake unik nan misterius, Miss Heidi’s Tea House namanya.

Miss Heidi’s Tea House
Kukatakan unik karena seluruh bangunannya, termasuk lantai, berbahan baku kayu. Misterius karena letaknya yang nyempil, naik ke atas bukit sehingga terkesan tersembunyi meski memiliki view yang luar biasa indahnya karena dari sana terpapar pemandangan Snowy Mountains membentang di hadapan!
Oh ya, kesan Jerman-Austria juga kental dengan hiasan dinding, furniture dan… pemanas ruangan berasal dari panggangan api yang non-elektrik! Berasa seperti di Eropa deh pokoknya!
Turun dari ‘bukit’ Nona Heidi, kami melaju ke arah Jindabyne.
Kalau kamu mengikuti membaca blog ini, selain Canberra, Jindabyne adalah tempat lain yang kerap kukunjungi bersama keluarga.
Yang menarik dari Jindabyne adalah selain kota terakhir sebelum menuju puncak Snowy Mountains, kota kecil ini juga memiliki telaga yang indah serta penduduk yang tak lebih dari 2000 orang dan mereka begitu hangat menyapa pendatang.
Di Jindabyne yang sudah seperti ‘rumah sendiri’ kami mampir ke tempat penyewaan rantai roda; sesuatu yang wajib dikenakan untuk kendaraan non-4WD.
Memasuki kawasan puncak Snowy Mountains yang biasanya bersalju, kendaraan non 4-WD diwajibkan untuk memasang rantai pada dua roda depan. Bentuknya seperti selongsong dan tujuannya supaya ketika melewati jalan bersalju, mobil tetap bisa melaju dan tak terpuruk di dalamnya. Rantai roda bisa didapat dengan ongkos sewa $25 per hari.
Setelah mampir ke toilet kami langsung menuju ke Perisher selama lebih kurang 20 menit jauhnya dari Jindabyne.
Perjalanan ke arah Perisher begitu menyenangkan karena di kiri-kanan kita tampak salju begitu tebal menyelimuti perbukitan, sungai-sungai yang beku dan langit yang memutih seolah tak bermatari.
Suasana Perisher ketika kami sampai amat ramai. Parkir memadat dan orang berlalu-lalang membawa peralatan ski untuk bermain di areal terbuka bersalju.
Sesekali ada snow patrol yang bertugas menyingkirkan salju dari jalanan juga ada kendaraan pengangkut orang-orang yang hendak bermain ski dari ketinggian.
Aku dan keluarga memang tak berminat main ski. Hanya turun sebentar, potret sana-sini, main bola salju sesekali, tak sampai setengah jam kami masuk ke mobil, menyalakan pemanas udara dan menyeruput teh serta mengudap biskuit.
Sekali lagi, berwisata bagi kami tak melulu harus ikut trend, tak perlu ber-ski, tak perlu ber-tobogan, cukup duduk di dalam mobil dan berbincang sambil menikmati pemandangan orang-orang bermain salju.
Turun dari Perisher, langit kian temaram dan kami mampir kembali ke Jindabyne untuk mengembalikan rantai roda lalu membeli sebotol wine. Sebelum sampai di Canberra, kami santap malam di Cooma.
Malam itu kami akhiri sekitar pukul 23:00 saat suhu udara beranjak naik dari -5 ke -1 derajat celcius.
Keesokan paginya, sebelum pulang ke Sydney kami mampir ke Reptile Zoo, melihat secara langsung untuk pertama kalinya ular berganti kulit (kami menunggu sekitar 45 menit di depan kandang sampai seluruh kulit lawas ular benar-benar terkelupas!), makan siang lalu tancap gas kembali ke Sydney sekitar pukul 2 siang.
Kami tiba di rumah sekitar pukul 5 sore, santai sejenak sebelum makan malam dan naik ke atas untuk meninabobokan anak-anak.
Perasaan hati begitu senang, bisa merasakan salju dengan perjalanan tak seberapa jauh dari rumah. Hingga sekitar pukul 00:00 Waktu Sydney, saat rebahan hendak tidur sambil membuka koleksi foto yang kuambil selama perjalanan satu per satu, sebuah notifikasi mengagetkan kuterima, “KS (Kristupa Saragih -RIP) telah berpulang, Don!”
Kawan lamaku, Kristupa Saragih, yang sejak hari Senin terkena stroke di Pulau Bali meninggal dunia dan akupun jatuh dalam duka karena kepergiannya.
Hidup memang selalu demikian, suka dan duka berkelindan…
Selamat menjalani minggu yang baru, Tuhan berkati!
Dipublikasikan pada Hari Minggu Biasa XIV
pada pesta nama Santo Veronika dari Binasko, Perawan, Santo Adrian Fortoscue, Martir, Kesembilanbelas Martir kota Gorkum
0 Komentar