Aku tak tahu kenapa, tapi pengalaman sejauh ini membuktikan, setiap bertemu dengan sesama alumni SMA Kolese De Britto, meski belum pernah ketemu sekalipun, rasanya seperti kawan lama yang sudah kenal tahunan.
Mungkin guru-gurunya?
Hmmm, tak juga karena saat bertemu dengan adik kelas yang terpaut jauh ataupun kakak angkatan yang lulus dua puluh tahun sebelumku misalnya, guru-gurunya tentu beda dengan guru-guruku dulu.
Mungkin juga karena De Britto-nya? Aku lebih curiga karena airnya!
Air?
Ya! Air yang kami minum di sekolah yang beralamatkan di Jl Solo 161 Yogyakarta itu mengandung mineral yang secara genetis membuat kami memiliki karakter tertentu yang ketika bertemu dengan sesama peminum air, sesama penikmat pendidikan bebas ala imam Jesuit kami saling mengenali layaknya zombie di film-film yang cukup hanya membaui zombie lainnya lantas tahu bahwa mereka bukan manusia!
Tentu tulisan barusan lebay, tapi tak mengapa, bumbu-bumbu lebay perlu ditaburkan di sana-sini supaya gurih dan tak monoton, kan?
Hari rabu minggu lalu, tiga alumni kutemui di Central Park Sydney.
Mereka adalah Mas Handoko Wignjowargo, Mas Ben Astono dan Mas Inggil Paripurnanto. Ketiganya barangkali lebih layak kupanggil ‘Om’ karena Mas Han dan Mas Ben lulus De Britto tahun 1983, Mas Inggil lulus tahun 1985 sedangkan aku lulus tahun 1996. Tapi karena sesama lulusan JB, kami tak pernah tua makanya kupanggil mereka ‘Mas’ meski ketika bicara dengan istrinya Mas Han ya tetap kupanggil Tante Magda! Hahaha…
Selain Mas Ben yang tinggal di Australia, Mas Han dan Mas Inggil datang ke Sydney khusus untuk mengantar anak-anak mereka berstudi di sini.
Ada banyak hal yang kami bincangkan bersama seperti tentang kemajuan kota Sydney yang begitu pesat dalam beberapa dekade terakhir, kehidupan di Indonesia saat ini, kabar kawan-kawan lain yang kenal ‘in common’ dan tentang bagaimana melepas anak-anak yang harus tinggal di tempat lain/luar negeri untuk berstudi.
Dari mereka aku belajar meski aku tak tahu apa yang mereka petik setelah bertemu denganku selain barangkali padangan bahwa aku adalah anak muda (menurut usia mereka tentu saja hehehe) yang kemlinthi dan sok pede untuk menyelami kehidupan di Sydney ini yang complicated ini.
Setelah lebih dari dua jam ngobrol ditingkahi foto-foto selfie untuk ditayangkan di social media dan grup whatsapp kamipun berpisah lagi, berpencar lagi seolah menggenapi apa yang tertulis sebagai bait kedua Mars De Britto yang tak sempat kami nyanyikan kemarin,
“Meskipun terpencar hidupmu di kelak kemudian waktu, ingat selalu di dalam hatimu, ialah De Britto contohmu!”
Selamat memasuki minggu yang baru, Tuhan memberkati.
Dipublikasikan pada Hari Minggu Biasa XVI,
pada pesta nama Santa Brigitta, Janda, Santo Apolinaris, Uskup dan Martir.
Keterangan foto utama: (ki-ka) Ben, Handoko, DV, Inggil
0 Komentar