Minggu lalu aku merasa dekat dengan Jogja dari jarak lima ribu kilometer jauhnya.
Aku lupa apa yang lebih menguatkan dari yang lainnya sehingga ada rindu yang terkumpul dan menyimpul pada ingatan atas kota yang di dalamnya aku pernah hidup selama 15 tahun itu.
Bisa jadi karena ada seorang kawan yang sama-sama tinggal di Sydney dan tiba-tiba minggu lalu menelponku bilang, “Don, aku lagi di Jogja kamu mau nitip apa?”
Atau karena film AADC2 yang kutonton ulang senin malam silam? Film ini, bersama film ‘Mengejar Mas-mas’ selalu berhasil membuat malamku hangat karena bicara tentang dua hal, Jogja dan cinta meski Jogja tak pernah berhasil memberiku cinta? Bisa jadi!
Tapi aku tak menutup kemungkinan mungkin aku merasa dekat dengan Jogja karena set lagu di iPhone-ku yang berisi lagu-lagu Indonesia lama (iya-iya, aku lupa nulis playlist lagu yang biasa kuunggah tiap awal bulan ya!) yang membuatku mengulas kejadian demi kejadian yang kebetulan terjadi di Jogja dan ‘identik’ dengan lagu-lagu itu.
Tapi entah mana yang benar, sejainya aku tak pernah merasa jauh dari Jogja meski jarak kami dekatnya hanya lima ribu kilometer saja! Hanya perasaan yang kadang membuat kami jauh.
Menariknya, rinduku pada Jogja itu berdinamika. Awal-awal kepindahanku dulu ke Australia, yang kurindukan dari Jogja adalah kawan-kawan sepermainanku. Kawan ngopi, kawan ngobrol, kawan ngebanyol, kawan nakal…dan kawan berdoa :)
Dua-tiga tahun kemudian, aku rindu saat-saat yang pernah kulewatkan di sana dengan siapapun. Rindu pula makanan-makanannya.
Kini? Yang kurindukan adalah Jogja masa lalu, bukan masa kini yang macet itu…
Kedinamisan rindu ini bukan karena Jogja tak sempurna tapi justru karena Jogja itu bulat sempurna, setiap waktu aku diberi pemandangan yang berbeda dari waktu-waktu sebelum dan sesudahnya.
Lalu tiba-tiba aku teringat tanya seseorang yang lagi-lagi terjadinya juga minggu lalu, “Kamu masih betah di Australia? Tak ingin pulang dan menikmati malam-malam di Jogja?”
Aku menggeleng.
Alasanku masih dan akan selalu sama seperti dulu yaitu aku tak mau rugi! Jika aku pindah ke Jogja, aku rugi karena tak akan merasakan rindu?terhadapnya dan adakah hal yang lebih merugikan ketimbang ini? Ketimbang tak rindu pada kota yang berhati nyaman?
Lebih baik aku berada di sini, mengenang Jogja dan selalu memasukkannya ke dalam relung rindu dan melalui tulisan-tulisanku, siapa tahu semua ini akan membantu kalian yang ada di dalam Jogja untuk semakin mencintai kota karena?kadang kalian kerepotan sendiri untuk mencari-cari lagi apa yang menarik hati dari Jogja yang ditinggali, kan?
Selamat memasuki minggu yang baru, Berkah Dalem!
Dipublikasikan pada Hari Minggu Paskah IV,
pada pesta nama Beata Rose Venerini, Pengaku Iman, Santa Gisela, Pengaku Iman
0 Komentar