Satu November dua ribu tujuh belas kemarin, aku genap sembilan tahun tinggal di Australia.
Aku mengambil cuti sehari meski aku tak mengkhususkannya untuk perayaan itu. Bagiku setiap hari adalah pengalaman baru yang tak perlu dipisahkan tahun-per-tahun.
Namun tetap saja, sore harinya aku dan Joyce serta anak-anak merayakannya dengan pergi makan ke Pho An, sebuah restaurant penyaji mie khas Vietnam di bilangan Bankstown. Sembilan tahun lalu, sore itu, semangkuk pho yang disajikan di Pho An adalah makan malam pertamaku bersama Joyce di negara-benua ini.
Rasa syukur menyeruak dari lubuk hati yang paling dalam tak hanya karena kesempatan kesembilan yang kurayakan tapi lebih daripada itu adalah penyertaan Tuhan yang sempurna dalam hidupku.
Padahal kalau diingat-ingat ada beberapa ketidakpastian yang terjadi di sekitar kepindahanku dulu utamanya soal pekerjaan; aku pindah dalam keadaan nganggur, tanpa pengalaman kerja di Australia sebelumnya, pun aku bukan lulusan universitas di sana, eh? pengantin baru pula!
Tak hanya itu, alasan kuat tentang kenapa aku harus pindah dan tidak diam di Jogja pun tak kutemukan seutuhnya meski yang kutahu hanya satu: aku melangkah dalam iman!
Hari berikutnya kembali masuk kerja.
Seorang kawan menitip buah tangan untuk diberikan kepada Joyce. Karena kupikir jaraknya tak terlalu jauh dari tempat kerja, aku memutuskan jalan kaki. Berbekal GPS aku melangkah di tengah panasnya musim semi kota Sydney.
Lima belas menit berjalan aku mulai hilang arah. GPS ternyata tak menunjukkan arah seperti yang kuperkirakan saat di kantor. Aku sampai harus mereset ulang GPS karena tak yakin bahwa arah yang telah ditunjukkan akan mengantarkanku ke tempat kawanku itu berada.
Ternyata oleh GPS aku dibawa balik, lalu diputar ke sisi tenggara kota melewati jalan yang biasa kulewati dengan berkendara. Kira-kira setengah jam barulah aku sampai di tempat janjian tentu dengan keringat dan sedikit kehabisan tenaga meski lebay banget kalau harus pakai airmata!
Hingga akhirnya aku kembali ke kantor, kubutuhkan sekitar satu jam berjalan kaki dan menurut informasi yang kudapat dari jam yang kukenakan, hari itu aku menempuh jarak 6.5 km. Tak terlalu luar biasa sebenarnya karena hampir setiap hari, di atas treadmill aku toh jalan kaki hampir dua kali lipat jauhnya dari siang itu. Hanya bedanya, di gym tempatku berolah raga ada di dalam ruangan dan selalu terguyur AC sedangkan siang itu cuaca sedang panas-panasnya di Sydney.
Tapi toh ada saja pelajaran yang kuambil. Sejauh-jauhnya aku berjalan akhirnya toh sampai pula di tujuan. Sehilang-hilangnya arah selama berjalan, akhirnya kudapatkan juga arah yang benar.
Barangkali begitu pula apa yang kurasakan dulu. Pindah ke Sydney, kota nan jauh dari kampung halaman, belum mendapatkan tujuan yang jelas selain berkeluarga dan melanjutkan hidup hingga akhirnya arah pun kudapat yaitu tak lain karena aku harus memuliakan Allah di tempat ini melalui cara dan talenta yang sudah Tuhan bri.
Selamat menjalani minggu yang baru.
Dipublikasikan pada Hari Minggu Biasa XXXI pada peringatan Santa dan Santo Elisabeth dan Zakarias
0 Komentar