Rasa prihatinku minggu ini tertuju pada negeri utara, Indonesia.
Akibat kebakaran lahan yang menggila, tingkat standar index polusi (pollution standard index – psi) di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dilaporkan menyentuh angka 2000 pekan lalu. Padahal, menurut perhitungan, sebuah daerah sudah dianggap berbahaya ketika ia mendapatkan angka psi,?300!
Mengamati dari rekam gambar beberapa tempat termasuk Palangkaraya dan Pekanbaru yang tersebar di social media, aku jadi ikutan megap-megap sendiri dibuatnya.
Minggu lalu, karena keprihatinan ini, aku menghubungi seorang kawan di Jambi, dan kabar kualitas udara di sana pun tak kurang memprihatinkannya.
?Sesak nafas dan batuk-batuk, Don!?
?Udah lama asapnya??
?Dua minggu!?
?Bukannya kemarin hujan kabarnya??
?Cuman sebentar! Kayaknya justru karena itu, asapnya malah makin menjadi!?
?Oh… kenapa nggak ngungsi dulu ke Jogja, Pak??
?Naik apa? Bandara ditutup!?
Semoga pemerintah pusat dan daerah bisa bekerja sama untuk memberikan solusi terbaik dalam keadaan ini. Sepuluh korban jiwa sejak bulan Juli hingga kini sudah lebih dari cukup. Belum lagi jutaan lain yang menghisap asap berhari-hari, berbulan-bulan tentu harga yang sangat mahal untuk dibayar.
Evakuasikan warga ke tempat yang lebih aman, padamkan api, jatuhkan hukuman bagi yang bersalah, jangan malu dan gengsi meminta pertolongan negara sahabat dan ini yang paling penting, jangan pernah kejadian ini terulang lagi!
Biasanya ketika berhasil mengatasi bencana, kita lalai berpikir dan bertindak bagaimana supaya hal yang sama tak terjadi lagi di masa yang akan datang.
***
Rasa prihatinku terhadap Indonesia juga muncul dari kasus pembongkaran gereja di Aceh Singkil, simak berita ini.
Poin yang paling disasar dengan adanya kasus ini adalah penegasan bahwa hidup sebagai minoritas di negara utara begitu sulit terutama ketika sudah menyentuh soal hak-hak menjalankan ibadah yang sama sekali tidak disamaratakan dengan mayoritas!
Ini sangat memprihatinkan! Terlebih kalau kita berkaca pada pita bertuliskan ?Bhinneka Tunggal Ika? yang digenggam erat Garuda Pancasila sejak lebih dari tujuh puluh tahun silam!
Tapi yang menarik dari peristiwa ini sebenarnya justru reaksi dari kalangan kristiani sebagai pihak yang ?tersakiti?.
Aku menangkap setidaknya ada dua jenis tanggapan.
Pertama, mereka yang berpikir untuk membalas apa yang terjadi di Aceh dengan melakukan pemeriksaan apakah masjid-masjid di daerahnya memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagai tempat ibadah atau bukan, baca tulisan ini.
Itu tindakan yang sia-sia yang kontraproduktif!
Dari kacamata iman, seorang kristiani sejati tak?kan mengenal balas dendam. Terlebih, hal itu justru akan memicu konflik yang berkepanjangan dan berkecenderungan membesar! Siapa pihak yang disenangkan? Mereka yang menjadi dalang permusuhan!
Kedua adalah mereka yang berpikir untuk membiarkan dan merelakan gereja dibakar. ?Karena gereja yang sesungguhnya ada di hati kita!?
Bagiku ini juga salah!
Gereja tak bisa direlakan dan dibiarkan begitu saja untuk dibakar dan dirobohkan! Gereja sebagai bangunan tetaplah penting sebagai tempat ibadah dan sarana untuk bersosialisasi umat dan kita wajib untuk menjaganya tetap bertahan.
Kalau kamu dengan santai ngomong ?Relakan saja, yang penting gereja di hati kita!?, dimana toleransimu terhadap sesama kaum kristiani yang kehilangan gereja di Aceh Singkil, jemaat gereja HKY di Bogor dan tempat-tempat lainnya?
Atau jangan-jangan kalian bersuara seperti itu karena takut atau malah tak peduli lagi?
Lalu yang benar?
Patuhi hukum karena kalian tinggal di negara hukum! Laporkan perobohan itu ke pengadilan. Kalau dalih yang dipakai adalah soal aturan, bawa ke MK untuk dikoreksi. Kalau tetap kalah? Jangan menyerah dengan cara tak pernah berhenti bersuara.
***
Aku benar-benar sedang menemukan kembali mood kerja yang beberapa bulan lalu sempat hilang. Bahkan, hari kamis kemarin bisa dibilang adalah salah satu hari tercerah sepanjang karirku di Australia!
Jadi sekitar tiga bulan lalu, ada sebuah masalah yang tak bisa kuceritakan terjadi dan didengar hingga ke level ?C? people. Masalah itu adalah sebuah kesalahan yang sifatnya manusiawi tapi sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara komputasi.
Seseorang lantas ditunjuk untuk mengelola persoalan ini. Ia lantas menghubungiku bertanya apakah aku bisa membantu.
?Berapa lama kamu bisa bikin??
?Hmmm, dalam level prototype (tipe sederhana dari produk aplikasi tapi secara mendasar fungsinya telah bisa dijalankan sesuai harapan) aku bisa selesaikan dalam lima hari!?
Ia kaget. Seperti ingin tak percaya, tapi aku tahu ia tak ingin membuatku kecewa karena ketidakpercayaannya itu.
?Leave it with me!? tukasku meyakinkan meski saat itu kuyakin tak membuatnya lebih diyakinkan!
Seminggu berlalu, aku mengundangnya untuk meeting menunjukkan hasil kerja timku. Ia terperanjat. Dari situ ia lantas menindaklanjuti lagi dengan mempertemukanku dengan pihak ketiga yang rencananya akan bersaing mengerjakan full version dari aplikasi yang prototype-nya sudah kukerjakan.
Dan pertemuan itu terjadi kamis kemarin.
Dari satu jam meeting yang diagendakan, aku hampir putus asa karena kompetitorku bicara lebih dari 40 menit.
Ia mempresentasikan rencana kerja untuk 18 bulan ke depan hingga ke level prototype lalu 12 bulan berikutnya implementasi ke produk jadi.
Dengan sisa waktu lima belas menit, aku memulai presentasi dengan membuka laptop dan men-share screen ke proyektor. ?Saya nggak bawa materi slide presentasi, tapi saya bawa materi prototype yang sudah jadi!?
Ruangan terdiam.
Raut-raut muka mereka adalah raut muka kawanku yang sama-sama tak percaya beberapa bulan lalu itu.
Tapi begitu aku mempresentasikan apa yang telah timku buat, raut muka yang pasi hanya hadir dari wajah sang kompetitor yang hilang nyali! Selainnya itu, semua sangat antusias!
Dalam sebuah komunikasi setelah meeting, orang yang pertama kali memintaku membuat prototype yang hadir di pertemuan itu menyalamiku.
?You nailed it, Man! Lapan belas bulan pengerjaan yang mereka rencanakan kamu hajar dengan seminggu yang sudah kamu tunjukkan tadi!?
Aku tersenyum dan menyalaminya gantian dengan erat. Dalam masa-masa seperti itu, aku berusaha kuat untuk tak besar kepala dan terbang tinggi?
Aku berusaha sadar?bahwa ini semua terjadi tak lain karena Yesus yang berpihak dan bekerja luar biasa kepadaku sementara aku hanya mengikuti dan melaksanakan kemauanNya.
Selamat menyambut minggu yang baru. Tetap optimis di tangan-Nya!
Dipublikasikan pada Hari Minggu Biasa XXX
Pada pesta peringatan Santo Gaudensius, Uskup dan Pengaku Iman, Santo Krisantus dan Daria, Martir dan Santa Margaretha, Martir
Hasil kerja membanggakan.
Apa komentar mas doni soal insiden di tolikara ?
Segala macam bentuk represi terhadap kebebasan beribadah di Indonesia harus dilawan. Tak peduli itu di Aceh, Jakarta, Jogja, Bogor bahkan Tolikara.