Serial ?Tyas? terselesaikan tepat waktu meski Risalah Akhir Pekan kali ini jadi tidak tepat waktu.
Sejak awal minggu lalu aku mendedikasikan tujuh tulisan di blog ini untuk mengenang kepergian Mama ke Rumah Bapa 7 Maret 2016 sebagaimana dulu, dengan jumlah tulisan yang sama aku ?menghantarkan? kepergian Papa ke Tempat yang Sama, 7 April 2011.
Aku mau buka rahasia di sini bahwa sebenarnya aku sudah meletakkan plot demi plot cerita dari serial ?Tyas? bahkan sejak tahun lalu saat aku pulang ke Indonesia untuk menjenguk Mama yang kritis sama halnya ketika Papa kritis dan aku harus pulang, di dalam pesawat aku sudah merancang apa yang akan kutulis seandainya ia berpulang.
?Kurang aja bener kau, Mamamu masih hidup dan kamu sudah mereka tulisan tentang kepergiannya??
Jangan dilihat dari sisi itunya. Pandanglah dari sisi bahwa aku mencoba untuk menganalisa apa yang akan terjadi dalam tataran terburuk pun.
Namun sungguhpun demikian, memelihara emosi yang sama antara apa yang kububuhkan pada serial ?Diek? yang kutulis lima tahun silam dengan serial ?Tyas? amatlah sulit.
Sesaat sebelum memulai huruf pertama di ?Tyas (1)?, aku membaca ulang serial ?Diek?, sesuatu yang meski sudah berlalu lima tahun silam tapi tetap mendatangkan sembilu.
Tapi, jalannya ?cucuran emosi? di serial ?Tyas? tidak seterjal ?Diek? kalau aku boleh istilahkan.
Pada ?Diek?, sejak tulisan pertama, kalau kata almarhum Angga El Kucing, sahabatku yang meninggal beberapa waktu lalu di komentar tulisan itu mengatakan untaian kataku, ?Hardcore tenan!? (RIP, Angga.. Sekarang kamu sudah bisa ketemu langsung sosok Diek dan Tyas.. Salamku untuk mereka ya, Ngga!)
Sementara pada ?Tyas?, ketika kubaca ulang, emosinya tidak langsung ?yak-yakan? kata orang Jawa, tapi pelan namun pasti, makin lama makin tinggi.
Apakah ini tanda aku sudah semakin dewasa menulis??Semoga demikian! Semoga bukan sebaliknya, aku sudah tidak sabar mengurai guratan-guratan emosi di hati ke dalam bentuk tulisan.
AA Kunto A, sahabat yang namanya sering kusebut di blog ini, lima tahun silam pernah menyarankanku untuk menerbitkan buku kecil berisi serial ?Diek? dan waktu itu hanya kusambut dengan senyum saja. Tapi kini, dengan munculnya serial ?Tyas?, aku jadi berpikir, kenapa tidak kembali mencermati ide lawas Sang Coachwriter itu ya?
Tapi biarkan mengalir dulu? ada banyak hal yang perlu kulakukan sebelum barangkali nanti aku mewujudkan rencana itu…
***
Entah angin dari mana, minggu kemarin aku membaca buku lagi. Mengais-ngais dari rak buku, adakah buku yang belum kubaca dan kutemukan ini.
Aku sendiri lupa kapan aku membelinya tapi yang pasti ia kubeli saat aku pulang ke Indonesia.
Meski menulis, aku bukanlah orang yang suka membaca buku. Aneh ya?
Terakhir kali aku membaca buku adalah pada libur Natal tahun lalu. ?Amba?, judul buku yang kubaca. Sesudahnya aku mencoba untuk melanjutkan ke buku berikutnya, gagal di tengah jalan kehilangan mood lantas kutinggalkan.
Sejauh ini aku menikmati buku yang sedang kubaca ini. Setiap nongkrong di toilet, satu-satunya waktu untukku membaca, kutuntasi sekitar 5 – 10 halaman. Lumayanlah untuk seorang pemalas seperti saya!
***
Foto di atas bicara banyak hal.
Chitato rasa Indomie Goreng ini konon sedang nge-hits di Indonesia dan saking nge-hits-nya, tak mudah mendapatkan stock-nya di pasaran.
Seorang kawan baik yang barusan mudik membawa dua bungkus. Tak satupun sebenarnya untukku tapi karena aku sedang mampir main ke rumahnya, ia lantas memberikannya.
?Eitssss.. Ini nih yang lagi ngehits di Indo,? ujarku.
Aku lantas mencobanya. Tak banyak dan tak berniat menghabiskan. Aku takut ketagihan.
Lalu aku memajang foto itu di Facebook dan tak hanya teman-teman di Australia yang heran, karena yang di Indonesia pun bertanya kenapa aku justru sudah mendapatkannya sedangkan mereka yang ada di Tanah Air belum sempat mencobanya?
Selamat memasuki minggu yang baru. Tetap semangat.
Dipublikasikan pada Hari Minggu Palma pada pesta nama Santo Fransiskus Maria dari Camporosso, Pengaku Iman
0 Komentar