Risalah Akhir Pekan XXX/2015

26 Jul 2015 | Cetusan, Risalah Akhir Pekan

Meski hidup di jaman modern dan tinggal di negara maju, ada hal yang tertinggal tapi tetap berdiam dalam diriku: keyakinan bahwa dapur dan masak-memasak itu urusan wanita.

Bukannya melecehkan kaum hawa loh, tapi lebih pada ?keterbatasan? pikiran tetang apa yang pantas dilakukan oleh siapa.

Tapi sejak beberapa waktu lalu aku jadi sangat suka menyaksikan Masterchef Australia dan penyebabnya adalah finalis berdarah Indonesia, Reynold Poernomo, mahasiswa berusia 21 tahun (jadi berasa tua banget sih saya!) yang jadi finalis Masterchef.

Reynold yang lahir di Surabaya itu datang dari keluarga masak. Mamanya punya usaha makanan dan salah satu saudara laki-lakinya adalah Arnold Poernomo atau yang kalian kenal sebagai chef Arnold, juri Masterchef Indonesia.

Prestasinya di Masterchef kali ini luar biasa. Lebih dari dua puluh lima dessert ia buat sepanjang kompetisi dan beberapa kali pernah mendapatkan apresiasi yang sangat tinggi dari juri. Beberapa diantara highlight-nya adalah, Reynold pernah mendapatkan nilai sempurna pada dessert yang ia buat (10/10) dan Marco Pierre White, celebrity chef terkenal asal Inggris yang jadi juri tamu melamarnya untuk bekerja di restaurantnya.

Sayang, hanya gara-gara kesalahan kecil ia tak bisa masuk top three dan kini menyisakan Billie, Jessica dan Georgia.

Entah setelah Reynold keluar, apakah aku akan tetap suka pada acara-acara masak-memasak seperti Masterchef atau tidak tapi yang jelas kalaupun disodori masakan-masakan yang dihasilkan para chef itu dibandingkan dengan sepiring nasi ikan pedas ala Pak Dul Demangan Jalan Gejayan Jogja atau semangkuk sop buntut Hotel Borobudur Jakarta, lidah dan rongga mulutku tak pernah bisa bohong kemana air liur akan lebih deras kuteteskan :)

* * *

Minggu ini, aku sedang tak terlalu tertarik bicara tentang pekerjaan. Tak ada sesuatu yang menonjol, semua berjalan under control dan aku sedang berusaha menyesuaikan harapan dengan kondisi yang ada.

Tapi sejujurnya aku sedang merasa kasihan pada seorang kolega yang sepertinya terlalu ingin mengejar apa yang belum tentu bisa dikejar. Bukannya karena ia tak mampu, tapi karena semampu-mampunya ia, sayangnya kemampuan bukanlah parameter utama untuk mendapatkan apa yang ia inginkan!

Hal menarik yang ingin kuceritakan pada risalah kali ini adalah tentang Google Photo. Aku ketagihan memback-up hampir semua foto-fotoku baik itu yang ada di gadgets maupun harddisk external ke layanan Google itu. Saking semangatnya tak sadar bahwa langganan broadbandku menyentuh limit 200GB!

Logo Google Photos

Logo Google Photos

Alhasil, koneksi internet pun jadi sangat lambat karena memang diatur demikian. Kamis malam lalu aku lantas menelpon customer support untuk melaporkan hal ini. Aku tak menyangka karena akhirnya aku mendapatkan tambahan 200GB secara cuma-cuma darinya padahal aku sudah bersiap untuk membayar tambahan jika diperlukan untuk membayar tambahan paket data.

Asyik, kan? Dalam hal-hal menangani pelanggan, perusahaan memang harus pandai-pandai memberikan terobosan yang brilian termasuk yang dilakukan operator broadbandku.

Tapi tak ada kabar yang lebih menyenangkan minggu ini selain perjumpaanku dengan kawan lama, Pampie dan keluarganya!

Seperti yang pernah kuceritakan di risalah ini, ia bermigrasi dari Indonesia ke Australia sejak beberapa minggu lalu.

Beberapa kali kami sempat janjian untuk bertemu tapi selalu gagal dan akhirnya Kamis sore kemarin ia menyempatkan diri datang ke kantor barang sebentar untuk ngobrol, berkenalan dengan Devi, istrinya (yang juga pembaca blog ini), ketiga anaknya yang lucu-lucu dan tentu saja foto bersama :)

Aku dan Pampie di muka kantorku

Aku dan Pampie di muka kantorku

Aku selalu tertarik berjumpa dengan kawan lama (Pampie adalah kakak angkatanku di Universitas Kristen Duta Wacana Jogja) karena bagiku perjumpaan itu makin lama akan makin mahal harganya. Salah satu bahan pembicaraan yang kami tukarkan waktu itu adalah bagaimana kami bisa sampai ke tanah Australia.

Secara intens, kalau kalian membuka arsip tulisan blog ini dari bulan September 2008 sampai beberapa bulan sesudahnya, aku menuangkannya di sana. Nah, kalau kalian mau tahu bagaimana Pampie, Devi dan keluarganya mendapatkan kemurahan Tuhan dengan paparan jalan yang cenderung mudah untuk masuk ke Australia, simak tulisan asik Devi di blognya ini.

Sementara berita yang cukup menggelikan muncul dari seorang kawan yang melayangkan informasi tentang sepuluh blogger papan atas Indonesia versi Asean Up. Menurut kawanku tadi, aku layak ada di posisi itu.

Aku tergelitik membaca pesannya meski ketika akhirnya kubaca daftar para blogger itu, aku maklum, aku memang tak layak berada di sana.

Pertama, aku barangkali sudah tak bisa disebut blogger Indonesia lagi karena aku tinggal di Australia.

Kedua, kebanyakan (mungkin semua) dari mereka ngeblog menggunakan bahasa Inggris sedangkan aku betah mengapresiasi dan memupuk cintaku pada Bahasa Indonesia dengan menggunakannya secara terus-menerus di sini.

Tapi ah tak taulah, bagiku tak pernah penting untuk menjadi sepuluh atau dua puluh atau tiga puluh blogger terbaik di Indonesia ketika aku meyakini diriku adalah blogger terbaik di dunia!

Selamat menjalani minggu yang baru, tetap semangat!

Dipublikasikan pada Hari Minggu Biasa XVII,
pada pesta nama Santa Anna dan Santo Yoakim, Orangtua Santa Perawan Maria

Sebarluaskan!

3 Komentar

  1. daaaann… nama si bungsuku adalah Joachim, Don. ;) Makasih untuk promosinya…

    Balas
  2. Mba Devi, salam kenal…. saya sudah surfing di blog mu, seruu… kami juga sedang persiapan Migrasi, dan… blog Mas DV ini salah satu inspirator yang membuat keraguan menjadi kekuatan selama fasa harap-harap-cemas menunggu hasil PR disetujui.

    September ini kami menuju Melbourne.

    Thanks Mas Don sudah sharing juga blog nya Mba Devi…. GBU…. ^^,

    Balas
  3. Sepuluh blogger papan atas Indonesia versi Asean Up tapi menulis dalam bahasa Inggris, hehe…

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.