Risalah Akhir Pekan XXVIII/2015

12 Jul 2015 | Cetusan, Risalah Akhir Pekan

Masih ingat window ini? Berarti kalian sudah 'dewasa' dalam ber-internet hehehe

Masih ingat window ini? Berarti kalian sudah ‘dewasa’ dalam ber-internet hehehe

Sebenarnya hal ini terjadi dua minggu lalu, tapi karena aku lupa menceritakan di risalah sebelumnya dan kupikir ini masih menarik, tak apalah kuceritakan sekarang.

Tentang mIRC.

Kalian tahu? Tak tahu mIRC? Serius?
OK sebentar?

Jadi Jumat sore dua minggu yang lalu aku meluangkan waktu sekitar dua jam berkumpul bersama teman-teman kerja di pub yang masih bagian dari areal kantorku (keren kan kantorku ada pub-nya segala!) untuk melepas kepergian mantan bosku.

Tentu saja kami bersulang beer dan wine untuk menyemarakkan dan menghangatkan suasana. Biasa kalau dalam acara-acara begitu kami sama sekali tak membahas soal pekerjaan meski seringan apapun itu. Obrolan bergulir kesana-kemari tak beraturan sesuai mood yang makin lama makin baik dan menyenangkan karena tiupan alkohol dalam darah kami.

Tapi entah kenapa semua pembicaraan sore itu seperti meruncing ke segala keriaan yang terjadi di era 90an karena memang kebanyakan dari kami berusia sebaya, penikmat masa-masa indah itu.

Ada yang nyeletuk ?Nintendo!? lalu kami ramai-ramai bicara tentangnya. Ada yang bilang, ‘Michael Jordan!’ lalu kami berbincang lama tentang pemain basket Chicago Bulls yang melegenda itu.

Karena aku pasif (trust me, aku banyak pasifnya dalam acara begitu karena kadang aku malas omong pake Bahasa Inggris.. lha mau becanda saja kok pake mikir diterjemahin??!?? Dimana enaknya, kan?) aku cukup gelagapan ketika ditanya,

?What do you think, Mate? What?s the hottest thing from 90s??

?Hmmmm.. Pamela Anderson!?
Lalu semua teriak ?Boooooo?..? tandanya mereka tak setuju.

?Uhmmm? let me think? What about mIRC?!?
?Whh?..at????

Hening tiba-tiba menyeruak di meja kami. Tak lama kemudian, kawanku seorang bilang, ?OH MY GOODNESS!!!! *^^#%@^&#@&%!!!! M-I-R-C!!!!? Tawa menggelegar dan kami kembali bersulang!

Ternyata hampir semua dari kami punya ?cerita? soal mIRC, messenger tool mula-mula yang ngetop di akhir era 90an itu!

Lalu kami seperti berlomba-lomba bicara tentang mIRC, pengalaman-pengalaman mereka mulai dari yang ancur sampai yang super ancur dan saking ancurnya satu dari kami sampai berujar, ?Guys! Apa yang ada di meja ini jangan sampai diomongin lagi Senin pagi ya!?

Jadi, tak baik dong kalau aku omongkan apa yang ada di meja itu secara utuh di sini? Hahahaha?.

* * *

Minggu kemarin sebenarnya berjalan tak terlalu pating gronjal, istilah Jawanya. (Come on, kalian udah lama jadi pembaca blog ini masa? belum memutuskan belajar Bahasa Jawa sih? Ayoh tanya temanmu yang dari Jawa Tengah dan DIY apa artinya ?pating gronjal?!)

Bos baru masih observasi sana-sini dan keadaan seperti itu bukanlah saat terbaik untuk memamerkan performa secara berlebihan. Lebih baik menyiapkan berkas laporan untuk disampaikan pada undangan meeting one on one minggu depan, lebih terstruktur dan intens.

Sebaliknya, ada kesenangan terjadi minggu lalu!?Aku memutuskan membeli hair clipper!

Apa itu hair clipper?

Kalian tahu? Tak tahu? Serius?
OK sebentar?

Hair clipper itu mesin pemangkas rambut, gambarnya seperti di bawah ini.

IMG_9704
Sejak memutuskan untuk menggunduli rambut karena ikut ajang pengumpulan dana bagi salah satu lembaga penelitian penyakit kanker darah, leukimia, Maret lalu, aku ketagihan untuk plontos.

Selain kata orang-orang aku tampak segeran, secara perawatan, plontos itu juga tak terlalu merepotkan. Aku nggak perlu terlalu peduli shampoo merk apa yang harus kupakai karena tiap mandi tinggal pakai sabun mandi saja untuk mengelap kulit kepala? lalu beres!

Begitu juga dengan menyisir. Kepala plontos, apa yang perlu disisir? Tinggal dihanduki hingga kering? lalu beres!

Tapi ada yang nggak ?lalu beres? dengan memutuskan untuk selalu pelontos.

Uang!
Jangan bandingkan dengan Indonesia, ongkos potong rambut meski hanya untuk memelontosi kepala tak pernah kurang dari $12 dan ini setara dengan sekali ongkos makan siang di food court dan setara juga dengan tiga cup kopiku!!!

Iseng aku bertanya pada kawan sekerjaku yang juga memelihara kepala pelontos, dan darinya kudapat info tentang hair clipper ini. Rupanya ia tak pernah pergi ke tukang potong rambut, seminggu sekali istrinya memangkas rambutnya hingga habis.

Wah, menarik, kan?
Aku lantas mencari info berapa harga hair clipper dan ternyata harganya cukup rasional terlebih kalau dibandingkan dengan biaya potong rambut yang luar biasa mahalnya itu!

Setelah berunding dengan istri, akhirnya aku membeli hair clipper minggu lalu. Yihaaaa!!! Hair clipper yang kubeli dirancang sebagai DIY hair clipper. Artinya, hair clipper itu bisa kugunakan sendiri tanpa bantuan orang lain untuk memangkas rambut!

Wow banget kan?
Eh sebentar, kalian tahu bagaimana percobaan pertamaku menggunduli kepalaku sendiri?

Sabtu malam kemarin aku menghabiskan waktu hampir satu jam untuk menggunduli rambutku penuh perjuangan dan kepanikan!

Awalnya aku hanya ingin memotong rambut hingga satu centimeter saja.

Pasang blade, hidupkan clipper dan set? set? set? ?Oh mudah ternyata!? gumamku. Lima belas menit, aku menyelesaikan rambutku tampak 1cm saja pendeknya. Perfect!

Tapi kemudian rasa isengku menjalar. Aku mengganti blade dengan blade yang lainnya penasaran karena kedua blade itu menunjukkan ukuran yang sama: 1 centimeter.

Dan di sinilah awal malapetaka terjadi?
Rambutku ternyata jadi lebih pendek dari 1cm dan mau tak mau aku harus memangkas semuanya hingga sama pendeknya.

Tak ada pilihan, aku lantas melepas blade dan menggantinya dengan shaver karena sesuai petunjuk, shaver itu akan memangkas hingga ukuran 0 alias plontos!

Tapi ternyata semuanya tak semudah yang kuperkirakan!
Sudah kugosok-gosokkan ke permukaan kepala, tapi anehnya shaver seperti tak berhasil memangkas satu helai rambut pun!

Aku sempat hampir menyerah dan berpikir besok paginya hendak pergi ke salon sebelum ke gereja. Tapi akhirnya, dengan semangat ?45?, aku mencoba lagi dan lagi hingga akhirnya aku pikir sudah cukup berhasil untuk ukuran percobaan pertama.

Aku memang tak puas karena meski aku sudah berusaha maksimal, tapi masih saja ada bagian yang tampak lebih tebal rambutnya dari bagian lain. Pitak, istilah Indonesianya. Tapi, sebagai pemula, OK lah, terlebih saat seharian tadi tak ada satupun yang komplain, berarti memang tak terlalu jadi soal dan tak terlalu tampak pitaknya.

Coba menurut kalian, dari foto-foto di bawah ini, apakah percobaanku cukup berhasil atau tidak?

blog_risalah28

Berhasil tidak berhasil menurut kalian, kita telah berhasil melewati satu minggu lagi di tahun ini dan semoga Tuhan menyertai kita di minggu yang baru.

Dipublikasikan pada Hari Minggu Biasa XV,
pada pesta nama Santo Yohanes Gualbertus, Abbas

Sebarluaskan!

1 Komentar

  1. Kantornya tempat Donny kerja keren, ada pub segala. Coba kalo dibikin di Jakarat bisa banyakan mabuknya karyawan daripada kerja, hehe….
    Saya juga berkeinginan untuk plontos.
    Melihat hasil pemotongan rmabut itu, sebagi pemula, hasil cukuplah.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.