Risalah Akhir Pekan XX/2015

17 Mei 2015 | Cetusan, Risalah Akhir Pekan

Pagi yang mengakhiri kelam hadir dengan aneka warna yang menggugah...

Pagi yang mengakhiri kelam hadir dengan aneka warna yang menggugah…

Kalau periode waktu harus dimaknai dalam palet-palet warna, barangkali minggu kemarin adalah masa yang terhiasi kelabu di sekujur hari-harinya karena aku kehilangan sosok sahabat, Iwan Santoso, yang berpulang 10 Mei 2015 silam.

Atau jika mau dipadankan dengan langit dan udara, minggu kemarin adalah paparan langit yang dipenuhi awan gelap dan angin sepoi-sepoi menambah gelungan demi gelungannya menjadi kian pekat, tapi karena tiada hujan yang kunjung turun, kepekatan menggelanyut di angkasa, berkepanjangan.

Tapi Tuhan tak tinggal diam.
Ia mengijinkanku untuk mengalami banyak pengalaman baru yang justru memperkaya hidup. Seolah ingin bicara bahwa meski melalui periode yang abu-abu, Ia ingin memperlihatkan bahwa sejatinya jika kita mau lebih dalam lagi memaknai setiap sudut hidup, apapun warna yang terpapar, hal itu bisa dimaknai sebagai sebuah syukur. Sebagai sebuah oranye dari abu-abu, sebuah merah menyala bahkan ketika hitam berkuasa.

Untuk itu aku mensyukuri minggu lalu sebagai minggu yang membuatku takjub akan arti persahabatan.

Kepergian Iwan membuatku merenung atas apa yang telah kami lewatkan sebagai sahabat di masa lalu. Ketika aku menenun tulisan yang kupersembahkan khusus untuknya, tis76, aku membiarkan alam pikirku kembali ke masa TK dulu lalu melompat ke SMA ketika kami bertemu lagi dan tentu saja masa-masa di Citraweb sejak pembentukan hingga ketika aku memutuskan untuk pergi dan pindah ke Australia, akhir 2008 lalu yang terakhir adalah pertemuan kami pada bulan Maret 2015 silam.

Semuanya terulas dalam benak, tertera dalam tulisan dan mengembara dalam perhatianku untuk sementara waktu yang membuatku bersyukur betapa persahabatanku dengan Iwan terbubuhi banyak cinta.

Tak hanya dengan Iwan, kepergiannya menyeretku untuk kembali berhubungan dengan kawan-kawan lain yang juga berbagi duka denganku.

Aku menghabiskan bermenit-menit lamanya untuk menghubungi kawan-kawan di Jogja entah itu untuk mengabarkan kepergian Iwan ataupun untuk bertanya prosesi perkabungan hingga kremasi yang diadakan Rabu lalu. Malah ada kawan yang sama sekali tak pernah berhubungan, meski tak bermusuhan, sejak hampir lima belas tahun lalu dan kami kembali terhubung karena penghubung kami dulu, Iwan, telah tiada.

Peristiwa itu benar-benar memberikan kelegaan bagiku bahwa ‘Hey di tengah sulitnya mendapatkan kawan yang benar-benar baik di Australia, kamu harusnya berbangga punya sahabat-sahabat kokoh meski berada di seberang benua dan samudra’ dan sejatinya mereka memang tak pernah pergi, tak kan pernah bisa sama sekali.

Tuhan juga makin menguatkan betapa aku harus memaknai minggu kemarin untuk arti persahabatan melalui kiriman foto sahabat lawas, Heribertus, yang akrab kupanggil Gorgom.

Kawan yang pernah tinggal sekamar dan setelah dirunut ternyata masih ‘bau sadara’ ini mengirimiku foto yang sangat sederhana. Aku tampak bersama kawanku yang lain Nonot dan Epik sedang menikmati acara Pesta Pelajar Majalah Hai yang diadakan di Stadion Kridosono, Mei 1996, saat aku lulus SMA.

Pesta Pelajar Hai 1996, aku yang mengenakan helm bersama Nonot (kiri) dan Epic (kanan)...

Pesta Pelajar Hai 1996, aku yang mengenakan helm bersama Nonot (kiri) dan Epic (kanan)…

Pada masanya, acara itu memang hits sekali dan hampir semua ‘kawula muda’ Jogja 90an waktu itu tumpah ruah di pesta yang digelar tiga hari lamanya itu!

Ketika foto kuunggah di Facebook, ramailah orang-orang berkomentar di bawah paparannya!

Orang-orang yang kukenal belakangan merasa takjub betapa aku pernah memiliki tubuh seceking dan wajah selegam lusuh itu! Sementara orang-orang ‘dulu’ asyik mengomentari tak hanya foto tapi juga moment-moment yang terjadi di sekitar saat foto ini dibuat. Uniknya, ada satu orang, Rosye, yang adalah kawanku ketika sama-sama duduk di bangku SMA (dia di SMA Stella Duce 1 dan aku di SMA Kolese De Britto) dan saat itu ia ada di tempat acara dan kini ia ada di Sydney dan menjadi kawan dekatku juga!

Momen itu adalah momen yang membuatku takjub. Aku boleh kehilangan sahabat seperti Iwan, tapi di saat yang bersamaan Tuhan memintaku untuk sadar bahwa aku tak boleh terlalu bersedih karena masih banyak kawan lain meski satu sama lain tak kan pernah saling bisa mengganti dan tergantikan.

Entah kenapa pula, load pekerjaan minggu ini seolah mengerti perasaanku.
Meski banyak proyek baru dan beberapa issue kecil ada di proyek yang sedang berjalan, tapi secara umum, semua dapat kuselesaikan sesuai jadwal atau setidaknya ketika harus kuundur beberapa hari berikutnya, tanpa kusertai alasan, klien mengerti dan menurut saja. Tiada yang lebih menyenangkan selain mendapati hal-hal seperti ini terjadi!

Semoga pelajaranku minggu lalu membuat pencerahan bagi kalian bahwa sekelam apapun warna waktu yang sedang kau hadapi, hadapilah dengan senyuman!

Selamat mengikuti minggu yang baru. Tuhan berkati!

Dipublikasikan pada Hari Minggu Paskah VII, bertepatan dengan Hari Minggu Komunikasi Sedunia, pada pesta peringatan Santo Paskalis Baylon, Pengaku Iman

Salah satu klienku minggu kemarin bilang caraku 'meletakkan' pensil di lubang telingaku sangat unik dan orisinal hahaha!

Salah satu klienku minggu kemarin bilang caraku ‘meletakkan’ pensil di lubang telingaku sangat unik dan orisinal hahaha!

Sebarluaskan!

1 Komentar

  1. Lihat foto diatas gak nyangka kalo dulunya Donny kurus, hehe…
    Oh ya tempat meletakkan pensil itu orisinil, perlu didaftarkan ke haki, haha…

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.