Minggu lalu aku mengubah keputusanku!
Kalau dua pekan sebelumnya aku memilih untuk menahan rindu kepada Mama dengan alasan bahwa uang yang kupakai untuk membeli tiket pulang-pergi bisa dipakai untuk membantu Chitra, adikku, membiayai perawatan Mama, Rabu lalu aku memutuskan untuk pulang ke Indonesia, enam hari lamanya!
Pemicunya adalah karena keinginan untuk bertemu denganku akhirnya terucap dari bibir Mama sendiri. “Aku pengen ketemu Donny. Apa aku masih sempat (bertemu denganku)?” begitu kata Chitra lewat Whatsapp rabu pagi.
Aku tak menunggu waktu lama untuk berpikir, “Ini saatnya! jangan sampe terlambat!” tegurku dalam hati. Sepulang kerja, aku berdiskusi dengan istriku dan ia sepakat, aku harus pulang!
Atasanku yang memang sudah kuajak ‘rasan-rasan’ sejak sebulan silam ketika keadaan Mama memburuk, juga langsung bilang, “Go for it! Do what you need to do for your family and Mum!”
Mulus?
Hingga jumat pagi tampaknya demikian, tapi telepon Joyce, istriku, pada sekitar jam 11 siang, Jumat hari ketiga belas bulan ini mengubah semuanya!
Bagai petir di siang bolong, ia mengabarkan bahwa pasporku akan habis masa berlakunya kurang dari enam bulan… Ini berarti, aku akan mudah untuk pulang ke Indonesia tapi aku ngga akan bisa balik lagi ke Sydney kalau pasporku tak kuperpanjang!
Istriku panik, dan aku lebih panik lagi!
Setelah melalui drama yang agak memusingkan dan memuakkan, aku tak bisa memperpanjang paspor dari Sydney dengan alasan stok buku paspor habis di kantor Konsulat Jendral RI di Sydney!
Aku berjanji, tak lama dari sekarang akan kuceritakan detailnya, tapi aku masih menunggu mood untuk menuliskan hal yang sangat tak menyenangkan itu! Tunggu ya!
Tanpa paspor baru, aku berada di persimpangan….
Kalau aku nekat pulang ke Indonesia, itu berarti aku harus memperpanjang paspor di sana sejadinya… sedangkan kalau aku memilih menunggu stok buku paspor tiba dan baru pulang ke Indonesia sesudahnya, aku khawatir Mama tak kuat lagi menungguku dan ide besar untuk pulang menjenguknya akan sia-sia…
Aku lantas berkeputusan. Sambil santap siang, aku berniat untuk tetap pulang ke Indonesia apapun yang terjadi. Joyce menghargai keputusanku dan siang itu juga kami menuju ke travel agent untuk menfinalisasi order tiket.
Satu persoalan selesai dengan sebuah keputusan yang tak ringan untuk kutetapkan!
Pekerjaanku minggu lalu berjalan mulus, setidaknya jauh lebih mulus ketimbang dua atau tiga minggu yang lalu.
Badai selepas pergantian kapal yg pernah kuceritakan mulai mereda. Kini aku mulai bisa berdiri menjadi nahkoda dan berani berteriak lantang pada setiap badai bahwa akulah nahkodanya saat ini, siap berlayar dan bergelut dengannya untuk memenangkan pertarungan demi pertarungan.
Hubunganku dengan klien juga sangat menyenangkan. Perhatian yang mereka berikan kepadaku tentang kesehatan Mama luar biasa! Mereka memperhatikanku, tak hanya karena aku selalu memberikan solusi untuk persoalan-persoalan mereka saja. Mereka memanusiakanku!
Hal yang menyenangkan lainnya terjadi karena aku akhirnya mendapatkan lebih dari 100% target bantuan/sponsor untuk Leukaemia Foundation; sebuah gerakan social bertajuk The Greatest Shave.
Banyak kawan kantor mendonasikan uang dan di hari terakhir sebelum aku menjalankan janjiku untuk memangkas habis rambutku, mama mertua dan istriku juga ikut menyumbang, tak sedikit tapi tak perlulah juga kusebut jumlahnya.
Dan inilah fotoku setelah terpotong habis rambutku!
Inilah kali pertama dalam hidupku aku segundul ini dan menikmati sensasinya sepertinya aku berpikir untuk memangkas rambut segundul ini lagi lain waktu!
Minggu lalu kututup dengan manis karena aku membawakan pengajaran di komunitas persekutuan doaku, PDKK Epiphany, Sydney. Materi yang kubawakan tentang tujuh pesan terakhir Yesus ketika disalib, dibilang bagus oleh banyak peserta yang hadir dan membawa pencerahan.
Di depan umat yang hadir, aku berjanji untuk mengunggah materi di internet tapi sepertinya janji itu harus kutunda semingguan karena keesokan harinya, tadi pagi, aku harus berangkat pulang ke Indonesia…
Aku mensyukuri minggu ini teramat sangat. Meminjam kata-kata Andrew Chan, terpidana mati kasus narkoba yang sekarang sedang menanti dibunuh di Nusakambangan, Aku adalah bukti bahwa Yesus hidup!
Salam dari Bali!
Saya sedang transit beberapa waktu lamanya sebelum pergi ke Jogja malam ini untuk bertemu Mama…
Dipublikasikan pada perayaan Hari Minggu Prapaskah IV, hari pesta nama Santa Louisa de Marillac dan Santo Klemens Maria Hofbauer
hmmm stock paspor habis? Alasan yang tidak bisa diterima akal sehat.
Di satu sisi aku bahagia tinggal di Tokyo dengan KBRInya yang cukup sigap membantu. Hari Senin aku urus, dijanjikan hari Rabunya selesai. Belum sampai rumah senin sore itu aku sudah dapat email bahwa paspor sudah selesai dan bisa diambil kapan saja. Berarti kalau perlu, aku bisa tunggu saat itu juga.
Enjoy waktumu dengan mama. Salam untuk mamak dan chitra.
don, ikut seneng kamu akhirnya pulang dan ketemu mamamu. :)
Iya, kami juga ngga bisa perpanjang passpor karena bukunya habis. Katanya sudah diminta ke Kemlu dari January tapi belum juga datang. Lalu kami disuruh kontak kedutaan di Canberra jika urusannya mendesak. Karena kami sudah pesan tiket pulang bulan Juni, kami telpon ke Canberra di 02 6250 8600. Katanya jam kerja untuk bagian paspor hanya jam 9 sampai jam 1 siang. Tapi kami coba telpon dari jam 9.30 – 12.00 sampai 11 kali tetap tidak diangkat juga.
Ya sudah, kelihatannya memang sudah waktunya pindah kewarganegaraan.