Lebaran telah lewat beberapa hari.
Sebagian orang di Indonesia berbahagia karena pembantu telah kembali dari libur Lebaran, sebagian lain masih deg-degan karena pembantu kesayangan tak kunjung datang! Janjinya hanya seminggu padahal?
Setiap libur hari besar, utamanya sih Lebaran, lewat Facebook aku mengamati betapa ketergantungan kita itu sebenarnya tak hanya pada udara, air, dan hal-hal mendasar lainnya, tapi juga pada orang yang selama ini tak pernah kita sangka justru pada dirinya kita bersandar dan bergelantungan dengan nyamannya. Sosok itu adalah pembantu.
Tapi tenang, dulu aku juga begitu kok.
Dari kecil, aku sama dengan kalian, tak pernah bisa merasakan hidup serumah hanya dengan keluarga saja. Selain Papa, Mama dan adikku Chitra, selalu ada seorang pembantu yang tinggal di atap yang sama.
Kalau usianya muda, Mama menyuruhku memanggil Mbak atau kalau sudah tua Mbok. Mereka biasanya berasal dari desa tak jauh dari Kebumen, kota tempat tinggalku dulu. Seorang yang kerap jadi suruhan Papa mencarikan pembantu mengantarnya entah itu diboncengkan motor atau naik becak.
Setelah dikenalkan kepada Mama, sang pembantu telah dipersiapkan sebuah ?masa orientasi? berupa pengenalan seluk-beluk rumah, ruang mana dan lemari atau apapun yang tak boleh dimasuki dan sentuh serta apa-apa yang harus dikerjakan.
Tak lupa Mama memberi beberapa lembar daster serta sendal jepit rumah serta handuk dan peralatan mandi yang disediakan di kamar kecil nan pengap si pembantu tadi.
Oh ya, tak lupa beberapa sachet bedak anti bau badan pun diberikan.
Untuk yang satu itu, Mama selalu berujar, ?Ini dipakai setelah mandi ya!?
?Nggih, Bu!?
?Aja lali lho!?
Pembantu yang sial, mereka akan berlama-lama bekerja dengan keluargaku. Yang paling lama seingatku, mengabdi selama enam tahunan.
Mereka yang beruntung biasanya hanya sangat sebentar bekerja. Bisa sebulan, bisa tiga bulan dengan alasan yang beraneka rupa mulai dari ?Dapat kerjaan di Jakarta?, ?Disuruh bantu Pakde untuk panen di desa? sampai ?Dilamar sama si Joko tentangga desa!?
Kamu terusik dengan kata sial dan untung di paragraf atas??Wajar…
Namanya juga pembantu, jasanya dipakai oleh keluarga untuk apa saja meski beruntung, aku, Papa dan Chitra tak pernah suka masakan pembantu, jadi untuk hal yang satu ini, mereka boleh prei barang sejenak dan kesejenakan itu bisa begitu tak terasa karena sebagai pembantu seperti halnya pembantu kalian, ia harus siap membantu kapan saja.
Pembantu terakhirku dulu adalah seorang setengah baya, datang pagi pulang sore hari. Ia pada akhirnya dikeluarkan oleh Mama bukan karena apa-apa tapi karena Mama malu tak mampu membayar uang gaji bulanan setelah ekonomi keluarga hancur pada 1998 sementara si pembantu itu karena saking baiknya perilaku keluargaku terhadapnya, rela untuk terus membantu hingga beberapa minggu meski tak dibayar.
Sejak saat itu, kami tak pernah memakai jasa pembantu lagi.
Sewaktu aku pindah ke Australia, 2008 silam, ketika aku pamer kegiatanku mencabuti tanaman di kebun belakang rumah, seorang kawan pernah berkata, ?Duh, sarjana informatika kok jadi tukang cabut tanaman!?
Aku hanya tersenyum sinis membaca komentarnya. Mentalitas orang yang telah sedemikian lama berkubang dalam kesalahan ?teknis? soal strata pekerjaan di masyarakat yang masih sangat kental sistem ?kekastaannya? memang tak mudah disembuhkan.
Orang-orang seperti itu biasanya berpikir bahwa pekerjaan berkebun, cuci piring, cuci gelas adalah pekerjaan pembantu. Sama halnya dengan orang yang pantas dikasihani karena berpikir bahwa mengganti popok, memberi susu dan menyiapkan sarapan anak adalah tugas istri.
Padahal hidup di Australia dan banyak negara maju lainnya tak mengenal istilah seperti itu. Semua berhak dan wajib melakukan apapun kewajibannya; hidup penuh tantangan karena nyaris semua hal harus dikerjakan sendiri tanpa bisa mengharapkan jasa pembantu.
?Oh kalau begitu orang-orang di negara maju itu sebenarnya kasihan ya karena kalian nggak kuat mbayar pembantu!?
Bisa jadi benar dan memang kenyataannya demikian meski ada hal lain yang perlu diluruskan. Penggunaan jasa pembantu di negara ini bukannya tidak ada sama sekali. Tapi selain sangat mahal karena tenaga manusia dihargai sangat tinggi, aturan-aturan perburuhan membuat orang berpikir berkali-kali lipat untuk memutuskan menggunakan jasa pembantu.
Menggunakan jasa pembantu di sini tak bisa sebebas kalian di Indonesia. Ada begitu banyak kaidah-kaidah penghormatan hak hidup mereka yang membuat kalian barangkali berpikir, ?Ih, kok segitunya?!?
Mau tau apa saja?
Ini hanya contoh-contohnya.
Kalau pembantu sakit, ia harus tak bekerja.
Kalau orang tua si pembantu sakit dan tak ada yang merawatnya di rumah asalnya, kita harus mengijinkan ia pulang.
Kalau sudah lepas jam kerja ya tak bisa disuruh-suruh lagi bekerja.
?Loh, di Indonesia juga begitu kok!?
Oh maaf satu lagi kelupaan. Jadi, kalau kita tak memberi hak-hak itu kepada mereka, pembantu tadi berhak melaporkan kita kepada yang berwajib dan kita siap dihukum mulai dari denda hingga penjara.
?Ih kok segitunya??
Nah bener kan!!!
Mungkin karena itu semua, mahal dan ribet, akhirnya banyak orang di sini berpikir untuk tak menggunakan jasa pembantu sama sekali dan melakukan semuanya sendiri.
Jadi mau berpangkat tukang jaga toko hingga CEO, urusan ngepel dapur, ganti popok anak bahkan hingga cabutin rumput di taman, semua adalah pekerjaan yang tak menyinggung pangkat dan jabatan serta jenis kelamin.
Tapi Indonesia pun bergerak ke arah yang lebih maju dan salah satu indikator tak resminya kulihat dari semakin sulitnya kita mencari pembantu.
Kemajuan di berbagai sektor perekonomian telah membuat para pembantu memiliki pilihan lain untuk bekerja. Banyak dari mereka yang memilih bekerja di UKM-UKM di desanya bahkan ada juga yang memilih mulai berwiraswasta!
Banyak kawan bilang mencari pembantu itu seperti mencari jarum di antara tumpukan jerami. Kalaupun ketemu, belum tentu ia pembantu yang baik.
Ketika akhirnya ketemu yang baik, gajinya langsung minta tinggi karena kata makelarnya, ?Ini orang baik dan Ibu susah kan nyari pembantu??
Karena akhirnya bosan mencari dan terus mencari tapi tak dapet-dapet, atau karena ongkos gaji pembantu tak terjangkau lagi, beberapa orang akhirnya memutuskan untuk tak lagi menggunakan jasa pembantu.
Banyak kawan di Indonesia akhirnya merasakan nikmatnya hidup tanpa pembantu, tanpa ada orang lain di bawah atap yang sama.
?Ya meskipun tangan jadi pada kering karena terlalu sering kena sabun cuci piring, Don!?
Atau ada juga yang komen begini, ?Percuma juga sih selama ini gw bilang anak gw bukan anak sapi karena netek ke gw tapi kalau main-main ya sama pembokat. Sekarang gw bisa klaim anak gw bukan anak sapi dan bukan pula anak pembokat!?
Ada juga yang nakal, ?Asik lah ga ada pembokat. Mau bercinta dengan suami nggak perlu bisik-bisik lagi takut kedengeran pembokat dari kamarnya!?
Nah!
itulah revolusi mental!
Mari kejar-kejaran dengan Jokowi!
Jangan sampe kita keduluan dia jadi orang yang perlu direvolusi mentalnya karena sebelumnya kita telah memulai revolusi itu dengan tidak menggunakan orang lain sebagai jongos, mandiri tanpa ketergantungan pada pembantu!
Eh satu lagi, karena tahu beratnya bekerja jadi pembantu, maka dengan tidak menggunakan jasa pembantu kita telah mengangkat harkat mereka menjadi setidaknya sama dengan kita.
* * *
Tapi wait, wait, wait!
Meski aku telah mampu hidup tanpa pembantu, seorang Ibu dan calon ibu yang adalah anaknya si ibu itu (wah muter-muter bahasanya, maaf!) di Klaten, Jawa Tengah sana tengah kelimpungan mencari pembantu.
Sang ibu sakit keras, tak bisa jalan sehingga tak bisa tidak perlu bantuan pembantu.
Sang calon ibu akan melahirkan anak pertamanya dalam waktu beberapa bulan ke depan dan pasti ia juga perlu pembantu. Pembantu yang sekarang ada telah mengancam untuk keluar karena alasan keluarga, sesuatu yang tak bisa ditawar lagi meski itu dengan iming-iming kenaikan gaji sekalipun.
Jadi, bagi kalian yang punya info pembantu atau perawat yang mau dipekerjakan di Klaten Jawa Tengah, hubungilah aku baik melalui laman ini ataupun facebook karena ibu itu adalah ibuku dan calon ibu itu adalah adikku. Tentu mereka, Ibuku dan adikku tak kan memperlakukan pembantu itu dengan semena-mena karena mereka berdua, sama sepertiku dulu nyoblos Jokowi, agen perubahan si pembawa slogan Revolusi Mental!
waaah di Jepang tidak ada deh pembantu. Orang berjas aja pegang sapu. Dan… mereka maju tanpa perlu gembar-gembor Revolusi Mental hehehe.
Ada kepuasan orang untuk bisa menjajah orang lain meskipun dengan cara mempekerjakan pada urusan domestik. Tidak sedikit kaum priyayi lokal yang mengeluh manakala harus hidup di mancanegara karena terpaksa “zonder bedinde”. Ujian berat bagi yang bermental ndoro.
“exploitation de l’homme par l’homme” kata Soekarno.
Salah satu penyebab pembantu menjadi langka, menurutku karena adanya kesempatan kerja di luar negeri dengan hak dan gaji lebih besar.
Ada tetanggaku, remaja, memilih menjadi pembantu di Singapura karena hanya bekerja pas weekdays, gaji gede (4-6 juta rupiah perbulan), dan majikan tidak bisa menyuruhnya melakukan apapun di luar jam kerja.
Satu lagi, kalau dia disuruh melakukan sesuatu yang bukan job desk-nya, dia bisa meminta uang lebih kepada majikannya.
Duh maaf malah mbahas dari sisi pembantu, bukan dari sisi majikan :D
Nganu mass… nganu… saya kalok balik ke jkt maunya supir aja bisak?
Iyo mas Don, susah tenan nyari pembantu. Nitip sekalian, klo ada yang mau dipekerjakan di bekasi :D. Dijamin, dia juga pemilih Jokowi!
Tahun ini kami sepakat tidak memiliki PRT. Anak-anak sudah mulai besar. Justru mau mengajarkan anak-anak tanggung jawab dengan istana mereka sendiri. Kerjaan rumah dikerjakan aku dan suami. Anak-anak pulang sekolah dijaga oleh papanya yang kerja di rumah. Rasanya kok lebih sreg sekarang. Memang capek, tapi hasil lebih memuaskan dan teratur. Kita pun tidak khawatir dengan kondisi anak.
Sebenarnya tenaga pembantu sekarang sudah harus profesional seperti di luar negeri. Job descriptions harus jelas. Kalau yang hanya menjaga anak balita atau orang tua juga sekarang tidak mau disebut pembantu rumah tangga. Bagiku istilah pembantu itu berarti memang tugasnya hanya membantu. Bukan penguasa dapur, penguasa kebersihan atau penguasa anak. Jadi kita seharusnya memang tidak berharap banyak kepada tenaga pembantu. Tetapi di beberapa keluarga memang yang ada terbalik. Apalagi bagi keluarga yang merasa sanggup-sanggup saja membayar tenaga PRT hingga di atas UMR, berarti mereka memang berharap banyak dari seorang membantu menjadi manager di rumah… :D
Baca tulisan ini jadi ingat tulisan “Being Slashie” :)
Gambarnya bikin pusing kalau dilihat lama2 *salah fokus :D
Saya (kami) sebenarnya termasuk keluarga yang biasa saja, bisa dikatakan kelas bawah. Di lingkungan rumah kami sama sekali tidak punya tradisi menggunakan pembantu. Hingga saat ketika saya menikah dan istri hamil tua. Terjadi periode yang cukup rumit di dalam hidup saya hingga saya menggunakan jasa pembantu. Sekitar 4 kali gonta-ganti, dengan semua permasalahan yang ada, kami pun memutuskan tidak menggunakan jasa pembantu lagi. Dan ternyata, dengan kondisi kami sekarang, hidup tanpa pembantu jauh lebih baik.
Realistis benar kamu, Bli! Begitulah seharusnya, ketika memang perlu ada yang membantu, kita perlu pembantu… ketika semua sudah ok ya nggak perlu lagi. Top! :)
Baru baca nih :) Don kamu lupa menuliskan bahwa di LN walaupun tidak pakai pembantu tp di rumah tangga banyak alat2 yg membantu pekerjaan rumah bisa dikerjakan dng lebih cepat,mudah,praktis misalnya dishwasher,mesin pengering cucian, alat penghisap debu dll yg tentunya di Indonesia juga ada tp mungkin harganya tidak terjangkau di kelas menengah (aku blm pernah lihat dishwasher sm mesin pengering di toko Elektronik di Jogja cr freezer aja blm ktm).Having said that,aku ya ndak punya prt di sini,cuman minta tolong prt tetangga utk nyapu sama ngepel doang sekali tiap senin-sabtu :)
Ah, di Indonesia hal-hal seperti itu mudah ditemui dan harga terjangkau kalau dibanding dengan bayar uang gaji pembantu sekalipun :)
Di Jogja aku bisa beli penghisap debu, dryer, dishwasher dll dimana-mana dengan sangat mudah malah bisa nyicil dengan berbagai macam variant cicilan kok. Kamu kan tinggal di jalan solo, di Carefour juga buanyaaaaakkk freezer dan yang lain2 kok :)
seharusnya orang2 kaya di indonesia cocoknya ngga pake pembantu coz semua pekerjaan bisa diotomatisin. aku pernah masuk ke rumah yg kayak istana tapi tempat cuci piring masih manual, seharusnya dishwasher yg dipake. intinya ya banyak org kaya yg berpikir lebih baik menggunakan pembantu per bulan bayarnya lebih murah dari pada menggunakan yg serba otomatis, berapa biaya listriknya.