Selamat Tahun Baru!
Bicara soal tahun baru, resolusiku di 2019 ini adalah ingin lebih teratur dan terukur dalam menyampaikan opiniku kepada publik. Dan bukannya kebetulan bahwa yang kujadikan landasan untuk mendukung hal itu adalah apa yang dilakukan Bunda Maria yang hari ini diperingati seluruh dunia oleh Gereja Katolik sebagai Bunda Allah.
Dalam Kabar BaikNya hari ini Lukas Penginjil melukis:
Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya. (lih. Lukas 2:19)
Ketika itu Maria menerima kabar dari para gembala bahwa sebelum mereka tiba di palungan Yesus, mereka berjumpa dengan para malaikat yang memberitahukan ?warta bahagia? tentang kelahiran Yesus.
Maria bisa saja bereaksi lebih dari sekadar menyimpan dalam hati dan merenung. Ia bisa bersorak-sorak kegirangan karena kabar sukacita itu adalah peneguh imannya. Tapi bisa jadi ia bersama Yusuf, suaminya, ketar-ketir juga karena Herodes menginginkan nyawa Bayi Yesus amat sangat.
Maria tidak melakukan keduanya. Ia menyimpan perkara itu di dalam hati lalu merenungkannya.
Lalu kenapa aku jadi memilih bersikap seperti itu? Adakah aku akan jadi ?hilang kritis? dan lebih banyak ?diam??
Tidak juga! Mari kusajikan alasannya dulu.
Yang paling masuk akal dan bisa kubagikan barangkali karena tahun 2019 ini adalah tahun politik. Ada begitu banyak percakapan di media sosial hingga warung-warung kopi dan bahkan dalam mimbar-mimbar agama yang seolah hanya terisolasi pada ranah perayaan pesta demokrasi lima tahunan yang akan diadakan April mendatang itu saja!
Membosankan? Kadang memuakkan!
Lagipula tak semua percakapan itu bermutu, malah banyak yang isinya saling menghujat serta menjatuhkan melalui cara-cara yang tak elegan. Aku terkadang juga terpancing untuk melakukan hal yang sama; menghujat dan memperkeruh suasana dan apabila hal itu kulakukan maka apa yang bisa menjadi pembeda antara aku dengan mereka?
Hal lain yang juga memberiku pengaruh untuk berani ber-resolusi adalah yang kupelajari dari kasus ?nisan salib yang digergaji? di Kotagede yang menyeruak akhir tahun lalu.
Sebagai umat Katolik, aku ?panas? mendengar kabar itu. Sempat terpikir untuk menyampaikan ekspresi dengan begitu lugas karena menganggap hal itu adalah ketidakadilan.
Tapi lantas seseorang menghubungi melalui jendela pribadi dan mengajakku untuk melakukan sebaliknya, memberikan warta menyejukkan meski hati panas saat menyampaikan.
Ternyata hal tersebut tak mudah. Awalnya aku berontak dan tak meng-iya-kan ajakannya tersebut. Namun akhirnya aku berpikir, andai aku menyampaikan pendapatku yang frontal, adakah hal itu justru tak membuat jurang perpecahan makin lebar dan imbasnya ya kepada mereka-mereka, kaum Katolik yang ada di tempat-tempat rawan akan semakin ketakutan?
Aku menyimpan dalam hati, merenungi lalu lahirlah tulisan yang berjudul ?Tentang salib yang digergaji” itu. Bersyukur tulisan itu dibagikan dan katanya lumayan mencerahkan serta mendinginkan hati, meski tak sedikit juga yang mengatakan aku tak punya nyali!
Sejak saat itu, aku menatap mantap! Sudah saatnya aku ?naik kelas? dengan semakin bisa mengatur bagaimana mengekspresikan pendapat melalui proses menyimpan dalam hati dan merenungkannya seperti yang dilakukan Maria yang kita peringati di hari pertama tahun ini.
Selamat Tahun Baru!
Sydney, 1 Januari 2019
0 Komentar