Religiositas Mukjizatiah

24 Feb 2023 | Cetusan

Pesan Paus Fransiskus baru-baru ini seperti kusalin dari Hidup Katolik ini menamparku! “Jangan berlindung pada religiositas yang terdiri dari peristiwa luar biasa dan pengalaman dramatis, karena takut menghadapi kenyataan dan perjuangan sehari-harinya, kesulitan dan kontradiksinya…”

Ada sebagian orang yang memandang Tuhan dan agama hanya terkotak pada prinsip bahwa semakin kita beriman, semakin Tuhan akan mempersilakan kita melihat, merasa dan mendengarkan mukjizat-mukjizatNya melalui hal-hal besar dan luar biasa!

Orang yang disembuhkan dari kanker. Orang yang dibikin melihat setelah sekian puluh tahun tak bisa melihat. Orang yang bisa kembali berjalan setelah lumpuh di kursi roda dan masih banyak lagi.

Salah? Tidak!
Tapi kuasa Tuhan tak hanya melalui hal-hal yang kita rasa besar seperti itu. Kalau mau, Tuhan bisa saja melakukan semua itu tapi pertanyaannya, kalau Dia tidak berkehendak, apa lantas kita berhenti untuk percaya sebagai tanda ngambek bahwa Tuhan tak berbela rasa?

Dan melekat pada apa yang dikatakan Paus, apakah kita hanya mau percaya pada “kuasa” karena sejatinya takut menghadapi kenyataan perjuangan sehari-hari dan kesulitan dan tantangan-tantangannya?

Sikap di atas, kubahasakan sebagai sikap Religiositas Mukjizatiah.

Lalu bagaimana baiknya?
Mencari Tuhan dalam segala hal dan melihat karyaNya dalam setiap wajah kehidupan yang kita hadapi setiap hari. Kurasa ini adalah inti dari pernyataan Paus. Aku yakin karena Paus Fransiskus adalah seorang Yesuit dan aku dulu murid sekolah Yesuit yang kerap diajari tentang ini hehehe…

Pernah aku datang menjenguk kerabat yang menghadapi stasi akhir hidup karena kanker. Pada akhirnya dia meninggal dunia dengan tenang. Tidak ada mukjizat kesembuhan yang turun atasnya tapi aku melihat kekuatan Tuhan pada perjuangannya untuk tetap beriman di tengah sakit yang kadang tak tertahankan hingga akhir.

Pernah, dan sering, aku melihat seorang lumpuh yang duduk di kursi roda tapi giat bekerja dan beraktivitas seolah ia tak punya kelemahan. Mencari Tuhan dalam kondisi seperti itu tidak melulu tentang bagaimana suatu waktu ia akan dibuat berjalan tapi justru dengan keadaannya yang mungkin permanen, tapi Tuhan membentuknya jadi kuat tanpa mengesampingkan kelemahan dan keterbatasannya.

Pada akhirnya, kita diajak untuk melihat diri kita sendiri. Jelas kita tidak sempurna dan punya keterbatasan sendiri-sendiri. Kalau Tuhan mau memberikan mukjizat untuk menghilangkan semua keterbatasan dan kelemahan kita melalui cara-cara luar biasa ya bisa saja tapi mau sampai kapan membatasi harapan dan kuasa Tuhan hanya pada hal-hal seperti itu? Mari bergerak dan terus maju menghadapi hidup seberat apapun itu dan dalam pergerakan tersebut kita bisa melihat dan merasakan Tuhan…

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.