[Q&A] Kalau kalian semua pengen jadi bos, lalu yang jadi buruh siapa?

15 Jun 2015 | Cetusan

blog_qa

Muhammad Ikhwan (? buka laman facebooknya) adalah seorang pembaca setia blog ini!

Ia tak hanya datang dan membaca, tapi kerap dalam percakapanku dengannya di Facebook, ia banyak mengutip tulisan-tulisanku yang membuatku justru kadang berpikir, ?Hah? Masa sih itu tulisanku? Apa aku sehebat itu bisa menuliskan pandangan-pandangan yang kuat seperti yang dikutipnya??

Ikhwan, setahuku, adalah orang Jawa tapi?tinggal di Malaysia dan berprofesi di bidang IT.?Seminggu yang lalu, aku minta ia untuk menuliskan komentar di tulisan ini. Tapi alih-alih berkomentar seperti halnya orang lain berkomentar, ia malah mengirimkan pertanyaan-pertanyaan kepadaku yang kupikir bagus juga kalau kutampilkan sebagai tulisan baru; tentu yang bau-bau IT juga.

Jadi, nikmatilah tulisanku kali ini. Kuyakin, meski bercorak IT, tapi gambar besar dari jawaban-jawabanku atas pertanyaannya adalah hal yang berbau umum dan awam.

Thanks Ikhwan untuk kiriman pertanyaannya dan kesetiaanmu untuk terus membaca blog ini. Suatu saat nanti, seijin Tuhan, kita pasti bertemu secara langsung entah dimana dan kapan.

 


QAku ingat tulisanmu yang ini kalimatnya; kalau kerja di bidang programming itu yang kita harus bisa bahasa programming karena akan berhadapan dengan bahasa pemrograman. Dan kita tahu banyak developer atau programmer di Indonesia yang bagus-bagus tapi ada kendala di bahasa Inggrisnya. Nah itu bagaimana?


ABegini Bro.
Secara umum, orang lebih mudah belajar Bahasa Inggris ketimbang bahasa pemrograman.

Belajar bahasa pemrograman, kamu perlu logika di kepalamu. Perlu konsep yang melatari cara kerja bahasa pemrograman itu, mau object oriented atau yang lainnya. Belajar Bahasa Inggris, yang kamu perlukan sebenarnya cuma banyak-banyak nonton film berbahasa Inggris dan berani omong dengan orang-orang yang datang dengan latar belakang Bahasa Inggris.

Lagipula, karena hampir semua referensi bahasa pemrograman adalah dalam english, yang aku takutkan sebenarnya bukan soal Bahasa Inggris yang dijadikan kendala, justru adalah rasa tidak percaya diri dari developer-developer itu untuk ber-cas-cis-cus dalam english. (Simak tulisan lawasku tentang pengalaman ber-Bahasa Inggris saat datang pertama kali ke Australia)

Nah, kalau soal bahasa saja tak percaya diri, bagaimana kita bisa percaya pada hasil kerjaannya secanggih apapun orang itu dalam skill set-nya, kan?

 


QApa opini kamu tentang web accessibility untuk disabled dan elderly people?


AWeb accessibility selalu jadi hal yang sangat penting dan bagian yang tak bisa dipisahkan dari pengembangan web sejak awal mula. Tapi jujur aku secara pribadi tak pernah terjun dan terlalu memperhatikan web accessibilty untuk diasbled dan eldery people dengan berbagai macam alasan. Aku tahu apa yang kulakukan ini tak benar, semoga ke depannya aku lebih peduli atau setidaknya kalian yang membaca tulisan ini jadi sadar bahwa web accessibility adalah penting…

 


QKamu kan jadi team leader. Apa pendekatan kamu ketika bekerja dengan mereka dan apa yang kamu sarankan supaya mereka tidak keluar dari kontrol?


APendekatanku adalah mendekati mereka, hehehe?
Aku harus merasa haus terhadap semua project yang statusnya WIP (work in progress) , aku harus tahu apa yang akan dikerjakan team member setiap harinya dan satu-satunya cara adalah dekat dengan mereka.

Metode yang bisa kugunakan untuk itu, menurutku adalah agile/scrum yang kuintegrasikan dengan metode WIP meeting seminggu sekali. Dari stand-up meeting harian aku tahu apa kesibukan mereka hari itu, dari WIP meeting aku tahu seberapa efisien kesibukan mereka per hari memberikan kontribusi maksimal pada penyelesaian proyek.

Aku juga selalu memulai proyek dengan dokumentasi yang jelas dan harus dijelaskan ke seluruh anggota tim. Dari situ semua sebenarnya bisa mudah dianalisa apakah seseorang masih berada dalam kontrol atau sudah menyerong tak tentu arah.

 


QGimana working culture disana?


AWorking culture yang gimana nih? Aku pernah menuliskannya sedikit di sini.

Secara umum sih orang bekerja di sini sangat menghargai perimbangan antara hidup dan kerja. Artinya, seorang pekerja diharapkan juga memiliki ?kehidupan? di luar pekerjaan.

Implementasi dari prinsip itu nampak pada hak-hak pegawai untuk misalnya, nge-gym pada saat jam istirahat, pulang tepat waktu, cuti ini dan cuti itu, berhak untuk tak bisa dihubungi saat sedang tidak di kantor terlebih saat weekend dan lain sebagainya.

Di sini, perusahaan juga sangat memperhatikan perngembangan skill individu pegawainya, setiap pegawai berhak untuk berkembang secara skill dan perusahaan wajib memperhatikan pemenuhan kebutuhan untuk itu.

Beberapa kali aku dapat training dan itu sangat berguna. Kadang aku mendapatkannya secara cuma-cuma, tapi kalaupun bayar sendiri, biasanya perusahaan akan back up. Maksudku, meski kita ikut training, kita tetap dianggap masuk kerja dan tidak dipotong jatah cutinya.

Team work juga diperhatikan di sini. Sejago-jagonya kamu coding, kalau team work kamu jelek, kamu akan terenyahkan begitu saja?.

 


QMungkin sedikit saran untuk mereka yang mau dan memulai bekerja sendiri? Manajemen waktu, rolling capital, etc


AAku nggak capable dalam pemberian saran untuk mereka yang akan memulai bekerja sendiri karena memang aku berkeyakinan bahwa hidup ini tak harus diselesaikan sebagai pengusaha. Simple cara pikirku, kalau kalian semua pengen jadi bos, lalu yang jadi buruh siapa? :)

Aku sendiri punya jalur hidup yang unik. Memulai karir justru sebagai bos, lima belas tahun lalu, kemudian 2008 silam aku memutuskan keluar untuk bekerja ?ikut orang?.

Bukan! Bukan karena perusahaan yang kupimpin gagal karena bahkan hingga kini, perusahaan yang dulu kubidani itu malah bertambah besar dan kian besar. Oh ya, terkait hal ini kamu mesti baca tulisanku yang lainnya di sini tentang bakar kapal dan menjadi wiraswastawan.

 


QAda tips on how to assemble and develop good/awesome engineering team?


ASaat ini orientasiku bukan untuk membuat sebuah tim kerja yang bagus dalam artian yang bisa dipertahankan dari proyek ke proyek.

Tuntutan bisnis akhir-akhir ini seolah memintaku untuk menjadi orang yang mampu mencari talent untuk membentuk dan membongkar tim kapanpun proyek mulai/selesai.

Jadi, kalau kamu bertanya kepadaku, tim yang baik bagiku adalah tim yang bisa dengan cepat kubentuk dan bisa dengan cepat menyelesaikan proyek dan aku tak mengalami kesulitan ketika aku harus membubarkan tim tentu dengan hasil pekerjaan yang optimal.

 


QSampai kapan mau bekerja untuk orang?


ATergantung tempat.
Kalau di Indonesia, bekerja untuk orang terlalu lama itu seperti membiarkan tungkai kakimu dihisap lintah! Kamu tak sadar tapi lama-lama mati lemas kehabisan darah.

Secepat mungkin, kalau memungkinkan beralihlah dari pekerja menjadi pengusaha.?Kalau tak memungkinkan atau tak suka, carilah kemungkinan lain untuk mencari pekerjaan di perusahaan besar dan kalau bisa multi-nasional karena setidaknya di sana peluang untuk mengembangkan karir dan melebarkan koneksi jauh lebih mudah.

Kalau ingin ikutan pindah ke luar negeri, ah itu ide bagus juga!

Kalau di Australia, banyak orang bilang (dan aku sendiri membuktikan) bekerja dengan orang sebagai buruh adalah sebuah kenyamanan yang kadang justru tak didapatkan oleh pemilik usaha. Hak-hak buruh dilindungi dan pengusaha harus mencukupi hak-hak tersebut.

Kalian mungkin mencap pemikiranku ini adalah pemikiran bodoh, tapi sebagai buruh kita berhak atas berbagai macam jenis cuti mulai dari cuti melahirkan/punya anak, cuti sakit, cuti untuk kepentingan keluarga, cuti tahunan. Kita juga berhak atas kompensasi kalau kita mengalami injury di tempat kerja dan ada banyak hak lain lagi yang bisa kita dapat sedangkan kewajiban kita hanya satu: bekerja.

Dan kalau kalian mau tahu,perbedaan mencolok dari seorang pengusaha dengan range low to medium dibandingkan dengan buruh yang berkarir bagus justru bukan pada gaji.

Tapi kenyataan bahwa bagi pemilik usaha, mereka berhak datang ke kantor kapan saja sedangkan pegawai sudah ada jam datang dan pulangnya. Nah, kalau hanya itu lantas dimana keistimewaannya?

Sebarluaskan!

2 Komentar

  1. Hak-hak pekerja yang banyak itu kalau terealisasi sungguh nyaman jadi pekerja. Masalah kita di Indonesia memberikan hak-hak pekerja sangat sulit dilakukan pengusaha. Makanya demonstrasi pekerja menuntut haknya gak pernah berhenti.

    Balas
  2. Lama banget tak mampir kemari, sy jarang ngeblog juga soalnya :-D
    Senang pastinya punya pembaca setia, bisa interaksi berkelanjutan.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.