Seorang adik angkatan di SMA Kolese De Britto dulu, beberapa hari yang lalu memberitahuku lewat jendela messenger bahwa ia baru saja mem-fotokopi tulisanku yang berjudul ?Dulu aku memilih Prabowo? sebanyak 250 lembar dan dibagi-bagikannya lembaran itu pada tetangga desanya yang tidak mengenal internet sehingga tidak mungkin mengakses blog ini.
?Ijin share, Bung! Biar mereka tersadarkan!? katanya.
Bagiku itu luar biasa!
Keadaan infrastruktur internet di Tanah Air yang buruk dan mungkin disebabkan oleh menteri yang tidak cakap dalam membuat keputusan terkait pembangunan di bidang telekomunikasi dan informasi membuat media semacam ini tampak sedemikian mahal bagi kaum ?grass root?.
Untung kawanku tadi melakukan perbuatan mulia meski secara konservasi alam juga tak kalah nistanya karena itu berarti pemborosan kertas yang adalah hasil olahan kayu hutan.
Seorang lagi, kawan Indonesia yang biasanya bicara sinis tentang negerinya sendiri dimanapun ia diberi ?corong? untuk bicara, malu-malu mengakui kepadaku bahwa akhirnya ia memilih untuk tidak golput dan merapat ke barisan orang benar, Jokowi-JK karena membaca tulisanku yang satunya lagi, Tiga ratus anak bangsa menggedor lantai surga.
Rupanya ia terharu dengan begitu banyaknya anak bangsa diperantauan yang rela datang dan berdingin-dingin di bawah cuaca winter Australia hari Minggu, 29 Juni 2014 kemarin demi Jokowi dan Indonesia, negeri yang tak ditempatinya lagi, yang lebih baik, ?Sementara gw di Indonesia cuek bebek aja? ogah ah! Sekarang gw berani bilang, salam dua jari, hidup Jokowi!?
Blogger-blogger ingusan barangkali akan menanggapi dua fenomena di atas sebagai puncak ketenaran (terlebih beberapa media massa nasional merilis ulang tulisan-tulisanku dan ribuan social media account men-sharenya) tapi bagiku yang telah ngeblog 12 tahun lebih, syahwat tenar adalah sesuatu yang tak menarik lagi.
Kalian boleh berkata aku telah lebih dewasa, tapi ini bukan soal kedewasaan sebenarnya.?Ini lebih sebagai rasa haru dan bangga yang menyeruak karena pesan yang kutulis dan sampaikan di media ini diterima baik dan mampu mengubah pilihan segolongan orang. Atau setidaknya, mereka yang semula sudah mantap memilih ?capres sebelah? jadi berhenti sejenak untuk membaca dan mereka tahu bahwa sebenarnya mereka berada pada jalur yang salah tapi ego mereka terlalu besar ketimbang kebesaran namaku sendiri dalam meyakinkan mereka. Ya sudah, apa mau dikata…
Tulisan-tulisanku yang bernada pemberian dukungan pada Jokowi-JK akhir-akhir ini bagiku adalah kontribusi terbaik yang bisa kuberikan untuk ikut meminyaki putaran roda kampanye kreatif gerakan menuju Indonesia baru yang lebih hebat di bawah Jokowi. Semua kulakukan sejak beberapa minggu lalu secara sukarela, hati yang riang gembira, sadar dan tanpa paksaan dari pihak manapun.
Dan tulisan yang sedang kalian baca ini adalah tulisan terakhirku dalam membela Jokowi-JK pada masa kampanye ini.
Aku telah memutuskan demikian sekadar untuk menjaga kewarasan dalam bersikap bahwa aku bukanlah mereka yang memelihara cinta buta terhadap Jokowi. Aku adalah bagian dari pemilih rasional dan pragmatis yang memilih Jokowi demi Indonesia yang lebih baik bukan demi Jokowi sendiri.
Namun demikian aku tetap tak tinggal diam hingga hari pemilihan tiba.?Aku akan menghubungi orang tua, keluarga, saudara dan kerabat di Indonesia untuk memantapkan diri memilih Jokowi-JK.
Aku akan tetap share tulisan di lini social media, siapa tahu di menit-menit akhir ada lagi yang terbuka mata hatinya dan lompat ke Jokowi-JK.
Tapi sesudah Pilpres? Jika Jokowi menang, akankah aku kembali menulis untuknya?
Jawabannya adalah tidak.
Jika Jokowi jadi presiden, aku memilih berada di ?seberang istana? mengawal pemerintahannya dengan caraku; mengkritik ketika ada yang harus dikritik dan mendiamkannya ketika ia berbuat baik dan benar karena bagiku berlaku baik dan benar adalah suatu kewajaran yang tak perlu diapresiasi.
Pujian barangkali akan kuberikan nanti saat ia lengser dari kepresidenan yang kuharapkan terjadi pada 2024 yang akan datang.
Tapi bagaimana jika Prabowo yang menang?
Jika dia menang, aku akan memilih untuk diam tanda apatis terhadap pemerintahan di Tanah Air.
Apatis itu berarti tidak memuji, tak juga mengomentari bahkan tanpa kritik kecuali di beberapa grup-grup tertutup yang kuikuti atau ketika aku memutuskan untuk menggunakan identitas lain selain yang ada di media ini.
Takut? Kenapa pake anonymous?
Barangkali demikian, tapi bukan takut diculik karena lebih takut kalau mediaku ini diblok dari jaringan internet di Tanah Air. Media ini butuh pembaca dan hingga kini yang terbesar datang dari kawasan Indonesia.
Tapi ketakutan itu nomer sekian karena yang utama adalah justru karena kritik itu seperti halnya pujian adalah cara untuk mengapresiasi; jadi untuk apa aku mengapresiasi pemerintahan yang presidennya tak kudukung dan kupilih serta masih menyisakan banyak ?cerita? di masa lalu terutama soalan HAM? Belum lagi barisan di belakangnya yang begitu didominasi kaum intoleran, yang membuatku merasa untuk melirik saja aku alergi?
Kalau Prabowo menang, aku hanya bisa berharap pada pergerakan di Tanah Air yang semoga mendapatkan momentum yang matang seperti halnya yang terjadi tahun 1998 dan tokoh-tokoh muda seperti Budiman Sudjatmiko, Adian Napitupulu, Anies Baswedan dan juga Basuki Tjahaja Purnama akan menjadi punggawa-punggawanya.
Secara khusus aku ingin berterima kasih atas segala partisipasi kawan-kawan pembaca dan mainstream media di Indonesia yang rela membagikan tulisan-tulisanku terkait Jokowi-JK selama ini juga membantu begitu banyak pergerakan kami di Sydney dalam acara Australia For Jokowi minggu, 29 Juni 2014 lalu.
Mulai besok senin media ini akan kembali menulis hal-hal biasa lagi, sebiasa mungkin tanpa memiliki tendensi ke Jokowi.. sebisa mungkin.
Saatnya melanjutkan kehidupan dalam putaran yang lebih stabil, menikmati sisa musim dingin di bawah selimut bersama anak istri di sini dan menyambut kabar gembira dari Tanah Air terkait kemenangan presiden baru kita, Ir H. Joko Widodo dan rujuknya kembali pasangan suami istri Prabowo Subianto dengan Titiek Soeharto.
? karena bagaimanapun juga, kelanggengan pernikahan itu nomer satu, kalau presiden nomer dua!
Salam dua jari!
kata-kata yang terakhir itu mantap bangett “karena bagaimanapun juga, kelanggengan pernikahan itu nomer satu, kalau presiden nomer dua!” betuull sekali itu….Puji Tuhan keluarga besar kami pun (ortu, kakak, ade, ponakan, mertua, ipar) kompak sama2 pilih no.2, salam 2 jari !!!
videone tetep medhok
Kita pilih Jokowi untuk membantu saudara-saudari kita yang selama ini terpinggirkan.
Salam 2 jari !!!
Thanks mas Donny..
Tulisan anda sangat membantu.
Salam 2 jari..
saya setuju dengan Anda, Mas
saya juga berpikiran untuk beroposisi
dan saya harap kakak angkatan yg di seberang yg pernah ngomong mau jd pengkritik itu cukup jantan untuk menjadi pengkritik jika ndoro yg diikutinya menang
#ningakurayakindhekewani
Wah ya ternyata ketenaran termasuk syahwat .
Saya geli , perut seperti dikelitik.
Jadi kalau Pak Prabowo terpilih jadi presiden yang pertama kali mungkin beliau lakukan adalah memblok blog ini . Itu artinya akan muncul halaman internet positif atau Blockdos atau halaman nawala muncul tiap membuka alamat donnyverdian.net . ^_^ .
Ya… kalau ia jadi presiden :)