“Kita pakai istilah ‘level’ saja!” begitu kata Luhut Binsar Pandjaitan seperti dikutip Kompas terkait dengan perubahan istilah PPKM.
Sebelumnya nggak pake level karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diberi label PPKM Darurat saja. Tapi Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi yang secara ajaib ditunjuk Jokowi jadi Koordinator PPKM ini mengganti pakai tingkatan numeris; 1, 2,3, dan 4.
Sebagai orang User Experience Designer, aku lebih sreg dengan pelevelan numerik ini. Bahasa angka lebih mudah dicerna pengguna untuk membayangkan tingkatan ketimbang kedaruratan yang hanya dijelaskan dengan kata D-A-R-U-R-A-T saja.
Kalau darurat , sedarurat apa?
Kalau dengan angka, oh sedarurat level 4, wah berarti serem!
Atau, oh cuma PPKM level 1 kok, OK lah!
Meski resikonya ya tetap ada! Semua pihak harus sepakat dengan definisi serta parameter tingkatan-tingkatan tersebut. Kalau enggak ya malah makin amburadul dan nanti naga-naganya ya menunggu istilahnya diganti dengan apalah-apalah selanjutnya.
Terkait dengan tingkatan numeris, kalau netizen masa kini lalu mengkaitkannya dengan ayam geprek atau makanan kemasan lain yang dijual menggunakan tingkat kepedasan, aku mengkaitkannya dengan hal yang beda lagi.
Bukan karena aku netizen baheula tapi mungkin karena waktu aku pergi meninggalkan Indonesia, 2008 lalu, ayam geprek belum setenar sekarang dan makanan kemasan dulu dijual tanpa ada level-levean kepedesan. Pedes ya pedes aja kayak PPKM darurat ya darurat aja gitu!
Jadi aku mengkaitkannya dengan karet gelang yang diikatkan pada bungkusan gado-gado ‘Kolombo’.

Kalau kita pesan bungkus bawa pulang (take away) gado-gado super pedas, penjualnya memberi info, “Mas, sing lomboke limolas karet telu… Sing lombok sepuluh karet gelang loro!”
Tapi ada juga warung yang tidak menggunakan karet melainkan klip (staples). Makin pedes, makin banyak klip yang dipasang di ujung bungkusan. Aku sebetulnya nggak terlalu suka model yang beginian karena sering khawatir kalau-kalau ketika membuka bungkusan lalu klipnya malah jatuh ke makanan dan hilang dari pandangan karena bentuknya yang kecil dan logam lalu ketelan dan berabe!
Beda dengan pelevelan PPKM yang (semoga) ada aturan bakunya, pemasangan jumlah karet gelang dan klip terkait tingkat kepedesan waktu itu gak ada aturan baku. Semua tergantung pesan yang disampaikan penjual kepada kita aja. Kita harus mengingat-ingat jangan sampai kebalik bahwa yang karet gelang tiga adalah yang paling pedas dan bukan sebaliknya.
Ngemeng-emeng netizen jogja tahu nggak Kolombo itu apa dan dimana?
Kolombo itu bukan nama kota di Sri Langka lho. Kolombo yang ini ada di Jogja. Coba tanya ke orang-orang Jogja yang usianya sudah 50 tahunan, mereka kalau belum pikun pasti masih ingat. Jangan lupa pake masker dan taati prokes saat tanya sama mereka ya….
Level dan zona warna.
Itu pun berat untuk mengerem laju Covid-19 karena masalahnya kompleks.