oleh Manto*
Romo Magnis pernah menyatakan, politik itu sebenarnya tidak kotor. Politik adalah konsensus bermartabat yang dibentuk untuk mengatur masyarakat dengan suatu cara tertentu demi mencapai kebaikan bagi sebanyak-banyaknya orang. Dengan begitu, politik adalah sebuah institusi kebudayaan yang sejatinya bersih dan mulia.
Jadi, tidak mengherankan kalau first lady Michelle Obama menjelaskan tentang Presiden Barack Obama seperti ini: ?Barack adalah seorang aktivis masyarakat yang sedang mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki oleh politik untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik?. Dengan kata lain, politik adalah sarana potensial untuk mengubah masyarakat (baca: sesuatu yang memberikan pengharapan akan keadaan yang lebih baik).
Namun, sebagian besar dari kita di Indonesia menganggap politik tidak sebersih dan semulia itu. Politik itu kotor! Dan, alih-alih menumbuhkan harapan, politik di Indonesia justru membunuh harapan. Setelah Orde Baru tumbang, misalnya, kita berharap politik di ?Era? Reformasi bisa mewujudkan lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif yang lebih baik dan, terutama, tidak KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Ternyata KKN justru semakin subur di ?Era? Reformasi. Masih mau contoh? Sudah terlalu banyak contoh korupsi di ?Era? ini. Kolusi? Nepotisme? Lah, para politisi kita mana ngerti konsep meritokrasi rasional. Nyatanya, orang-orang yang lebih suka dugem, makek atau nyelingkuhi artis pun bisa jadi fungsionaris partai dan anggota dewan atau pejabat publik lantaran merupakan anaknya tokoh ini atau sepupunya tokoh itu atau mantunya pejabat tinggi embuh. Sudah gitu mereka-mereka ini masih juga sok moralis.
Anggapan bahwa politik itu kotor, di Indonesia, memang tidak bisa dihindari. Sebabnya: tingkah polah para politisi (bukan politikus, lho) yang memang sudah melebih taraf naudzubillah. Masih mau contoh?
Contoh yang masih anget: kursi bikinan luar negeri dan aslinya cuma bernilai 4 jutaan tapi harga akhirnya njebluk jadi 20 jutaan karena ditambah ongkir dan setelah terpasang di Senayan akhirnya cuma jadi tempat tidur para anggota dewan yang sungguh-sungguh amat tidak terhormat. Kata Mas DV, itu kursi buat menyegarkan otak para anggota dewan yang sungguh-sungguh tidak terhormat – karena otak mereka ada di pantat. (May God burn their dirty ass in a million hells!)
Di Indonesia, politik bukan lagi institusi kebudayaan yang bersih dan mulia, tetapi telah menjadi alat pembusukan. Kalau cakra manggilingan memang benar, mudah-mudahan politik di ?Era? Reformasi ini adalah titik terbawah roda peradaban itu sehingga politik bisa kembali kepada khittahnya dan membawakan perubahan ke arah yang lebih baik.
Atau jangan-jangan para politisi kita masih belum terlalu busuk untuk sampai di titik terbawah itu? Gawat….
pemikiran yang positif dan cerdas… suka dengan tulisannya…
kalo politik berani lesehan, itu mungkin agak beda
kita tak pernah menanamkan apa-apa, kita takkan pernah kehilangan apa-apa..
Ejieeeee soe hok gie style:)
Saya adalah salah satu orang yang menganggap bahwa politik itu tidak bagus, entahlah sepertinya susah untuk percaya pada para pelaku politik yang ada saat ini. Sampai kadang saya berpikir, mungkin kita harus ‘menghapus’ sebuah generasi agar budaya jelek dalam dunia politik bisa dibersihkan.
yang kotor itu pelakunya, bukan sistemnya. celakanya, pelaku politik di Indonesia ini kotor, sehingga terciptalah apa yg disebut dengan politik kotor.. :(
Saya kira bukan politiknya yg kotor tp sebagian org yg bermain politik itulah yg kotor , politik itu sarana yg sungguh amat luar biasa untuk mensejahterakan rakyat asal , si pemain politik ini menjaga amanah , intinya jangan anggap atau salahkan politik itu kotor tp sebagian pemain politik itulah yg kotor !
Ini hadits nabi SAW . ” org yg baik adalah org yg bermanfa’at untuk org lain” seharus nya hadits itu untuk landasan politik org” berpolitik !
BEM UIN Habib Maulana Lutfi Bin Yahya Pekalongan
Hmmm.. gitu ya? :)