Tahun 2020 mengajarkan kita bahwa manusia itu ternyata sangat susah untuk dibelenggu.
Sebelumnya, untuk mendapat pelajaran bagaimana sih rasanya hidup dalam belenggu, orang berpikir harus dipenjara terlebih dahulu. Tapi semenjak Pandemik COVID-19, dunia ini jadi penjara sebesar-besarnya. Karena saking mudahnya COVID-19 menyebar, banyak pemerintah negara-negara di dunia menerapkan aturan lockdown dalam jangka area dan waktu tertentu, social distancing antar-penduduk hingga kewajiban mengenakan masker muka kecuali di kediaman masing-masing.
Dibelenggu masker!
Berbeda dengan penduduk di sebagian kawasan Asia yang sudah terbiasa mengenakan masker karena alasan polusi udara, kami yang tinggal di Australia (juga Eropa dan Amerika Serikat) sangat tak terbiasa dalam mengenakan masker wajah.
Masker wajah dianggap sebagai simbol belenggu, “Kenapa wajah harus disembunyikan dibalik masker? Bahkan nafas pun harus dibelenggu?!” begitu tanya kawanku beberapa bulan lalu saat mulai gencar ada ajakan pemerintah untuk mengenakan masker.
Tapi nyatanya mengenakan masker itu memang jauh dari nyaman! Nafas jadi ngap-ngapan. Apalagi aku yang mengenakan kacamata, penggunaan masker menghasilkan uap air yang lantas mengembun di kaca membuat pandangan tak bisa optimal. Belum lagi… duh, kalau nafas dan mulut bau, bukankah orang yang pertama kali membaui nafas kita jadinya adalah diri sendiri karena masker yang membekap abab lalu kita hirup sendiri?!
Dibelenggu dalam berinteraksi sosial
Itu baru perkara masker lho. Belum lagi soal tidak dibolehkannya orang melakukan jabat tangan, peluk hingga cipika-cipiki yang selama berabad-abad telah jadi simbol kehangatan interaksi seseorang dengan orang lainnya?
Bagaimana juga dengan budaya banyak bangsa untuk berkumpul di satu tempat entah untuk makan, minum teh, kopi atau sekadar bersulang minuman berlakohol? Semua itu juga dilarang atau setidaknya sangat dibatasi di masa pandemik ini!
Dibelenggu itu ternyata tak enak sama sekali!
Andai pandemik ini berakhir…
Kalau sudah begini, aku jadi berpikir berandai-andai… Andai pandemik segera berakhir, satu hal yang barangkali akan sangat kusyukuri adalah lepasnya belenggu-belenggu ini! Andai pandemik segera berakhir, aku akan sangat menghargai kebebasan. Andai pandemik segera berakhir, semoga aku juga akan berpikir berulang-ulang kali ketika tindakan yang aku lakukan justru akan membelenggu orang lain siapapun itu semata karena pengalaman dibelenggu itu sama sekali tidak mengenakkan, bukan?!
Simak podcast dari tulisan ini di sini:
0 Komentar