Aku bingung menyikapi dua kejadian yang terjadi di Indonesia minggu lalu.
Yang pertama adalah peristiwa kisruh antara warga kampung di Solo dengan para anggota sebuah ormas keagamaan.?Kedua, peristiwa pembubaran diskusi buku di sebuah galeri budaya di Jakarta oleh, sekali lagi, para anggota ormas keagamaan yang disinyalir sama dengan yang ada di Solo.
Lalu kebingungan itu?
Simple, ketika kedua peristiwa itu terjadi, dimana negara dan polisi berada?
“Polisi ada kok di TKP!”
OK, tapi apa yang mereka lakukan? Bukankah mereka dibayar untuk berani dan tegas?
“Simple, ketika kedua peristiwa itu terjadi, dimana negara dan polisi berada?”
Ah tapi sudahlah. Tak ada gunanya membahas hal yang tak ada gunanya untuk dibahas karena hal itu hanya akan memperpendek sumbu kesabaran saja.
Nah, di tengah kebingungan ini, biarlah aku bercerita tentang pengalamanku di masa lalu.
Peristiwanya terjadi sekitar 16 tahun yang lalu di Jogja.?Suatu malam, namanya juga anak muda, Aku berkeliaran mengendarai sepeda motor tanpa helm dan tanpa surat-surat pula.
“Ah, kan sudah lewat tengah malam.. mana ada razia!” pikirku.
Tapi malang tak dapat dihindari. Pada sebuah persimpangan, ketika dengan santainya melanggar lampu merah di tengah lalu lintas yang sangat sepi, tiba-tiba seorang petugas kepolisian menghadang sambil membunyikan peluitnya. Pritt!!!
“Asu!” gumamku.
“Selamat malam! Bisa menunjukkan surat-surat Anda?”
“Ehhh… errrr… ngg.. nggak bawa, Pak!”
“Oh, kok bisa? Anda kan wajib membawa karena anda berkendara!”
“Errrr.. iy… iya.. tapi kan udah malam juga, Pak!”
“Hmmm, apa bedanya malam dan siang, Saudara?”
“Errr… ehhmm.. iya juga sih” garuk-garuk rambut.
“Anda juga melanggar lampu lalu lintas barusan… dan mana helm anda?”
“Ehhhh.. ga bawa, Pak!”
“Kenapa?”
“Karena udah malam, Pak!”
Pak polisi itu hanya geleng-geleng. Wajahnya gahar. Usianya kutaksir antara 25-30 tahunan dan berbadan tegap.
“Sini… kemari!”
Ia menyuruh Aku untuk masuk ke dalam posnya.
“Duduk!”
Aku pun terduduk sementara ia juga duduk di kursi di depanku. Sesaat kuperhatikan betapa polisi ini mengagumkan. Sudah lewat tengah malam dan ia masih bekerja dengan mata yang yang masih menyala, tak sedikit pun rasa kantuk kentara di sana.
“Saudara telah melanggar peraturan lalu lintas..” Ia lantas menyebut sangsi dan aturan yang telah kulanggar. Aku diam saja.
“Baik. Saudara saya buatkan surat untuk maju ke pengadilan ya!”
“Ba… baik Pak!”
Lalu tiba-tiba ia meraba pinggangnya tepat pada sarung pistolnya.?Sontak akupun ketakutan, “Ampun, Pak! Ampun.. Ja… Jangan tembak saya, Pak!”?Tanganku secara tak sadar memegang tangannya supaya tak mengambil pistolnya.
“Eh, eh.. saudara ini kenapa?”
“Ampun.. Jangan cabut pistolnya Pak.. Saya masih mahasiswa, Pak!”
“Lho, Saya tidak mencabut pistol! Saya tidak membawa pistol! Saya ini sedang mengambil ballpoin untuk menuliskan resi pelanggaran bagi Saudara!” Dan sebuah ballpoint pun menyembul dari tempat yang seharusnya dijadikan tempat pistol itu.
Dan sejak saat itu, setiap ketemu polisi dan berurusan dengannya, aku selalu melihat ke cover pistolnya. Bukannya kenapa-napa, tapi ketika melihat cover pistolnya berisi ballpoin, kertas, rokok atau bahkan handphone, aku lebih takut ditilang ketimbang takut ditembak meski aku tak pernah sedikitpun meragukan kemampuan menembaknya…
Demikian ceritaku.
Nggak nyambung ya? Tapi apalah gunanya ketersambungan pada sebuah rentetan cerita memilukan yang juga tak kalah nyambungnya itu?
Pak polisi besarkan nyalimu.?Di negara tercinta.?Jadi sasaran amukan masa.?Itu sudah biasa – (Pak Polisi – Jagostu)
heehehee…bisa aja neh Om:)
Kirain Pak Polisinya bakal ngancam dengan senpi, ternyata cuma ngambil ballpoin aja. Cuma memang kalau tengah malam kita sering kali tidak mengindahkan aturan, yah itu tadi mana ada polisi di tengah malam.
emberr
kadang pistolnya itu juga airsoftgun koq :))
ya, yang soft2 emang enak! *makin gag nyambung
lumayan… aku keberatan, A pada aku-mu kenapa kapital? sudah congkakkah kauvdi hadapan Tuhanmu? atau kau magang filsuf?
#gaknyambungjugasih
keberatan? tumpak’e becak :)
polisinya sekarang ngerekam video… bukan buat jagain.. :)
kalau sudah malam memang boleh kok Don, ga pake helm.. apalagi beli gudeg Ibu kota…
Aih, gudeg ibu kota :) Sekarang banyak bencesnya… gag nyaman :)
Hahahahaa, lucu.. saya pikir tadi si polisi mau maksa disogok duit tilang. Untungnya yang ini polisi sungguhan bukan tukang palak :)
yakin cerita saya sungguhan? :)
“polisi lapar” biasanya suka nyari” kesalahan org dan menekannya lalu meminta uang haha.
Hmmm…
Dulu peluru berkali-kali terbang di atas kepalaku tapi aku ora wedi, Mbah..
Nyowo iki mung titipan kok..
di medan laga ya?
Hahahaa…..
?Asu!? gumamku juga…
Asu!
lah jangan2 semua polisinya ga punya pistol. makane ra wani karo ormas sing kuwi. jebulno isine pulpen kabeh :D
Komentarmu… JAWARA!
bagus dong mas.. diantara sekarang anggota dewan aja minta dibekali pidtol.. polisi asli aja gak bawa.. hmm.. serasa penting aja yak anggota dewa itu..
Hmmm, oh ya?
Komentar Yessi memang dalam banget.
Pistol dan pulpen
Salam sehati
Hehe, makasi commentnya, Pak ESHAPE :) Tungguin juli untuk mie saya ya :)
Ada sebagian pendapat yang mengatakan bahwa keberadaan ormas itu memang sengaja dipelihara dengan alasan yang kurasa kamu sudah bisa menebaknya.. Ah.. Agama memang alat paling ampuh untuk mempersatukan sekaligus memecahbelah.. :(
Baguslah jika kebanyakan polisi cuma sekedar bergaya punya pistol, daripada punya beneran. Sebab menurut pengamatanku, polisi yang berpistol itu, tidak lebih baik dari preman berpistol..
Hehehehe, istilah ‘preman’ pun konon awalnya merefer ke polisi kan, Uda? :)
heee…sekarang beda ro, kita gak gak takut lagi ama polisi…bentak bentakan malah…
ga heran… ga heran kalo ormas2 itu pun nganggep enteng polisi.. (eh atau justru sebaliknya, karena ga berani, maka polisi ‘nyewa’ ormas-ormas ya??)
Polisi dalam hal ini sebagai instansi penegak hukum, menurut saya belum mampu memuaskan masyarakat. Kalau oknum polisi, ya ada yang nakal dan ada juga yang idealis.
kayaknya sekarang para polisi itu nggak terlalu beda jauh sama polisi tidur ya…
“senjata” temen saya perempuan kalo lagi dipanggil polisi di pos adalah: foto pacarnya yang pake seragam polisi.
biasanya polisi langsung bertanya: “oh, pacarnya anggota juga? dinas dimana?”
dan bisa dipastikan ia berhasil melenggang kembali ke jalan dengan aman :D
Mungkin juga sekarang para polisi itu juga gak mudah mendapatkan ijin membawa pistol.. soalnya beberapa kali kejadian pistol polisi “menyalak” yang jadi korban istrinya, atau teman anaknya yang diem-diem main-main dengan pistol ayahnya. Atau oknum yg suka me-dor untuk gagah-gagahan…
Jadi, orang gagah perlu pistol atau orang berpistol supaya tampak gagah? Yang pasti orang gagah tak kan menggagahi orang lain ya :)