Piring Terbang, Putri Salma dan Fitri Ceria

5 Jan 2008 | Aku

me! narsis!
Beberapa waktu yang lalu, 29 Desember 2007, aku kondangan ke acara pernikahannya Ardian.
Kalau kalian lihai dalam mencermati blog ini, Ardian, atau lengkapnya Ardian Sukmaji, adalah nama pembuat kartun ilustrasi penggambaran alam “Indonesia” yang menjadi ornamen design blog ini.

Acara penerimaan sakramen pernikahannya diadakan di gereja sementara resepsi pernikahannya diadakan di rumah orang tua istrinya, di tempat yang agak mblusuk[1] di tenggara Klaten,
Cawas nama daerahnya. Sejak awal sebelum berangkat ke sana aku sudah berulang kali tanya pada orang-orang rumah perihal tempat dan daerah Cawas itu.
Karena meski orang Klaten tapi seumur-umur sepertinya baru kemarin aku menyadari bahwa ada tempat sejauh itu dan masih masuk dalam lingkup Kabupaten Klaten.
Wah bangga juga menjadi orang Klaten yang memiliki daerah cukup luas seperti itu ternyata … :)
Feeling-ku kok lalu merasa seperti menjadi tokoh-tokoh ketoprak Jawa yang dalam lakonnya datang dari negari kadipaten dan datang berkunjung ke pedesaan lalu bertemu dengan kembang desa lengkap dengan orang tuanya yang nundhuk-nundhuk[2] minta dilamar anaknya sementara banyak jejaka desa yang agak sinis melihat kedatanganku karena tersaingi.. *halahhh*
Ya intinya begitulah. Dengan berbekal peta di tangan aku jalan pelan-pelan diantara rinai hujan untuk mendapatkan alamat dimana pesta diselenggarakan.

Pestanya sendiri berjalan dengan gud marsogud.
Wah, yang namanya acara di pedesaan itu riuh rendahnya malah melebihi pernikahan orang-orang kota lho.
Bayangkan, rumah pengantin itu masih masuk gang tapi tenda-tenda sudah dipasang di rumah-rumah tetangganya.
Mereka, para tetangga itu, merelakan rumahnya untuk dijadikan apa saja yang memungkinkan untuk membantu perhelatan.
Ada yang jadi tempat parkir kendaraan bermotor para tamu malah ada juga yang menyediakan tempat tinggalnya untuk tempat ganti busana dan studio foto dadakan mempelai berdua.

Trus, sudah gitu, acaranya nggak pakai sistem prasmanan ataupun standing party.
Aturan yang dipakai biasa disebut sebagai Acara Piring Terbang.
Weh maksudnya? Begini! Ungkapan piring terbang itu berkait dengan bagaimana piring-piring hidangan itu dibagikan dari satu orang ke orang
lain di sebelahnya sehingga proses pembagian itu dipelesetkan sebagai piring yang terbang dari satu tangan ke tangan lain.

Apa ya secara fisik Anda masih bisa menang dengan Mbak Putri Salma dan Fitri Ceria tadi meski suami Anda mencintai bukan semata-mata persoalan fisik belaka ?

Maka setelah sepasang pengantin dipersilakan duduk di pelaminan, tak lama kemudian ronde pertama dimulai!
Teh dan nyamikan[3] berdatangan dibawakan mas-mas anggota sinoman[4] yang mengenakan kemeja dan dasi ala kadarnya.
Sembari mendengarkan sambutan-sambutan dari kedua belah pihak keluarga sebagai ucapan selamat datang, acara dilanjutkan dengan hiburan.
Wah tulisan-tulisan berikut ini yang harus dicatat tebal-tebal hurufnya!
Model nikahan di ndeso sekarang itu ternyata bisa membahayakan kaum hawa yang datang bersama suaminya.
Kenapa? Karena matanya… matanya para lelaki, para suami itu tak akan bisa lepas dari sosok penyanyi-penyanyi campur sari yang bolehnya berdendang itu kenes[5]-nya pol-polan!
Mereka pakai busana jawa modern, kebaya dengan belahan dada dan punggung yang melorot sak mlorot-mlorotnya ditambah lagi dengan kain batik membebat tubuh sintalnya hingga bener-bener tampak singset!
Udah gitu, bolehnya memakai bedak itu mungkin sampai diulang-ulang tujuh puluh kali tujuh!
Wah beneran deh, kalau sudah begini, para metropolis-metropolis yang sering nongol di infotaintment itu nggak ada apa-apanya!
Yang lucu justru nama panggungnya. Mereka punya nama panggung sendiri-sendiri dan cukup unik kurasa.
Ada yang namanya Putri Salma (plesetan dari Happy Salma ?), Fitri Ceria ….
Ini sebenarnya yang sangat disayangkan. Padahal kalau mereka memilih memakai nama yang biasanya saja, justru aura eksotis kejawaannya akan terangkat semangkin tinggi
ketimbang memakai nama-nama mirip pedangdut yang biasa manggung di kebun binatang dan taman ria. Nyaris norak bukan ?

Eh iya, lalu bagaimana kok tadi saya bilang bahaya bagi kaum hawa yang mengajak suaminya?
Iya bahaya! Syukur-syukur kalau pas pulang hubungan Anda dan Suami menjadi lebih “greng” karena efek nostalgia “pernikahan” yang menimbulkan romantika-romantika masa muda ketika hendak menikah..
lha tapi kalau yang muncul justru rasa ketertarikan yang berlebihan dari suami-suami Anda terhadap para penyanyi tadi?
Apa ya secara fisik Anda masih bisa menang dengan Mbak Putri Salma dan Fitri Ceria tadi meski suami Anda mencintai bukan semata-mata persoalan fisik belaka ?

me! narsis!
Teng! Teng! Ronde 2!
Selepas 30 menit teh dihidangkan, masuklah hidangan kedua yaitu sup.
Kembali, mas-mas sinoman beredar kesana-kemari membawa nampan dan tumpukan sup dalam piring.
Nah ada yang cukup unik yang perlu diperhatikan dalam perhelatan model piring terbang seperti ini…
Anda harus berhemat-hemat minum teh!
Karena apa? Karena kita hanya dihidangkan sekali minum teh yang di awal tadi untuk dicukup-cukupkan sampai acara selesai.
Jadi bayangkan, Anda nyruputnya[6] harus sedikit demi sedikit ditengah roso seret[7] yang nyanthol[8] di tenggorokan karena antrian makanan yang masuk ke dalam perut tidak lebih sedikit ketimbang air yang melicinkan jalannya. Lha apa nggak boleh minta tambahan minum teh lagi?
Ya boleh saja! Tapi yang pasti pakai acara nunggu sinomnya ngambil di dapur dan mengantarkannya kepada Anda.
Dan yang kedua, hey ingat ini di Jawa! Tempat dimana dalam satu gelas teh dibubuhi lebih dari tiga sendok makan gula pasir demi pencapaian roso “manis !
Inget diabetes-nya, Pakdhe!

Selepas acara makan sup, sambil terus ditingkahi lagu-lagu campursari dan goyangan congdut[9] dari mbak-mbak penyanyi yang bahenol itu, seharusnya hidangan baru beranjak ke menu utama dan sebagai penutup biasanya adalah es krim atau bisa juga rujak.

Akan tetapi karena waktu yang telah menunjukkan pukul 14.00 WIB atau dengan kata lain saya telah berada disitu selama lima jam (!!!) maka waktunya untuk pulang.
Setelah berpamitan dengan pengantin yang juga sudah tampak mulai lelah dipajang sekian lama di pelaminan, aku pun beranjak pergi.
Di tengah jalan dalam perjalanan pulang saya lalu berpikir tentang dua hal yaitu pesta piring terbang itu sendiri dan yang kedua adalah tentang kacamata kuda.
Pemikiran tetang pesta piring terbang ya yang saya tuliskan panjang lebar di atas, sementara tentang kacamata kuda, ah aku sedang akan usul ke calon istriku supaya nanti ketika lepas menikah kami harus
datang ke kondangan lengkap dengan penyanyi-penyanyi bahenol tadi, ia mau mengenakan kacamata kuda kepadaku supaya tidak ada bayang-bayang Mbak Putri Salma dan Fitri Ceria tadi
secara berkepanjangan :)
Ya! Harusnya sih begitu …

  1. pelosok
  2. menunduk hormat
  3. makanan kecil, snack
  4. pembawa nampan makanan pada acara-acara pesta nikah di Jawa
  5. genit
  6. minum sedikit-sedikit, biasanya pada minuman yang dihidangkan panas-panas.
  7. tersangkut
  8. irama keroncong dangdut.
Sebarluaskan!

6 Komentar

  1. ada2 aja pake kacamata kuda … sekalian aja ga usah dateng ke kondangan ato habis salaman pulang.

    Balas
  2. Hahahahahah… no comment ;p
    Nyang bener mau pake kacamata kuda?
    Rugi lho :D

    Balas
  3. Inyahhh bener hehehehe
    Lebih rugi kalau kamu cemberutin! Itu mbikin runtuh semuanyahhhh!

    Balas
  4. buah ga akan jatuh jauh dari pohonnya,
    like father like son,

    kamu sama dengan papa…
    plek sama bapaknya…

    seleranya sama….

    huakwkwkwkwkwkwkwkwkwkw :D

    Balas
  5. @Chitra: Pret, cipret.. ra sah crewet Cit :)

    Balas
  6. Ardian itu temen smp ku….seorang yg sangat pendiam yg suka menggambar,tulisannya bagus banget,lemah lembut banget,sekretaris di kelas,bangkunya dibelakangku…tapi tau2 gondrong hehehehe……gak nyambung ya mas don….

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.