Pintu Tuhan

4 Feb 2008 | Cetusan

Kemarin pagi, dalam sebuah dialog via YM, seorang teman di ujung seberang bilang

[Teman Saya] “Don, kalo gw berpikir bahwa gw pengen punya keluarga dan anak, wajar gak yah?”
[Saya] “Ya wajarlah. Kamu 28 tahun kan?”
[Teman Saya] “Iya, tapi kok Tuhan nggak buka jalan ya?”
[Saya] “Ah kata siapa !?”
[Teman Saya] “Iya, buktinya gw nggak dapet-dapet”
[Saya] “Ah masa ?!”
[Teman Saya] “Iya, gw udah pelayanan kemana-mana, udah rajin ke gereja tapi nggak ada yang sreg!”
[Saya] “Ah.. kok bisa?”
[Teman Saya] “Mereka pendatang gelap semuanya… kerjanya cuma jadi penjual sushi gak ada kerjaan tetep”
[Saya] “Lha?!”
[Teman Saya] “Gw pengen cari yang tingkat ekonominya baik! Yang bukan pendatang gelap!”
[Saya] “Oh… tapi aku kemarin ngeliat Tuhan pagi-pagi udah bangun pagi dan buka pintu tuh!”
[Teman Saya] “Don.. gw serius gak becanda!”
[Saya] “Lha iya, aku juga lebih serius… Kemarin pagi Tuhan sudah buka pintu tapi karena kamu nggak dateng-dateng…”
[Teman Saya] “Kenapa? Dia nutup pintu lagi?”
[Saya] “Hahahaha, nggak.. Dia nggak pernah tutup pintu lagi kok”
[Teman Saya] “Kenapa?”
[Saya] “Engselnya rusak!”
[Teman Saya] “Najong!!”

Lalu aku tertawa terpingkal-pingkal oleh karenanya.
Drama-drama seperti ini pasti akan selalu ada sampai akhir jaman selama orang-orang terlalu berserah pada Tuhan menurut agama yang ditelan mentah-mentah,
bukan Tuhan yang telah kita basuh dengan nurani kita.
Demikiankah, tampaknya ?

Sebarluaskan!

3 Komentar

  1. DM & DV; ah itu mah manusiawi
    “If the facts dont suit the theory, change the facts”

    Balas
  2. If God close the door, he must open the window…

    Tuhan sudah berencana: manusia yang menentukan! ;)

    Balas
  3. ndaru: change the theory dong!!!! kan gaul kita punya Tuhan yang suka-suka kita ganti hihihi

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.