Pindahan…

23 Des 2021 | Cetusan

Setelah kurang lebih enam tahun tinggal di rumah kontrakan, pada 1990, kami sekeluarga akhirnya bisa memiliki rumah sendiri.

Rumah itu berdiri di sebuah lahan yang semula sawah. Papa membeli lahan dari seorang pedagang kaya yang tinggal di Semarang, aku lupa namanya. Letaknya di Jalan Kaswari No. 24 Kebumen dan untuk memudahkan penamaan, dalam tulisan ini kuistilahkan sebagai ‘Rumah Kaswari’. Jaraknya sekitar 4 km dari rumah kontrakan kami di Jl Bengawan No. 32 Kebumen.

(Gambar di atas difoto Google pada Sept 2019 silam. Rumah tersebut adalah rumah kontrakan di Jl Bengawan No. 32 Kebumen, Jawa Tengah. Hingga sekarang masih sama seperti dulu kutempati dari 1985-1990)

Beda dari sebagian kalangan waktu itu yang membangun rumah tanpa memperhatikan unsur estetika, Papa lebih dulu berkonsultasi dengan arsitek untuk mendiskusikan model rumah yang cocok dengan idenya. Sebelumnya Papa juga banyak membeli majalah tentang rumah untuk mencari inspirasi design terbaik.

Adalah Pak Maksum, arsitek sekaligus pemborong kenalan Papa yang membantu mewujudkan mimpi itu.

Beberapa draft design dikerjakan oleh Pak Maksum dan dikonsultasikan kepada Papa dan Mama dan aku untuk didiskusikan. Chitra, adikku, waktu itu masih lima tahun jadi ya nggak diajak rembugan.

Setelah draft disetujui, pembangunan pun dimulai.

Hampir seminggu sekali, kami diajak Papa melihat perkembangan pembangunan Rumah Kaswari. Tak jarang kami mampir, Mama membawa beberapa kotak nasi beserta lauk-pauk untuk diberikan ke para tukang yang bekerja. Sesuatu yang seharusnya tak perlu dilakukan karena toh mereka sudah dapat jatah makan dari Pak Maksum. Tapi Mama keukeuh, “Nek wareg ki mengko gaweane tambah apik…” begitu katanya.

Beberapa bulan kemudian atap dinaikkan. Sesuai dengan tradisi, Papa mengajakku tidur di rumah yang baru setengah jadi itu. Kami membawa tikar dan senter karena bangunan belum disambungkan ke saluran listrik.

Dua bulan kemudian, rumah pun jadi. Kami sangat kagum dengan hasil akhirnya. Sebuah rumah yang sangat modern di jamannya. 

(Gambar di atas difoto Google pada Sept 2019 silam. Rumah tersebut adalah Rumah Kaswari di Jl Kaswari No. 24 Kebumen, Jawa Tengah. Dari penampakan, rumah ini sudah berubah total dibandingkan dengan waktu pertama kali kami membangunnya, 1990. Tampaknya rumah ini sudah beberapa kali berpindah tangan…)

Selain ruang tamu, ada empat kamar tidur dan dua kamar mandi. Ada ruang keluarga yang nyambung dengan ruang makan. Ada dapur, gudang serta garasi. Membangun garasi adalah sebuah langkah visioner Papa. Maksudku, meski waktu itu kami belum punya mobil tapi Papa sudah berangan-angan untuk memilikinya hehehe…

Oh ya, bagian yang paling menarik adalah taman tak beratap yang terletak di sebelah ruang keluarga. Di taman itu selain ditanami tanaman-tanaman hias juga ada kolam ikan yang diberi air terjun buatan yang bergemericik suaranya. Di pinggir taman, Papa menggantungkan kurungan burung Poksay yang lumayan pandai berkicau.

Rumah juga memiliki halaman belakang yang luas. Saking luasnya, Papa membuat sebuah blumbang, kolam ikan yang sayangnya sampai kami pindah ke Klaten delapan tahun kemudian, kolam itu tak pernah terisi ikan.

Lantai ruang tamunya keramik berukuran 20x20cm. Sementara ruangan lainnya, karena keterbatasan dana, menggunakan tegel biasa yang ditutup karpet warna abu-abu.

Oh ya, sisi depan rumah belum kuceritakan.

Di jendela kamar depan dan di ujung bale-bale atap, Papa mengimbuhkan ornamen tradisional ke-bali-bali-an berbahan baku semen. Ada dua pilar putih di sisi kiri dan kanan beranda depan. Lalu ada taman depan yang ditanami dua pohon cemara dan selalu kami hias dengan lampu ketika Natal menjelang seperti saat ini, saat tulisan ini kurawi. Hingga beberapa tahun kemudian, hampir setiap orang yang lalu-lalang selalu menoleh dan memperhatikan rumah indah kami. Mungkin kalau waktu itu sudah ada teknologi handphone ber-kamera dan social media, rumah kami akan sering muncul di banyak feed akun instagram sebagai latar belakang selfie mereka.

Rumah jadi tapi tak langsung kami tempati.

Selain karena kontrakan masih tersisa hingga beberapa bulan, waktu itu kami belum punya mobil pribadi jadi Mama dan Papa memindahkan barang sedikit demi sedikit. Kadang pinjam mobil kantor tempat Papa bekerja, kadang menyewa truk pengangkut pasir yang sering berlalu-lalang mengambil pasir di Sungai Lukula depan rumah kontrakan untuk membawa kulkas, lemari, tempat tidur dan yang lain.

Begitu semua barang dipindah, hingga beberapa minggu berikutnya Mama dan Chitra berada di Rumah Kaswari sejak pagi hingga sore untuk meng-unload barang dan menempatkan satu per satu ke tempat barunya. Dia juga membawa mesin jahit lalu mulai mengukur dan menjahit korden dengan tangannya sendiri. 

Di masa-masa itu, sepulang sekolah aku nggak langsung pulang ke rumah kontrakan tapi naik sepeda dengan teman-teman yang sejalan ke Rumah Kaswari. Rasanya senang sekali karena punya banyak teman baru seperjalanan.

Baru setelah sore, Papa datang membawa mobil kantor lalu ramai-ramai pulang ke Rumah Bengawan sementara aku naik sepeda menguntit di belakangnya.

Ketika rumah sudah siap, Eyang Slamet Putri dan Eyang Pranyoto Putri rawuh ke Kebumen dan kami pindah menempati rumah baru secara resmi.

Hari-hari ini sekitar tiga puluh tahun kemudian aku melakukan hal yang sama.

Rumah baru yang ada dalam impian dan akhirnya kubangun sejak tahun lalu telah diserahterimakan beberapa hari yang lalu. 

Hampir setiap hari kami wira-wiri mengangkuti barang satu persatu dan memori tentang masa lalu itu juga jadi wira-wiri di pikiran. Hadir menjadi penyemangat sekaligus meruapkan rasa syukur nan haru bahwa aku boleh menikmati kesempatan yang sama seperti yang dirasakan orang tuaku dulu…

Matur sembah nuwun, Gusti!

Sebarluaskan!

1 Komentar

  1. Punya rumah sendiri itu melegakan, tak hanya bagi orangtua tetapi juga anak.

    Dulu iklan kredit perumahan di koran, saya lupa dari BTN ataukah Bank Papan Sejahtera, menampilkan seorang anak yang bahagia karena ortu bisa beli rumah, tak perlu secara berkala pindah kontrakan.

    Di serial iklan tersebut juga ada episode senangnya punya rumah sendiri, bisa menyaksikan pohon yang ditanam sampai berbuah.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.