• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

Pertanyaan Terbuka

8 Maret 2009 28 Komentar

Pornoaksi selamanya memang akan selalu menjadi hal yang dipunggungi agama dan moral.
Atas nama kedua hal tersebut orang akan menutup mata meski banyak juga yang kata orang Jawa, kriyip-kriyip, setengah menutup dan setengah melirik juga, di satu sisi menolak mentah-mentah, tapi di sisi lain tetap membutuhkan serta merindukannya.

Sebagai orang munafik, aku barangkali akan menjadi orang-orang pertama yang mengacungkan telunjuk tanda setuju bahwa pornoaksi itu dilarang dan patut dimusnahkan. Kenapa munafik adalah karena aku beraninya bilang setelah menikah, coba sebelum menikah, mana berani aku mengacungkan telunjuk sementara semuanya masih dianggap belum lagi sah dan halal namun tetap kulakukan? :)

Adapun berbicara mengenai pornoaksi, terlebih melalui blog, barangkali juga sudah terlalu siang.
Ada begitu banyak orang berebut bicara tentang dilema yang satu ini, maka akupun tidak akan menambahi runyam pembicaraan pornoaksi, tapi lebih pada mengamati bagaimana haibatnya para penguasa mengawal rakyatnya untuk tidak menyerempet-nyerempet ke hal-hal yang berbau pornoaksi seperti yang kalian dapat lihat lalu baca di sini.

Sudah baca?
Baik, kalau sudah, kalau kalian adalah tetangga, kerabat, saudara, keluarga atau barangkali malah adalah penguasa, coba jawablah pertanyaan-pertanyaan ini terkait dengan aturan yang telah dibuat.

Bagaimana cara mengetahui kalau sepasang pria dan wanita adalah suami-istri yang sah atau bukan? Haruskah membawa surat nikah mengingat hanya dokumen itulah yang menunjukkan bukti pernikahan antara A dan B?

Bagaimana kalau yang terperangkap basah adalah seorang bapak dengan anak perempuannya? Anak lelaki dengan ibunya? Kakak adik berbeda jenis kelamin? Sepupu yang berbeda jenis kelamin pula?

Bagaimana kalau yang terperangkap adalah dua pasang (2 pria dan 2 wanita) dimana kedua pasang tersebut adalah dua pasang suami-istri yang sedang berlibur di Tangerang? Apakah Anda tidak akan menangkapnya? Kalau tidak, mengapa karena kan bisa saja pria suami si wanita A “menggauli” wanita B dan sebaliknya, pria suami B mengguali istri rekannya, wanita A ?

Bagaimana dengan tamu-tamu di hotel berbintang?
Siapkah aparat Anda untuk juga memeriksa mereka semua mengingat mereka telah membayar mahal ongkos sewa hotel tersebut?

Atas jaminan apa Anda bisa memutuskan bahwa aturan ini adalah yang terbaik untuk membasmi prostitusi karena bukankah yang namanya percabulan bisa saja terjadi di kamar mandi, kamar kost yang bukan hotel, gerbong kereta api, rumah pribadi, bahkan barangkali kantor instansi?

Apa tujuan pelampiran surat kepada RT dan RW tempat mereka tinggal?
Bagaimana kalau yang terlibat adalah ketua RT atau ketua RW nya sendiri?

Bagaimana penanganan terhadap mereka yang homoseksual?
Maksud saya, kalau titik terberatnya adalah operasi melawan prostitusi, bagaimana kebijakan menyangkut prostitusi homoseksual yang sekarang pun juga barangkali marak terjadi?

Selamat menjawab!

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Cetusan

Tentang Donny Verdian

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Reader Interactions

Komentar

  1. denologis mengatakan

    8 Maret 2009 pada 11:09 pm

    dilematis, karena industri yang paling menjanjikan adalah esek-esek. :mrgreen:

    Balas
  2. edratna mengatakan

    8 Maret 2009 pada 6:47 pm

    Menurutku kurang kerjaan, ada banyak pekerjaan yang lebih penting menanti.
    Kalau sudah dewasa, kan risiko ditanggung sendiri, kecuali jika mereka yang tak benar, terang2an dan mengganggu tamu lain…tapi ini akan merusak nama hotel sendiri.

    Balas
    • DV mengatakan

      8 Maret 2009 pada 6:47 pm

      Makanya, ini buah simalakama, Bu!
      Saya sepakat dengan Ibu, masih banyak pekerjaan yang lebih penting menanti…

      Balas
  3. sawali tuhusetya mengatakan

    9 Maret 2009 pada 2:55 am

    jujur saja, sejak awal saya kurang sreg dg uu pornografi ini, mas donny. ada kekhawatiran, klausul2 dalam UU itu jadi bias dan rawan multi-penafsiran. pertanyaan2 yang dilontarkan mas donny itu termasuk kekhawatiran yang bisa saja terjadi. lantas nanti yang akan menjadi “polisi moral” itu siapa? apakah polisi akan main tangkap begitu saja pada orang yang diduga melakukan pornografi dan pornoaksi? duh, repot juga!

    Balas
    • DV mengatakan

      9 Maret 2009 pada 2:55 am

      Betul Pak Sawali….
      Yang lebih mengenaskan lagi, seperti yang kita ketahui bersama, ketika hukum sudah masuk wilayah moral, semua menjadi semakin abstrak dan abu-abu, bukan ?

      Balas
  4. annosmile mengatakan

    9 Maret 2009 pada 6:05 pm

    tanyalah pada oknum yang melakukannya
    hehehe

    Balas
  5. -GoenRock- mengatakan

    9 Maret 2009 pada 8:11 am

    Prostitusi homoseksual?? :shock: Baru tahu saya :roll:

    Balas
  6. mascayo mengatakan

    9 Maret 2009 pada 11:50 am

    Saya pikir pasti ada sebab kenapa operasi itu digelar. Satu yang mungkin adalah bahwa sebetulnya orang sudah mafhum kalau hotel disitu memang biasa tempatnya. Dan sudah demikian pencitraannya. Dan citra hotel itu secara tidak langsung menempel pada wajah kota. Maka digelarlah operasi itu ke hotel. Beda mungkin dengan lain kota, yang citra kotanya tentang asusila menempel pada kamar kost-kostan, maka operasi digelar menuju kamar kost-kostan. Terlepas dari seberapa efektif dan konyolnya operasi semacam itu, saya tetap menghargai upaya pemimpin untuk melindungi warganya dari pengaruh budaya asusila. *pikiran lagi lempeng :)

    Balas
    • DV mengatakan

      9 Maret 2009 pada 11:50 am

      Peraturan tidak hanya merambah pada suatu yang “biasa” atau “pencitraan”.
      Peraturan harus berdiri di atas semua kondisi yang sebisa mungkin dicakupnya.
      Peraturan yang berdiri pada area “yang biasa” biasanya JUSTRU akan terlihat ke-ompongan-nya, subyektif dan tidak berdaya guna.
      Apa lacur… :)

      Balas
  7. luvnufz mengatakan

    9 Maret 2009 pada 10:59 pm

    pornografi???
    aihhh, terlalu rumit untuk dibahas mas, soalnya masing2 orang punya pandangan sendiri mengenai hal itu.
    dan justru orang2 yang seharusnya menjadi “polisi”-nya justru menjadi “pelaku”-nya..

    Balas
  8. kris mengatakan

    9 Maret 2009 pada 11:37 pm

    tambah 2 pertanyaan lagi, don: kenapa ya bangsa kita (atau lebih tepatnya pemerintah) demen ngurusi hal2 yg nggak penting ya? apakah peraturan yg mereka buat itu sebenarnya untuk mereka sendiri?

    Balas
  9. Yoga mengatakan

    10 Maret 2009 pada 11:24 am

    Ya ampun, banyak banget pertanyaanmu Don.
    Yang jelas aku lebih sreg kalau pemerintah bisa mendahulukan mana yang urgent untuk didahulukan. Korupsi menurutku yang lebih penting dibenahi duluan. Dimulai dari korupsi kecil-kecil yang dikutip dari perijinan di kantor regulator.

    Balas
  10. lovepassword mengatakan

    10 Maret 2009 pada 5:52 pm

    Silahkan menjawab? Waduh pertanyaannya kok sulit-sulit yah?, Kalo masalah diskriminasi berbintang sama nggak berbintang ya memang demikian. Mana ada polisi berani nggrebek hotel berbintang.
    Intinya sih : 1. Ada keprihatinan. 2. Tetapi bingung juga dari keprihatinan itu dimplementasikan prakternya dalam bentuk apa.
    Karena itulah muncul aneka macam ide, yang ide2 itu sendiri masing menimbulkan kontroversi.

    Balas
  11. imoe mengatakan

    11 Maret 2009 pada 5:59 am

    gawat…negara mengurusi urusan private warga negaranya….

    Balas
  12. Deddy Huang mengatakan

    12 Maret 2009 pada 5:30 am

    Wuih.. banyak banget pertanyaannya :D

    Balas
  13. arvernester mengatakan

    13 Maret 2009 pada 3:39 am

    semua keputusan dan dan pertauran itu sebnrnya ga bisa dibilang bagus atau buruk, tapi lebih ke arah relatif…
    contohnya pada kasus di atas, kita tidak bisa menyalhkan salah satu pihak, karena mereka kepergok dalam hotel walapun tidak melakukan (atau memang tidak mungkin melakukan seperti hub sodara),,

    Balas
    • DV mengatakan

      13 Maret 2009 pada 3:39 am

      Nah masalahnya pantaskah negara masuk ke ruang individu/personal sampai sedalam itu?
      Jangan jadi kabur masalahnya, Bung… Masalah utama adalah atas dasar apa pemerintah melakukan hal itu?
      Undang-undang?
      Atas dasar apa undang-undang itu dibuat?
      Agama? Negara kita negara agama?

      Balas
  14. genthokelir mengatakan

    15 Maret 2009 pada 11:57 pm

    pertanyaan pertanyaan yang anda luncurkan berdasar tentang hal porno aksi dan menyangkut prostitusi sepertinya menjadi bahan pemikiran yang susah di temukan ketegasan dalam menentukan sikap.
    kadang ada yang berfikir bahwa hal hal tersebut merupakan privasi dlsbg,tapi bukan berarti saya juga lantas setuju dengan berbagai pendapat yang melakukan pembenaran …..
    sampean kok marakno bingung aku mas…mbok pertanyaane sing gampang wae seperti
    Apakah anda selalu mencuci kaki anda…?
    Apakah Kaki Mas Doni bisa bersih jika di cuci …..ngono kan penak mas jawabe
    aku mesti jawab ….Nggak bersih wong gambare isih nempel hahahahaha hayo hooh to hahaha

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Maret 2009 pada 11:57 pm

      Hahaha, iki mesti bar nonton facebook-ku
      nek ora diomongi salah sijine biangane sing isih urip neng Jogja :)
      Hayooo!!! Huahuahuahua

      Balas
  15. Jamal eL Ahdi mengatakan

    17 Maret 2009 pada 5:49 am

    Atas Nama Kemunafikan Biarkan UU anti pornografi berjalan,lah di kasih UU saja gila apalagi tidak dikasih semakin gila hehehehe.
    Dasar yg diajukan selalu saja itu kan soal pribadi , tergantung orangnya dll ga ada orang yg tidak terangsang melihat bagian tubuh sensitif diumbar,kalau bilang tidak berarti bukan lelaki (sejati).bohong jika tidak,hanya soal berani mengaku atau pura2 menahan hasrat hehehehhehe.

    Balas
    • DV mengatakan

      17 Maret 2009 pada 5:49 am

      Undang-undang tidak bisa diatasnamakan apapun kecuali kepentingan negara dan masyarakat, Mas :)

      Balas
  16. Ikkyu_san mengatakan

    20 Maret 2009 pada 5:29 am

    kafilah menggonggong , anjing berlalu (eh kebalik yah hihihi)
    UU ini kan sebagai kambing hitam krn banyak masalah lain yang tidak bisa diselesaikan. Paling tidak ada yang “berhasil”
    Udah deh pake aja UU Jepang, gampang sekali… yaitu “Asal tidak kelihatan rambut bawah, semua OK” hahahahaa

    Balas
    • DV mengatakan

      20 Maret 2009 pada 5:29 am

      Eh kafilah? Eh anjing?
      Kita anjingnya? Hahahaha :)

      Balas
  17. Zham mengatakan

    1 April 2009 pada 1:52 am

    Pertanyaanmu kok yang berat-berat sih Don?
    Saya cuma bisa bilang, justru orang-orang itulah pelaku dan penikmat tindak asusila yang sebenarnya. Untuk menutupi aksinya dia akan berteriak agar tampak seolah-olah dia orang benar (suci).
    Kelakuan yang aneh.

    Balas
  18. samsul arifin mengatakan

    30 Mei 2009 pada 9:51 pm

    hemm, aku jadi ingat tulisan temanku yang menyatakan bahwa sebenarnya pernikahan adalah .
    terus terang, aku belum bisa menjawab pertanyaan2 terbuka di atas.

    Balas
  19. bamz hacker mengatakan

    20 November 2009 pada 7:47 pm

    It’s great

    Balas
  20. kw mengatakan

    15 November 2012 pada 1:50 pm

    Kasian bgt nkri, seks diurusi, korupsi dianggap suci

    Balas
  21. Omar Borkan Al Gala mengatakan

    26 April 2013 pada 8:55 pm

    Pada dasarnya ane setuju banget dengan ente don, tapi memang bener nya harus ada undang undang yang memang benar benar tegas hal ini, tentang perprotusian dll. karena memang benar benar sudah parah, bener nya yang penting tu undang undang tiap daerah tentang hal ini karena mungkin tingkat perkeplean dan prostitusi lainnya tiap daerah beda beda. Di Jogja sendiri tempat ane besar dan dilahirkan sekarang makin parah banget dunia prostitusi perkeplean, pergigoloan, perhomoan, perlesbian dll. belom lagi pas main ke bali , hadeh parah e pol polan. Ane takut nya kalau gak ada filter dari pemerintah untuk meredam itu takute kebablasen. walaupun filter terbaik emang keluarga dan diri sendiri. kalau ane sih cuma gak mau anak cucu ane kelak lebih parah dari sekarang yang ada. walaupun ending nya mau maksiat apa enggak maksiat karep karep e dewe, wong doso yo di tanggung dewe. tapi dengan UU yang bener mateng dan niat nya positif insyallah manfaat.

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT