Pornoaksi selamanya memang akan selalu menjadi hal yang dipunggungi agama dan moral.
Atas nama kedua hal tersebut orang akan menutup mata meski banyak juga yang kata orang Jawa, kriyip-kriyip, setengah menutup dan setengah melirik juga, di satu sisi menolak mentah-mentah, tapi di sisi lain tetap membutuhkan serta merindukannya.
Sebagai orang munafik, aku barangkali akan menjadi orang-orang pertama yang mengacungkan telunjuk tanda setuju bahwa pornoaksi itu dilarang dan patut dimusnahkan. Kenapa munafik adalah karena aku beraninya bilang setelah menikah, coba sebelum menikah, mana berani aku mengacungkan telunjuk sementara semuanya masih dianggap belum lagi sah dan halal namun tetap kulakukan? :)
Adapun berbicara mengenai pornoaksi, terlebih melalui blog, barangkali juga sudah terlalu siang.
Ada begitu banyak orang berebut bicara tentang dilema yang satu ini, maka akupun tidak akan menambahi runyam pembicaraan pornoaksi, tapi lebih pada mengamati bagaimana haibatnya para penguasa mengawal rakyatnya untuk tidak menyerempet-nyerempet ke hal-hal yang berbau pornoaksi seperti yang kalian dapat lihat lalu baca di sini.
Sudah baca?
Baik, kalau sudah, kalau kalian adalah tetangga, kerabat, saudara, keluarga atau barangkali malah adalah penguasa, coba jawablah pertanyaan-pertanyaan ini terkait dengan aturan yang telah dibuat.
Bagaimana cara mengetahui kalau sepasang pria dan wanita adalah suami-istri yang sah atau bukan? Haruskah membawa surat nikah mengingat hanya dokumen itulah yang menunjukkan bukti pernikahan antara A dan B?
Bagaimana kalau yang terperangkap basah adalah seorang bapak dengan anak perempuannya? Anak lelaki dengan ibunya? Kakak adik berbeda jenis kelamin? Sepupu yang berbeda jenis kelamin pula?
Bagaimana kalau yang terperangkap adalah dua pasang (2 pria dan 2 wanita) dimana kedua pasang tersebut adalah dua pasang suami-istri yang sedang berlibur di Tangerang? Apakah Anda tidak akan menangkapnya? Kalau tidak, mengapa karena kan bisa saja pria suami si wanita A “menggauli” wanita B dan sebaliknya, pria suami B mengguali istri rekannya, wanita A ?
Bagaimana dengan tamu-tamu di hotel berbintang?
Siapkah aparat Anda untuk juga memeriksa mereka semua mengingat mereka telah membayar mahal ongkos sewa hotel tersebut?
Atas jaminan apa Anda bisa memutuskan bahwa aturan ini adalah yang terbaik untuk membasmi prostitusi karena bukankah yang namanya percabulan bisa saja terjadi di kamar mandi, kamar kost yang bukan hotel, gerbong kereta api, rumah pribadi, bahkan barangkali kantor instansi?
Apa tujuan pelampiran surat kepada RT dan RW tempat mereka tinggal?
Bagaimana kalau yang terlibat adalah ketua RT atau ketua RW nya sendiri?
Bagaimana penanganan terhadap mereka yang homoseksual?
Maksud saya, kalau titik terberatnya adalah operasi melawan prostitusi, bagaimana kebijakan menyangkut prostitusi homoseksual yang sekarang pun juga barangkali marak terjadi?
Selamat menjawab!
dilematis, karena industri yang paling menjanjikan adalah esek-esek. :mrgreen:
Menurutku kurang kerjaan, ada banyak pekerjaan yang lebih penting menanti.
Kalau sudah dewasa, kan risiko ditanggung sendiri, kecuali jika mereka yang tak benar, terang2an dan mengganggu tamu lain…tapi ini akan merusak nama hotel sendiri.
Makanya, ini buah simalakama, Bu!
Saya sepakat dengan Ibu, masih banyak pekerjaan yang lebih penting menanti…
jujur saja, sejak awal saya kurang sreg dg uu pornografi ini, mas donny. ada kekhawatiran, klausul2 dalam UU itu jadi bias dan rawan multi-penafsiran. pertanyaan2 yang dilontarkan mas donny itu termasuk kekhawatiran yang bisa saja terjadi. lantas nanti yang akan menjadi “polisi moral” itu siapa? apakah polisi akan main tangkap begitu saja pada orang yang diduga melakukan pornografi dan pornoaksi? duh, repot juga!
Betul Pak Sawali….
Yang lebih mengenaskan lagi, seperti yang kita ketahui bersama, ketika hukum sudah masuk wilayah moral, semua menjadi semakin abstrak dan abu-abu, bukan ?
tanyalah pada oknum yang melakukannya
hehehe
Prostitusi homoseksual?? :shock: Baru tahu saya :roll:
Saya pikir pasti ada sebab kenapa operasi itu digelar. Satu yang mungkin adalah bahwa sebetulnya orang sudah mafhum kalau hotel disitu memang biasa tempatnya. Dan sudah demikian pencitraannya. Dan citra hotel itu secara tidak langsung menempel pada wajah kota. Maka digelarlah operasi itu ke hotel. Beda mungkin dengan lain kota, yang citra kotanya tentang asusila menempel pada kamar kost-kostan, maka operasi digelar menuju kamar kost-kostan. Terlepas dari seberapa efektif dan konyolnya operasi semacam itu, saya tetap menghargai upaya pemimpin untuk melindungi warganya dari pengaruh budaya asusila. *pikiran lagi lempeng :)
Peraturan tidak hanya merambah pada suatu yang “biasa” atau “pencitraan”.
Peraturan harus berdiri di atas semua kondisi yang sebisa mungkin dicakupnya.
Peraturan yang berdiri pada area “yang biasa” biasanya JUSTRU akan terlihat ke-ompongan-nya, subyektif dan tidak berdaya guna.
Apa lacur… :)
pornografi???
aihhh, terlalu rumit untuk dibahas mas, soalnya masing2 orang punya pandangan sendiri mengenai hal itu.
dan justru orang2 yang seharusnya menjadi “polisi”-nya justru menjadi “pelaku”-nya..
tambah 2 pertanyaan lagi, don: kenapa ya bangsa kita (atau lebih tepatnya pemerintah) demen ngurusi hal2 yg nggak penting ya? apakah peraturan yg mereka buat itu sebenarnya untuk mereka sendiri?
Ya ampun, banyak banget pertanyaanmu Don.
Yang jelas aku lebih sreg kalau pemerintah bisa mendahulukan mana yang urgent untuk didahulukan. Korupsi menurutku yang lebih penting dibenahi duluan. Dimulai dari korupsi kecil-kecil yang dikutip dari perijinan di kantor regulator.
Silahkan menjawab? Waduh pertanyaannya kok sulit-sulit yah?, Kalo masalah diskriminasi berbintang sama nggak berbintang ya memang demikian. Mana ada polisi berani nggrebek hotel berbintang.
Intinya sih : 1. Ada keprihatinan. 2. Tetapi bingung juga dari keprihatinan itu dimplementasikan prakternya dalam bentuk apa.
Karena itulah muncul aneka macam ide, yang ide2 itu sendiri masing menimbulkan kontroversi.
gawat…negara mengurusi urusan private warga negaranya….
Wuih.. banyak banget pertanyaannya :D
semua keputusan dan dan pertauran itu sebnrnya ga bisa dibilang bagus atau buruk, tapi lebih ke arah relatif…
contohnya pada kasus di atas, kita tidak bisa menyalhkan salah satu pihak, karena mereka kepergok dalam hotel walapun tidak melakukan (atau memang tidak mungkin melakukan seperti hub sodara),,
Nah masalahnya pantaskah negara masuk ke ruang individu/personal sampai sedalam itu?
Jangan jadi kabur masalahnya, Bung… Masalah utama adalah atas dasar apa pemerintah melakukan hal itu?
Undang-undang?
Atas dasar apa undang-undang itu dibuat?
Agama? Negara kita negara agama?
pertanyaan pertanyaan yang anda luncurkan berdasar tentang hal porno aksi dan menyangkut prostitusi sepertinya menjadi bahan pemikiran yang susah di temukan ketegasan dalam menentukan sikap.
kadang ada yang berfikir bahwa hal hal tersebut merupakan privasi dlsbg,tapi bukan berarti saya juga lantas setuju dengan berbagai pendapat yang melakukan pembenaran …..
sampean kok marakno bingung aku mas…mbok pertanyaane sing gampang wae seperti
Apakah anda selalu mencuci kaki anda…?
Apakah Kaki Mas Doni bisa bersih jika di cuci …..ngono kan penak mas jawabe
aku mesti jawab ….Nggak bersih wong gambare isih nempel hahahahaha hayo hooh to hahaha
Hahaha, iki mesti bar nonton facebook-ku
nek ora diomongi salah sijine biangane sing isih urip neng Jogja :)
Hayooo!!! Huahuahuahua
Atas Nama Kemunafikan Biarkan UU anti pornografi berjalan,lah di kasih UU saja gila apalagi tidak dikasih semakin gila hehehehe.
Dasar yg diajukan selalu saja itu kan soal pribadi , tergantung orangnya dll ga ada orang yg tidak terangsang melihat bagian tubuh sensitif diumbar,kalau bilang tidak berarti bukan lelaki (sejati).bohong jika tidak,hanya soal berani mengaku atau pura2 menahan hasrat hehehehhehe.
Undang-undang tidak bisa diatasnamakan apapun kecuali kepentingan negara dan masyarakat, Mas :)
kafilah menggonggong , anjing berlalu (eh kebalik yah hihihi)
UU ini kan sebagai kambing hitam krn banyak masalah lain yang tidak bisa diselesaikan. Paling tidak ada yang “berhasil”
Udah deh pake aja UU Jepang, gampang sekali… yaitu “Asal tidak kelihatan rambut bawah, semua OK” hahahahaa
Eh kafilah? Eh anjing?
Kita anjingnya? Hahahaha :)
Pertanyaanmu kok yang berat-berat sih Don?
Saya cuma bisa bilang, justru orang-orang itulah pelaku dan penikmat tindak asusila yang sebenarnya. Untuk menutupi aksinya dia akan berteriak agar tampak seolah-olah dia orang benar (suci).
Kelakuan yang aneh.
hemm, aku jadi ingat tulisan temanku yang menyatakan bahwa sebenarnya pernikahan adalah .
terus terang, aku belum bisa menjawab pertanyaan2 terbuka di atas.
It’s great
Kasian bgt nkri, seks diurusi, korupsi dianggap suci
Pada dasarnya ane setuju banget dengan ente don, tapi memang bener nya harus ada undang undang yang memang benar benar tegas hal ini, tentang perprotusian dll. karena memang benar benar sudah parah, bener nya yang penting tu undang undang tiap daerah tentang hal ini karena mungkin tingkat perkeplean dan prostitusi lainnya tiap daerah beda beda. Di Jogja sendiri tempat ane besar dan dilahirkan sekarang makin parah banget dunia prostitusi perkeplean, pergigoloan, perhomoan, perlesbian dll. belom lagi pas main ke bali , hadeh parah e pol polan. Ane takut nya kalau gak ada filter dari pemerintah untuk meredam itu takute kebablasen. walaupun filter terbaik emang keluarga dan diri sendiri. kalau ane sih cuma gak mau anak cucu ane kelak lebih parah dari sekarang yang ada. walaupun ending nya mau maksiat apa enggak maksiat karep karep e dewe, wong doso yo di tanggung dewe. tapi dengan UU yang bener mateng dan niat nya positif insyallah manfaat.