Mengenal namanya sejak lama tapi kenal ‘personally’ barusan via social media tentu saja.
Tapi yang kusuka dari sekian banyak persamaan dan perbedaan antaraku dengannya adalah kenyataan bahwa aku dan dia adalah sesama dinosaurus internet, sosok lama internet Indonesia atau katakanlah lebih lama daripada mereka yang baru kenal dan tergila-gila dengan internet saat blog, facebook dan bahkan twitter diperkenalkan barusan.
Nah, beberapa hari yang lalu ketika aku ‘gelisah’ ingin menulis tentang web developer/designer, aku kebingungan mencari-cari siapa yang patut kuwawancarai hingga akhirnya dari beberapa nama yang masuk list, kupikir dia adalah orang yang tepat.
Bukan saja karena ia masih berprofesi sebagai web designer/developer, tapi lebih dari itu, dari yang kuamati di timeline-nya, pergerakan orang yang satu ini sungguh dinamis!
sebagai bonusnya, semangat pun ikut terciprat kepada diriku untuk tetap setia pada bidang ini.
Ia begitu mencintai profesinya sekaligus memiliki visi pengembangan ke depan yang mantap!
So, ladies and gentlemen, entah kalian mau memanggilnya Viking, or King, tapi aku lebih suka menuliskan nama lengkapnya, Viking Karwur!
Suami seorang istri dan ayah dari seorang anak ini kuinterview melalui email.?Namun meski demikian, terasa betul letupan semangat serta optimismenya akan bidang yang ia kerjakan.
Walhasil, tulisan kudapat, sebagai bonusnya, semangat pun ikut terciprat kepada diriku untuk tetap setia pada bidang ini.
Dan semoga kalian… yang mungkin sudah mulai redup melihat harga web semakin murah sementara tagihan rekening listrik, KPR, mobile, kredit kendaraan hingga aneka kebutuhan rumah tangga makin tinggi, jadi bersemangat kembali karena dunia belum berakhir dan seperti orang bijak bilang, ?Apapun yang tak membunuh kita itu sejatinya menguatkan!?
Halo, Vik.. eh Viking.. eh apa sih panggilanmu sebenarnya?
Hahaha, halo juga Om Donny (Lah… dia malah manggil aku Om!!! -red) .. apa sajalah..
Baik, kalau demikian kupanggil engkau, Bung!
Sip!
Kalau tak salah aku mengenalmu sejak jaman ToekangWeb lalu IWWF (toekangweb dan IWWF adalah dua ?wadah? non-formal para pekerja web Indonesia tahun 1999-2000an awal dulu). Sekarang masih jadi web developer/designer?
Yup, masih tapi seiring perkembangan jaman, title yang tepat adalah cross-device web designer.
Sebenarnya bagaimana awalnya dulu bisa jadi web designer/developer?
Awalnya sejak September 1996 mulai belajar bikin website tapi saat itu profesiku masih jadi programmer Visual Basic. Tak lama kemudian aku pindah jadi programmer C++/Java hingga akhirnya memutuskan untuk kerja kantoran pada Februari 2000 sebagai web designer!
Lalu pada November 2005, aku memutuskan untuk kerja freelance, full time, Om!
Wow! Kalau begitu udah banyak dong web yang pernah dibikin. Berapa kira-kira jumlahnya?
Lumayan Om… Coba aja tengok portfolioku di sini.
Karena sekarang semua serba ?instant?.
Nah, kita kan tahu kehidupan online sekarang ini sudah begitu banyak berubah sejak kita (kuanggap kita seangkatan hehehe) memulai dari web designer/web developer. Bagaimana menurutmu?
Iya… “Berubah” terlihat nya. Karena sekarang semua serba “instant”.
Ada banyak profesi sekarang bermunculan di sekitar web itu sendiri mulai dari SEO expert, social media strategist termasuk di dalamnya buzzer, dan masih banyak lagi. Sementara aku melihat orang juga semakin tampak mudah untuk bikin web tanpa harus pake jasa web developer/designer kayak dulu. Entah yang kamu rasakan, tapi dari apa yang kudengar bahkan harga web company profil sekarang dibawah 2 juta rupiah dengan menggunakan CMS (Content management system -red) apapun itu yang simple. Benarkah?
Wah kujawab satu per satu dulu ya…
Bener banyak “profesi samping” yang muncul dan hal itu sah-sah saja. Baik Web Designer dan Web Developer saja juga berbeda.
Kalau dibilang bikin web semakin tampak mudah, itu relatif Om. Takutnya mereka yang bilang demikian adalah mereka yang melibatkan diri dalam persaingan buta.
Maksudnya?
Ya semua orang kan berhak mengaku jadi jagoan web designer/developer dengan mengklaim bahwa bikin web itu mudah! Padahal hal ini kadang-kadang ditempuh supaya proyeknya lari ke dia dan tak lari ke pesaing-pesaing lainnya.
Persaingan di bidang ini memang “berdarah-darah”, Om. Tapi untuk seorang web designer/developer “sejati” (baca : punya pengalaman dan sudah banyak portfolio dan banyak relasi) tetap bisa “santai” aja kok.
Kalau ada calon klien kontak saya; untuk buat website ada?beberapa pertanyaan yang saya tanyakan sebelum saya mau kerja bareng dengan mereka. Kalau konsiderasinya mau cari web designer yang “murah” pastinya saya langsung bilang lebih baik tidak dengan saya.
Kalau konsiderasinya mau cari web designer yang ?murah? pastinya saya langsung bilang lebih baik tidak dengan saya.
Sip! OK, next! Masuk ke sekitar tahun 2004-an konsep social media mulai terimplementasi melalui Friendster. LAlu kemudian kerlanjut ke facebook dan orang ‘seolah’ mulai mikir apa masih perlu punya website? Terutama setelah facebook memiliki feature page untuk bisnis ditambah lagi nongolnya eBay dan makin kuatnya Amazon dalam berjualan apapun tak hanya buku, yang bikin orang pikir, ‘Ah kalau mau jualan tinggal pake eBay atau Amazon, ga ribet urus ini dan itu, kalau mau pamer profile tinggal di Facebook dan smua orang akan lihat!’ ketimbang punya website sendiri masih perlu diiklankan biar banyak yang klik dan urus ecommercenya ga gampang.
Gimana pendapatmu? :)
Menarik!
In my opinion, ‘ketergantungan’ memiliki online presence kepada pihak ke-3 (dalam hal ini punya akun di facebook, punya blog di tumblr, punya photo di flickr dan sebagainya) dirasakan tidak nyaman.
Bagaimana kalau provider nya *down*? Bagaimana kalau begini dan bagaimana kalau begitu? Ingat tentang Geocities (Geocities adalah jasa layanan online untuk menampilkan halaman web kita secara cuma-cuma yang ngetop sejak paruh akhir medio 90-an dan lantas dibeli Yahoo! -red) yang luar biasa di era nya ? Dan kemudian ditutup oleh Yahoo! Kan kasian para penggunanya sedangkan memindah (migrasi) semua konten ke web hosting sendiri itu sepenuhnya itu pasti beresiko.
Jadi, jawabanku masih perlu!
Kalau kita ngomong di level corporate, yang punya Facebook page itu pasti punya website. Sebuah perusahaan besar (Ia menyebut sebuah nama airlines company -red) punya Facebook Page tapi juga punya websitenya sendiri. Malah, mereka juga punya microsite-microsite yang ditujukan untuk promo, misalnya.
Jadi kupikir, statementmu diatas itu cocok kalau dikhususkan pada level “perorangan” yang mau buat “online-presence” yang mudah / murah (gratis lebih baik) / cepat
Kalau mau berbisnis tapi hanya menggunakan kanal-kanal social media gratisan seperti itu sih ketahuan bahwa sang pebisnis cuma “modal dengkul” saja!
Next! Menurutmu Bro, kenapa kok harga web di kalangan web development company (katakanlah kacangan) semakin murah. Mungkin hargamu tak pernah murah, tapi bisa ngga kamu memberi opini mungkin dari sisi teman-teman lain yang mengalami fenomena tak menyenangkan ini, bahwa kecenderungan harga web semakin lama semakin murah?
Kalau saya mengacu ke buku “Blue Ocean Strategy” : persaingan yang ‘berdarah-darah’ yang membuat mereka menurunkan harga karena supaya bisa “makan atau dapur ngebul” aja.
Hasilnya juga bisa ditebak! Coba aja googling “Web Designer Jakarta” seberapa banyak yang professional & seberapa yang “kacangan” ? :) You know what I mean… :)
lebih tepatnya sih ?Semakin banyak yang perlu uang cepat dan tidak memikirkan kualitas!??
Sebenarnya bukan harga web yang semakin murah; lebih tepatnya sih ‘Semakin banyak yang perlu uang cepat dan tidak memikirkan kualitas!’…
Sama aja analoginya dengan naik angkutan umum, Om. Mau murah banyak kok tapi jangan komplain kalau layanannya amburadul.
So klien yang keren pasti pilih web designer/developer yang keren juga om. Bagiku, proyek berhasil dimulai dari 1 keputusan yang tepat om.
Selanjutnya, sekarang makin banyak orang ngaku jadi web designer/developer. Menurutmu, apa sih kriteria orang untuk dikatakan sebagai web designer/developer itu seharusnya? Apa setiap orang yang bisa wordpress bisa dianggap demikian atau mereka yang bisa handle plain PHP tanpa framework sehingga bisa bebas
tweaking/hacking gitu?
Pada intinya sih sebenarnya bebas-bebas aja kalau orang mau mengaku sebagai web designer/developer karena toh publik akan membuktikan dari hasil kerja yang ia punya.
Hehehe! OK, sekarang kita ngomongin profesi-profesi lainnya seperti social media specialist, SEO specialist, dan teman-temannya. Aku menyebutnya sebagai profesi ‘above the layer’ karena kitalah layer mereka, kitalah pengreasi tempat mereka mencari uang sekarang! Menurutmu bagaimana?
Profesi “above the layer” ? Ah, menarik…
Sebenarnya Web Designer atau Web Developer lebih ke sisi desain dan technical berikut strateginya saja. Kalau SEO Specialist, Social Media Specialist, Buzzer dan teman-temannya itu adalah pendongkrak brand dari sisi marketingnya.
Tak ada yang salah, menurutku dan tak pula berarti mereka itu pesaing kita. Cara kerjanya lumayan jauh berbeda meski lahannya sama.
Menurutmu lagi, masa depan web designer/developer TANPA harus pindah profesi bagaimana?
Masa depan lebih baik pastinya!
Untuk web designer atau web developer; bisa lebih “tersenyum” lagi nih karena skill-skill semacam HTML5 / CSS3 / JQuery (JavaScript) + UI/UX / Responsive Web Design akan terus dibutuhkan karena perkembangan dan kebutuhan pasar akan pangsa mobile development akan lebih dahsyat!
Pengguna mobile akan lebih banyak ketimbang desktop terlebih nanti akan hadir OS Mobile FirefoxOS dari Mozzila Foundation; dimana kalau kita mahir di skill diatas, profesi web designer/developer tetap ok bahkan semakin ok.
Tapi untuk yang mau pindah profesi, tentu tidak ada yang melarang hehehe.
Gak hanya web developer saja yang semuanya serba instant… Banyak juga kok dari kalangan lain, seperti contohnya…pengen jadi haiker dengan cara instant sekarang ini, akibatnya? “Ngawur” dan “sembrono” :)
viking karwur yang tetap exist dan terus berkembang di jalurnya. role model buat web designer indonesia lainnya. keep it up, bro!
Memang bener sekali, banyak juga temen temen kami web programer yang merasa kecewa dengan web-web instan,mereka pada curhat, katanya mematikan harga pasar.. tapi bener kata viking karwur.. web instan denga harga murah hasilnya juga murahan, banyak celah keamanan pastinya. Paling-paling dibuat hasil comot sana-sini
iya temanmu benar nih… positionnya jelas sebagai seorang freelance web developer.. tidak harus takut dengan saingan kalau kerjanya benar..
saat ini banyak banget web designer dan web developer yang skillnya serba instant… sehingga pas di coba realnya langsung ketahuan deh ilmunya sedalem apa…
Viking Karwur emang keren deh! Pernah jabat tangan dulu waktu launching Drupal 7 di Jogja :)
sampai berdarah – darah gan
Tak kira dinosaurus sudah punah, ternyata dinosaurus semacam ini malah tetap eksis..
Pengalamn,… dulu pernah beli theme murah banget Om, tapi ya hasilnya,… begitu deh. maksud hati hendak mengoprek, alhasil malah tergerus alur jelek.
Sama seperti buah, dipetik terlalu muda rasanya akan berasa masam, beda harganya dengan yang matang dipohon :)
Sebagai Web Developer Gateway saya pernah ditanya harga untuk membuat website semacam amazon berapa duit? aku jawab puluhan juta, doi kaget..
Karena ada yang nawarin jauuh lebih rendah, ya cuma aku jawab : Silahkan saja ambil yang itu hehe *surhat
Donnyyyy……
Buka blogmu aku malu karena lama tak update. Lelah, capek seharian kerja, alhasil malas dan terussss malas.
Don. Siapa bilang harga web semakin murah. Temanku masih pasang harga ‘lumayan’ sih menurutku. Dan memang benar, ke depannya kan mobile akan semakin berkuasa. Sekarang ini banyak sekali developer banner mobile yang datang jualan ke kantorku, dan kebanyakan mereka dari luar negeri!
waaaaow cool! memang semua kembali lagi pada penilaian masyarakat. nanti juga ketahuan mana profesional dan mana bukan :mrgreen:
masuk blog saya ya!
http://www.rokhland.blogspot.com
disana semua karya saya dari yang animasi sampai 3d
Owh menambah wawasan baru tentang dunia Web Designer/Developer..oh ternyata. Btw, Om Viking Karwur itu memang keren, pernah jabat tangan saat om Viking karwur di #MozillaFirefoxAppsDays 2013 sebagai ketua panitia acara tsb di Indonesia.