Perlukah terus-menerus berdosa karena Yesus datang bukan untuk orang benar?

11 Mar 2019 | Kabar Baik

Orang berdosa diibaratkan sebagai orang sakit. Orang benar diibaratkan sebagai orang sehat dan kesehatan adalah pengibaratan dari pertobatan. Semua tertera dalam ucapan Yesus di bawah ini:

“Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.? (Lukas 5:31-32)

Temanku pernah bilang gini kepadaku, ?Jadi orang itu jangan alim-alim banget lah! Tetep berbuat dosa karena Yesus datang kan untuk pendosa bukan untuk yang benar!?

Manusia rentan dosa

Secara manusiawi, kita ini memang rentan dosa. Penyebabnya adalah kuasa kedagingan. Orang korupsi karena ingin lebih kaya, orang selingkuh karena merasa dari selingkuhannya ia mendapatkan nafsu yang lebih baik dari pasangan resminya. Kedagingan memang selalu menuntut kenikmatan yang berlebih.

Adapun Yesus, Ia memang diutus untuk datang kepada para pendosa. Tapi satu hal yang dilewatkan oleh kawanku di atas tadi adalah kenyataan bahwa Ia mau datang pada pendosa itu ada tujuannya yaitu supaya mereka bertobat. Ia tak datang hanya untuk menyaksikan mereka terus-menerus berbuat dosa. Sama halnya tabib datang ke orang sakit ya untuk mengobati bukan untuk menemani orang sakit bersakit-sakitan!

Jadi, keputusan untuk tetap berdosa bagiku adalah keputusan yang tidak mensyukuri kesempatan yang diberikanNya.

Menjadi orang benar

Lalu bagaimana menjadi orang benar? Kalau sudah benar nanti Yesus nggak mau datang lagi?

Aku tak pernah punya pandangan bagaimana resep menjadi orang benar. Karena yang layak membenar-salahkan itu bukan manusia melainkan Tuhan. Sementara Tuhan baru bisa kita temui secara langsung setelah kita ?selesai? di dunia ini. Itupun kalau kita dianggap layak untuk bertemu denganNya nanti.

Sehingga kalau ada orang bilang bahwa Si A adalah orang benar mari doakan Si A supaya pada akhirnyaia memang dibenarkan Tuhan. Atau ketika ada orang memuji kita sebagai orang yang benar, jangan besar kepala karena menurutku itu justru berbahaya. Karena pujian kepada kita bisa menjadi ?hidangan? bagi nafsu kedagingan sehingga kita ingin lebih dipuji dan dipuji lagi.

Menjadi orang bertobat

Lebih baik menjadi orang yang bertobat. Secara terus-menerus berusaha untuk tetap bertobat dan seperti kata Paulus dalam Filipi 2:12, mengerjakan keselamatan dalam takut dan gentar. Takut dan gentar karena tanpa Yesus Sang Tabib, kita yang telah bertobat ini bisa kembali menjadi pendosa, menjadi orang sakit meskipun kita merasa sudah paling sehat sekalipun!

Sydney, 11 Maret 2019

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.