Semalam aku ikut sarasehan “Mengungkap Wasiat Iman Romo Tom Jacobs SJ” dalam rangka peringatan 40 hari wafatnya Romo Prof. Dr. Tom Jacobs SJ,
di sayap utara Gereja Kotabaru, Yogyakarta. Sesuai judulnya, acara ini bertujuan untuk mengungkapkan apa sebenarnya makna dari wasiat iman yang telah saya digitalkan di link ini
(bag. pertama) dan di link ini (bag. kedua). Pembicaranya ada dua, Romo B Kiesser SJ (Romo paroki Kotabaru) dan Romo Pujasumarta Pr, Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang.
Secara konsep, aku tak mendapatkan sesuatu yang baru, akan tetapi justru sesuatu yang lama yang telah tertimbun itu semalam tergali kembali lalu menjadi satu bentuk penyegaran serta
memicu simpul-simpul pembaharu hidup.
Menurut pendapatku, secara garis besar terdapat tiga hal pokok yang menjadi inti pembicaraan semalam.
Yang pertama adalah soal isu sekularisme, menemukan Tuhan dalam keseharian kita, serta yang terakhir adalah tentang pergumulan.
Satu kekhawatiran Romo Tom Jacobs SJ, seperti yang dikatakan Rm Pujasumarta Pr, dalam wasiat iman tersebut adalah tentang mewabahnya faham sekularisme yang,
khususnya di Eropa, telah banyak menggerogoti kehidupan menggereja secara khusus dan praktek-praktek agama secara umum. Keengganan manusia untuk bersandar dan “membutuhkan” Tuhan
mau tak mau memang menjadi sesuatu yang sulit dibendung. Kehadirannya seperti udara yang tak tampak namun kita rasakan dan bukan seperti batu segede gaban yang gampang kita hindari atau
terkena sama sekali, sekularisme telah mampu meresap dengan begitu cepat di dalam setiap sendi kehidupan kita.
Terkait dengan hal tersebut, adalah sebuah tawaran yang sangat baik dari hasil diskusi antara Romo Tom Jacobs dengan Uskup Agung Semarang, Mgr Ignatius Suharyo yang diadakan beberapa hari
sebelum Rm Tom wafat, bahwa sekularisme bisa dilawan dengan pengembangan devosi-devosi populer nan kreatif. Dalam bahasa lugasnya, bagaimana membuat orang merasa lega ketika usai berdoa.
Doa yang bukan dianggap sebagai satu rutinitas tapi lebih sebagai satu bentuk komunikasi yang lebih lepas dan membebaskan antara kita dengan Tuhan.
Dalam konteks yang lebih melebar lagi, mungkin aku berpikir bahwa tantangannya adalah bagaimana membuat gereja dan segala aktivitasnya lebih “hommy” bagi umat sehingga akan ada satu
kerinduan pada umat apabila ia tak berdoa dan menyapa Tuhan di gereja.
Lalu yang kedua, yang secara khusus diungkapkan oleh Rm B. Kisser SJ, adalah mengenai bagaimana Rm Tom Jacobs mengembangkan teologi proyek di Indonesia sebagai sebuah teologi yang berasal
dari “bawah”. Pemahaman prinsip ketuhanan yang diambil dari apa yang dipahami umat, bukan melulu sesuatu yang datang dari kitab-kitab serta dogma-dogma tertulis.
“Bagaimana melayani Allah dengan tangan dan kaki!” Demikian ungkap Romo Kisser.
Ya, baginya, devosi yang berarti kebaktian itu bukan melulu berwujud doa melainkan betul-betul pengejawantahan dari “berbakti” melalui kehidupan sehari-hari.
Melalui pekerjaan kita, perjumpaan kita dengan sesama, disitulah kita mengusahakan semaksimal mungkin untuk mengalami perjumpaan dengan Allah. Tentu pendapat ini tidak dimaksudkan untuk
menafikan arti ekaristi yang tetap merupakan puncak hidup kristiani, puncak perjumpaan kita dengan Allah secara nyata.
Dan yang terakhir, menyikapi soal pergumulan yang tak berkesudahan, Rm Pujasumarta Pr menegaskan betapa Rm Tom Jacobs, bahkan hingga saat-saat akhir menjelang wafatnya, juga mengalami
pergumulan iman yang dituangkan dalam wasiat iman tersebut.
Secara khusus, aku menggarisbawahi pembahasan pergumulan yang pada akhirnya menjadi trigger yang paling berhasil merangsang otakku untuk berpikir.
Bagiku, pergumulan iman bukanlah sesuatu yang buruk dan menandakan kepercayaan yang goyah, bukan?
Setiap saat bagiku adalah tantangan untuk pembuktian terhadap semua kepercayaan yang kuamini benar.
Aku bukan tipikal orang yang menerima sesuatu lalu mengamininya dan memangsukkannya ke dalam kotak dan tersimpan erat di sana.
meski bukan berarti aku setuju untuk mengunggul-unggulkan keyakinan sebagai sesuatu yang mutlak dibela dengan kekerasan dan emosional!
Tapi yang namanya iman memang harus selalu dipergumulkan!
Dalam konteks keseharian, aku cenderung untuk selalu bertanya “Tuhan, hari ini Kau akan sepeduli apa terhadapku ?”
lalu aku membuktikannya melalui apa yang kulalui pada hari itu bahwa Tuhan memang selalu peduli,
ketimbang “Hari ini Tuhan PASTI peduli kepadaku!” Lha kenapa demikian? “Karena sudah tertulis demikian!”
Ah, kalau jawabannya cuma kayak gitu, tiba-tiba aku jadi teringat salah satu percakapan dalam film Devils Advocate!
Menjelang akhir tayangan film, Kevin Lomax (Keanu Reeves) dengan lugunya berkata kepada John Milton a.k.a Luciver a.k.a Dad of Satan (Al Pacino)
“In the Bible you lose. Were destined to lose dad.”
Lalu dengan santai dan penuh riang gembira, si Milton menjawab
“Ah well, consider the source son!”
Ya, ya, ya! Kalau iman cuma diletakkan pada sumber-sumber tertulis dan kita gunakan untuk memberikan alasan “karena sudah tertulis demikian?”
bagaimana kalau si Milton yang notabene bosnya neraka itu lalu membuat buku saingan dan berkata “Kamu berkata Sudah tertulis demikian? di buku yang baru saja kubuat, tak satupun
kutulis demikian!!!”
Jawaban terbaiknya tentu melalui penyandaran diri sepenuhnya kepada Allah serta penyadaran dan pembuktian pada praktik kehidupan sehari-hari, di sanalah pergumulan tentang iman,
pergulatan tentang domba melawan serigala terperinci secara nyata!
Piye, kamu berani ?
Gambar diambil dari sini.
Pertamax aja deh. Diskusi yang sangat menarik pastinya Mas Verdian.
“Karena sudah tertulis demikian”
Kurasa ini sebuah jawaban klise dari pertanyaan-pertanyaan yang para penjawab tidak bisa menjawab atau tidak mau menjawab.
Dan setelah menjawab seperti itu biasanya ditambahi embel2
“mbo yo tobat to lhe.. wes percoyo wae karo Gusti dan KitabNya”
Lha yang ga percaya tuh sapa je .. mung takon gitu lhooo
Bagiku, pergumulan iman bukanlah sesuatu yang buruk dan menandakan kepercayaan yang goyah, Setiap saat bagiku adalah tantangan untuk pembuktian terhadap semua kepercayaan yang kuamini benar. –
sepakat. Dalam pergumulan lah kebesaranNya akan menjawan tantangan sehari – hari.