Percakapan Antar Diri Sendiri: Agama dan Indonesia

1 Apr 2008 | Cetusan, Indonesia

Kalau orang bertanya “Donny! Kamu orang apa?”
“Saya orang Indonesia!”

“Lha kamu kan orang Jawa?”
“Iya! Tapi saya tetap orang Indonesia!”

“Eh, kamu kan orang Katolik?”
“Iya! Tapi saya orang Indonesia!”

“Kenapa kamu selalu menjawab bahwa kamu orang Indonesia meski kamu juga Jawa dan Katolik?”
“Ya! Karena saya orang Indonesia!”

“Lalu bagaimana kalau ras kamu yang Jawa itu diinjak-injak?”
“Ya saya akan tetap bergeming, tapi toh dia tak menginjak-injak saya dan Indonesia?!”

“Lalu bagaimana kalau Junjunganmu dikatakan menikahi mantan pelacur, misalnya… apa ya tetap kamu akan bertindak secara “Indonesia” saja?”
“Iya! Karena itu urusan pribadi-Nya, bukan urusan pribadi maupun kelompok yang mengatasnamakan seagama dengan saya! Saya cinta damai karena saya orang Indonesia!”

“Tapi itu kan masalah yang sangat ilahi. Kenapa kamu tak bergeming saja? Mereka toh menginjak-injak nama Junjunganmu?”
“So..? Justru Junjungan saya akan lebih terinjak-injak andai saja saya berlaku bodoh dengan membalas cemoohan mereka itu. Nggak ada gunanya!”

“Lalu bagaimana kalau perjamuan terakhir Junjunganmu dilukiskan yang tidak-tidak, terlebih dijadikan cover majalah yang menggambarkan jamuan akhir mantan pejabat yang ditengarai sebagai godfathernya korupsi Indonesia?”
“Ya, sekali lagi itu bukan urusan saya! Lagipula saya yakin Junjungan saya punya sense humor yang cukup tinggi, jadi jangan kawatir Ia tak kan se-sensitive itu menanggapi hal-hal begituan.
Lagipula, Urusan saya dengan Junjungan saya hanyalah bahwa saya percaya padaNya, sebagai sumber segala sumber yang baik. Perkara iman, ya saya mengimaninya tapi tak sesempit yang kamu bayangkan. Iman saya coba saya implementasikan lebih jauh ke dalam urusan antar-sesama saja. Bagaimana saya mampu berbuat baik dengan sesama tanpa harus membedakan baik-buruknya, dan semua perbedaan yang ada dan yang pasti akan selalu ada.”

“Kamu nggak dendam dengan orang yang berbuat demikian?”
“Nggak! Kenapa harus dendam?”

“Kamu nggak dendam dengan agama orang yang berbuat demikian?”
“Untuk apa? Kalau agamaya sama dengan saya gimana? Saya harus dendam pada agama saya sendiri?
Apa yakin bahwa agama mereka yang menggerakkan hingga berbuat demikian? Bagaimana dengan orang yang tidak beragama? Apa yang harus saya dendami kalau begitu keadaannya sementara ia tak punya agama?”

“Lha kok kamu malah tanya balik?!”
“Lha kamu tanya juga aneh-aneh saja! Seperti tak ada masalah yang lebih meng-Indonesia yang bisa kita bicarakan dan kita selesaikan duduk persoalannya saja?”

“Misalnya?”
“Korupsi? BBM? Kisruh Pilkada? BLBI? Penggundulan hutan? Dan masih banyak lagi!”

“Tapi itu kan masalah duniawi! Kenapa tak pernah kau selipkan perkara moral dan surgawi-nya?”
“Beuh! Surga yang seperti apa yang harus saya selipkan? Moral? Moral yang seperti apa pula?”

“Ya surga! Ya moral!”
“Ya sudah! Ya sudah!”

“Sudah apa?”
“Sudahlah! Saya lebih baik berpikir tentang apa yang hendak saya makan besok pagi ketimbang ngomongin satu hal yang belum terlalu jelas untuk diperjelas saat ini. Jangan kawatir Bung! Nanti, cepat atau lambat, kamu akan mengetahui semuanya! Tapi nanti, bukan sekarang! Kalau kamu sekarang harus sarapan, jangan memikirkan tentang makan malam!”

Sebarluaskan!

3 Komentar

  1. Cool writing, Don!

    Balas
  2. “Ya, sekali lagi itu bukan urusan saya! Lagipula saya yakin Junjungan saya punya sense humor yang cukup tinggi, jadi jangan kawatir Ia tak kan se-sensitive itu menanggapi hal-hal begituan.”

    Betul Mas! Sambil mesem, paling dia akan protes: “Lho, kok di situ, rambut saya ndak gondrong?” hehehe…

    Balas
  3. bener mas,

    ngapaen ngurusin agama orang, ngapaen ngurusin agama. toh semua ada jatahnya, biar aja “yang di atas” menghakimi mereka sesuai dengan aturanNya.

    para preman berjubah putih itu dia belum membaca quran secara utuh tuh. di sana dijelaskan bahwa bagimu agamamu bagiku agamaku.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.