Penjilat

28 Apr 2008 | Cetusan

Double headed snake
Kalian tahu ular?
Apa yang bisa ia lakukan untuk mendeteksi mangsa selain menjulurkan lidahnya dan menjilat?
Menjilat keadaan, menjilat udara yang ada disekitarnya untuk tahu dimana ada musuh yang harus diterkam.
Baru sesudah kentara benar-benar, ia manfaatkan kecepatan pergerakan kepalanya serta kedahsyatan bisanya untuk meremukan tulang belulang lawan serta meresapkan bisa racunnya di aliran darah korban.
Pada saat yang bersamaan, ia tenggelamkan lidah bercabangnya dalam-dalam seolah-olah ia tak pernah menggunakannya untuk mendapatkan makanannya itu.

Apa kalian pikir penyakit bangsa ini yang terakut adalah korupsi?
Yang benar saja! Bagiku korupsi hanya implikasi. Hanya riak dari satu arus besar yang bernama: kemalasan.
Dan implikasi lain dari kemalasan yang kira-kira sejajar dengan korupsi adalah jilat-menjilat.
Tentu bukan dalam arti yang sebenarnya, tapi dalam arti kiasan yang artinya berlaku baik-baik kepada seseorang dengan cara yang tampak “loyal”, “suci” dan “benar” padahal tak demikian adanya.
Konon untuk perkara yang satu ini, kita adalah moyangnya! Semenjak jaman Belanda menjajah dulu, para bupati biasa membawa upeti untuk pelicin bagi wedhana.
Wedhana berlaku sama, berupeti untuk gubermen.

Sebenarnya, penjilat tidak akan merugikan andai saja ia tak melibatkan orang lain sebagai korban, tapi entah kenapa kebanyakan bahkan semua penjilat selalui mengenal korban.
Korban biasanya berasal dari orang lain yang menurutnya adalah saingan. Seorang penjilat selalu mengira hidup adalah persaingan dalam segala hal dan oleh karenanya pemenang harus ditentukan dengan segala upaya, salah satu yang terbaik adalah dengan menjilat itu tadi.

Seorang penjilat biasanya memiliki dalih sebagai “pelapor”.
Simak ucapan seorang penjilat sebagai berikut

“Aku kan mung lapor! Ndak ada niat sama sekali buat ngembat A atau B, kok! Aku kan cuma pengen supaya perusahaan ini maju jadi melihat ada yang tidak beres ya langsung kulaporkan (supaya beres) aza!”

Pengalaman saya, kalau Anda diperangkap oleh seorang penjilat seperti itu, JANGAN PERCAYA!
Mereka sedang meresapkan bisa racun mereka ke dalam benak Anda. JANGAN TERLENA!

Anda toh tidak tahu apa yang sebenarnya ia katakan pada atasan Anda.

Bagaimana kalau dia bilang begini

“Wah Pak! Ancur, Pak kantornya! Dia itu bisanya cuma maen-maen di kantor, ndak ada kerjanya sama sekali! Sebentar minggat sebentar pergi! Kalau saya boleh usul, usul lho ini…. digeser aja Pak posisinya! Atau ditangani langsung oleh Bapak saja. Bapak kan punya pengalaman kerja yang sangat tinggi untuk bidang itu bahkan sampai ke Afrika dan Timur Tengah segala tho?”
Nah loh, kalau demikian adanya, apa kamu juga akan tetap mau percaya dan terlena?

Tapi melapor-nya itu sendiri kan tindakan yang benar ?
Ya, memang! Sangat benar! Tapi dalih di belakang laporan itu yang kurang tepat.
Sebenarnya kalau penjilat ingin memangsukkan lagi lidahnya ke lubang mulutnya, ia bisa lho menggunakan laporan itu sebagai satu saran serta opini untuk mereka si calon korban.
Jadi ndak harus bilang langsung ke bos dulu, istilah sekarangnya “self/internal correction” gitu lho!

“Ah, kamu sebenarnya sudah baik, lho! Tapi ya masih kurang sedikitttttt. Wah saya ndak bisa membayangkan kamu pasti jadi bakalan lebih OK kalau kamu ndak seperti ini dan itu. Aku tahu lho, tapi aku sengaja nggak omong supaya kamu introspeksi dulu.”
Nah, kalau gitu kan enak?

Lalu hal berikutnya, seorang penjilat memiliki kencederungan untuk berlindung di bawah selangkangan orang yang dijilatnya.
Ini lumrah! Penjilat adalah bangsa penakut untuk berterus terang. Mereka lebih memilih melihat-lihat keadaan dulu. Jika tidak memungkinkan ia akan berlindung, betul-betul berlindung mengkerut di bawah selangkangan orang yang dijilatnya, jika memungkinkan ia memang akan langsung menggebrak. Tapi beneran deh, untuk yang terakhir kali ini sangat jarang dilakukan bangsa laknat seperti halnya penjilat itu.

“Awas kamu macam-macam! Bos kemarin sudah bilang sama saya bahwa dia akan menggeser posisi kamu lho!”
Nah, Pak Bos lagi, Pak Bos lagi yang dibawa kan?
Padahal jelas-jelas ia yang meminta si bos untuk penggeseran posisimu, tho?

Lihat! Ia pun berlindung di bawah pendapatnya yang seolah-olah itu adalah pendapat bosmu.

Ini juga penting! Perhatikan bahwa ketika seorang penjilat sedang kehilangan kepercayaan dari yang dijilatnya, hati-hati dan waspada, karena jangan-jangan ia akan mendekati Anda.
Meski untuk sementara waktu, para penjilat yang sedang gatot (gagal total) terhadap yang dijilat, memiliki kebiasaan merapat kembali dengan korban jilatannya.
Seolah-olah ia adalah teman lama yang begitu baik kepada kita.

Biasanya kata-kata yang sering digunakan adalah “Eh, kalian kok nggak pernah kontak-kontak aku lagi? Ayo dong jalan-jalan lagi!”

Atau ada pula yang begini “Aku sebenarnya setuju dengan pendapatmu dulu itu. Aku lagi sibuk aza jadi nggak bisa ngikutin sejak kemarin. Aku gabung ya?”

No! Say no to him! Sekali kamu mau memberi angin untuk kembali berdekatan dengannya, saat itu juga dia yang sebenarnya sudah gatot jadi punya modal besar untuk ngomongin apapun yang tampak kurang baik barang sedikitpun kepada orang yang dijilatnya.
Di titik ini, anda akan terpuruk lagi dan lagi dan lagi!

Lalu bagaimana cara menangkap penjilat dan membuatnya jera?
Sorry to say, tapi sepertinya sulit! Yang kumaksud sulit di sini adalah dua-duanya, sulit untuk menangkap dan sulit pula untuk membuatnya jera.
Kalaupun ia bisa ditangkap, aku yakin tak akan mampu membuatnya jera begitu saja.
Sifat menjilat dan penjilat adalah dua hal yang tumbuh jadi satu.
Bisakah kita hidup tanpa bernafas? Susah bukan? Sama! Bagi para penjilat itu, jilatan adalah nafas dan hidupnya.
Jangan pula berharap pemerintah untuk mbikin komite khusus pemberantasan jilat-menjilat! Ini sangat tidak mungkin! Beda dengan KPK yang selalu bisa mengusahakan menghadirkan barang bukti ke pengadilan, maka apa yang bisa dijadikan bukti kalau masalahnya adalah penjilatan?

Secara pribadi, saya percaya bahwa penjilat yang tak lain adalah ular beludak, adalah satu hal yang tak akan pernah bisa hilang dan dihilangkan.
Keberadaannya yang seusia umur sejarah manusia, sudah digariskan akan selalu ada hingga sebelum kiamat tiba.
Makanya, ketimbang menangkap yang tak akan bisa efektif, lebih baik menangkal penjilat.

Caranya, hilangkan kesempatan.
Penjilat tumbuh melalui kesempatan di sekelilingnya.
Redam gelombang besar yang namanya: kemalasan, meski itu memang sulit!
Bekerja yang baik dan lurus serta jangan pernah mau berhubungan dengan para penjilat dengan dalih apapun.

Datanglah ketika ia sedang berkabung atau istrinya sedang melahirkan anak.
Beri selamat ketika menikah dan berulangtahun.
Cukup! Cukup pada kesempatan-kesempatan itu saja, selebihnya, anggap kamu tak pernah kenal dengan mereka!
Dalam hal apapun bahkan hingga ke hubungan keluarga yang seharusnya guyub rukun. Kita harus korbankan itu!
Ingat, sifat menjilat itu seperti layaknya asthma dan epilepsi tingkat akut, akan selalu kumat setiap saat dan tepat langsung embat!
Siapa yang diembat? Ya kamuuuuhhhh!!!!!!

Lalu dua cara terakhir yang memang benar-benar harus kita lakukan ketika keadaan benar-benar mentok, adalah keluar dari lingkungannya!
Kalau ular sudah beranak pinak dan ternyata anak-anaknya take after (mewarisi) sifat-sifat bapaknya, itu akan semangkin menyusahkan pergerakan kita, domba-domba tambun nan tulus juga lugas ini.
Mereka secara tak langsung telah meng okupansi lingkunganmu menjadi sarangnya. Makanya, pertimbangkan untuk keluar dengan segera sebelum kamu tercabik-cabik bahkan hanya oleh gesekan kulit bersisiknya sekalipun.
Akan tetapi sebelum itu jikalau memungkinkan, injak dulu kepalanya!
Pastikan satu korban di kubu mereka mampus oleh kakimu.
Hanya itu jalan membuatnya mati karena bahkan dalam kitab suci sekalipun, petunjuk yang paling efektif untuk menghabisi si ular adalah dengan menginjak kepalanya hingga remuk redam, membiarkan ekornya bergoyang-goyang sebentar! Kalau kamu melihat ia sudah sampai tahap demikian, percayalah, malaikat pencabut nyawa sedang menarik berat-berat sukmanya hingga keluar tubuhnya.
Ia sekarat!

Gambar diambil dari sini.

Sebarluaskan!

7 Komentar

  1. Kalo kamu, suka dijilat-jilat nggak?

    Balas
  2. lg ada yg ngejilatin kamu ya don….?

    Balas
  3. @DM:
    aku gak suka dijilat, sukanya di hmmm.. ditelan ahuahuahua

    @IB:
    hehe Mas, betul tapi kadang terlalu lama hal itu terjadinya

    @Windy:
    Lha kamu udah kelar? Huahuahuau *gubrak*

    Balas
  4. setuju
    kalo pengalaman saya di sekolahan. Jogja juga memang para penjilat itu tidak punya hati.
    anyway thanks tipsnya.
    and salam kenal

    Balas
    • Salam kenal!
      Senang kalau tulisan saya membawa manfaat…

      Balas
  5. wah seru membaca tulisan ini.
    tulisannya bagus..apalagi soal menginjak kepala penjilat hehe
    salam kenal mas.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.