Pak Presiden dan Bupati yang Tertidur

10 Apr 2008 | Cetusan

SBY
Benar kata Momon!
Komentarnya di tulisan saya sebelum ini tentang peristiwa SBY menegur bupati yang tertidur ketika beliau berpidato membuat saya juga teringat dengan guru-guru yang pernah memarahi saya karena tertidur di kelas. Dan saya yakin sebenarnya bukan saya dan Momon saja yang setuju, saya yakin sebagian besar dari kalian yang membaca tulisan ini juga mengangguk setuju bahwa tertidur ketika mendengarkan orang berbicara di depan adalah sesuatu yang lumrah dan wajar.

Tapi tentu saja kelumrahan dan kewajaran ini adalah sesuatu yang kurang baik karena bagaimanapun pada kondisi seperti itu kita sebagai pendengar memang di set untuk mendengarkan bukan untuk tidur.
Terlebih kalau yang bicara itu tokoh sekelas SBY yang presiden itu dan terlebih lagi, yang mendengarkan dan yang tertidur itu adalah bupati! Kepala daerah yang kalau di kabupatennya bisa jadi seperti raja, tapi kenapa juga kalau di ajang pertemuan seperti itu malah jadi raja molor tak beda dengan abang tukang becak di dekat rumah saya yang kalau pagi hingga siang selalu molor karena belum punya uang untuk sarapan sekaligus menghemat tenaga jika sewaktu-waktu ada penumpang yang ingin menggunakan jasanya.

Pak Muladi bilang “Tidak apa-apa. Yang tertidur itu sakit kencing manis. Presiden marah hanya sepintas, tidak berlanjut. Manusiawi.”

Kalau saya jadi Pak SBY saya akan bilang “Sakit? So?”

Orang tua saya bilang kalau kita sakit, jangan menunda-nunda untuk mengobatinya.
Terlebih kalau atasan saya sampai tahu bahwa saya mengidap sakit akut seperti kencing manis, tentu saya punya kewajiban harus mengobati penyakit itu sesegera mungkin.
Lha kalau sakitnya menahun? Ya seharusnya orang sekaliber bupati itu sebelum mencalonkan diri, ia sudah bisa berpikir mana yang harus diproritaskan, kekuasaan atau kesehatan.. kenikmatan hanya lima tahun atau umur panjang sehat walafiat.
Benar-benar sesungguhnya tidak ada satu alasan pun untuk membela satu kesalahan yang sudah cetha wela-wela, terbukti di depan mata, seperti itu.

Dalam kasus ini saya harus jujur berkata bahwa SBY itu orang yang benar meski ia ada di tempat yang salah dan waktu yang kurang tepat.
Ia ada di kondisi yang memang sudah melumrahkan dan mewajarkan kejadian konyol seperti itu terjadi.
Yah, sayang sekali!

Sebarluaskan!

3 Komentar

  1. Tulisanmu makin kemari makin ciamik, Su! Terutama yang ini. Terasa banget. Bukan basa-basi ini. Ngapain aku basa-basi sama kamu. Muantep tenan!

    Balas
  2. intip intip ahhhh

    Balas
  3. Ah Aa DyM…. jadi ndak enak ati mendengar sanjunganmu. Semoga tidak membunuhku :)

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.