Aku memang takut ketinggian dan meski sudah berpuluh-puluh kali naik pesawat terbang tapi tetap saja, detik-detik menjelang take off dan landing-nya pesawat
serta pada saat kondisi cuaca kurang baik di udara adalah saat dimana keringat dingin bercucuran dan jantung berdegup kencang karena ketakutan.
Tapi setelah mbaca artikel Majalah Tempo edisi 4- 10 Agustus 2008 halaman 124 bertajuk Teror di Atas Laut Cina Selatan
tiba-tiba aku pengen berada di pesawat Qantas Boeing VH-OJK 747-400 jurusan London – Melbourne yang terbang pada Jumat 25 Juli 2008 itu.
Apa pasal aku mau seperti itu? Karena aku ingin merasakan bagaimana heroiknya kapten pilot John Francis Bartels
dan kopilot Werninghaus Bernd menyelamatkan 350 penumpang dan 19 awak pesawat dari kecelakaan akibat badan pesawat yang bolong sekitar 3 meter
yang menurut perkiraan terjadi karena meledaknya tabung oksigen yang biasa disediakan untuk mengatasi keadaan darurat.
Membaca bagaimana Pak Bartels menyelamatkan penerbangan dengan pendaratan darurat ke Manila, Philipina sangatlah mengesankan. Bayangkan, pada saat badan pesawat bolong di ketinggian
8.840 meter yang cekak oksigen itu, ia harus menurunkan pesawatnya secepat mungkin ke posisi 3.000 meteran untuk mengejar jatah oksigen bagi penumpangnya hanya dalam waktu 6 menit.
Hal ini ia lakukan karena sadar bahwa tekanan udara pada kabin berkurang sementara selang oksigen banyak yang tak berfungsi.
Simaklah alasannya bagaimana cepatnya ia bereaksi menghadapi situasi yang panik seperti yang dikutip oleh TEMPO
“Begitu saya sadar terjadi pengurangan tekanan udara, segera saya menarik daftar tindakan darurat dalam ingatan saya”
Tak hanya itu, sesudahnya ia pun memutuskan untuk mengurangi kelebihan bahan bakar di udara supaya tidak terlalu memberatkan bobot pesawat lalu menjalankan pesawat secara manual
karena sistem otomatis-nya ikut mati dan selama dua jam ke depannya membawa penumpang untuk menyongsong pendaratan darurat di Bandara Ninoy Aquino Manila, Philipina tepat pada pukul
13.15 waktu setempat.
Hebat, bukan?
Tak heran, Pak Bartels ini memang sudah kenyang makan asam garam dunia penerbangan.
23 tahun lamanya ia menerbangkan pesawat Qantas dan sebelumnya ia pun sudah pernah bergaung dengan Skuadron 724 Angkatan Laut Australia menerbangkan pesawat tempur Skyhawks selama 16 tahun.
Selain itu, ia juga dikenal sebagai aviation photographer yang handal. Ia suka memotret pesawat lain yang sedang sama-sama mengudara dengannya.
Aku jadi membayangkan andai… ya andai saja negara kita punya pilot sepengalaman Pak Bartels. Terlepas dari aspek luck yang ada padanya,
sudah barang tentu kehadiran orang-orang seperti dia di dunia penerbangan tanah air akan membuat kita semakin disegani di luar negeri ya.
Di tengah karut marut penerbangan mulai dari pelarangan terbang ke Eropa, pesawat yang jatuh lantas dinyatakan hilang,
pesawat-pesawat yang rusak tapi masih tetap dipakai, peristiwa ban lepas hingga gosip bocornya rekaman blackbox pesawat nahas,
sosok-sosok seperti Pak Bartels ini tentu akan sanggup jadi embun penyejuk bagi kita.
Jadi gimana Pak Bartels mau pindah ke sini?
Negeri indah nan syahdu ini?
wetew.. ternyata kita punya ketakutan yang sama, bahkan saya sempat muntab dan misuh misuhi secara norak seseorang yang ngeyel telponan pake hp saat pesawat final approach di banjarmasin..
dan juga pernah dengan nafas plong memuji secara tulus namun norak pada pak pilot yang mendarat mulus di foggy runway pekanbaru…..
saya akui hal diatas lebih didorong oleh ketakutan saya yang keterlaluan.
para pilot yang terhormat.. betapa nasib kami ditangan anda saat berada diatas sana.. asah terus profesionalitas dan bangkitkan dunia penerbangan indonesia!
(kok aku dadi koyo posting ki?, tp sejujurnya (norak? yoben) tiap lihat pesawat melintas aku selalu membatin berdoa semoga selamat sampai tujuan, coz i knew how it felt to be upthere..)
ahem.. negeri nan syahdu? pindah sini?
lha oktober mbesuk sampeyan kemana mas?
apa gw bilang … apa gw bilang…. naik pesawat ? ogaahh….!! yg luar aja begituw apalagi yg local… bener laki gw kan… naek kereta ajah jelas2 kakinya napak di tanah….
Aih, lebih baik Pak Bartels jangan pindah ke mari. Bukan apa-apa. Mungkin tak sedikit pilot hebat yang dimiliki Indonesia. Tapi soalnya adalah: manajemen penerbangan di Indonesia! Sangat disayangkan kalau orang berkualitas berada di tempat yang tidak berkualitas.
Kenapa banyak orang hebat Indonesia bekerja di luar? Salah satunya (sekali lagi salah satunya), tentu saja karena profesi mereka dihargai di tempat yang kondusif.
Kalau nggak salah kita sudah punya pilot yang seperti Pak Bartels itu. Saya lupa namanya, tapi kalau nggak salah pilot garuda. Dia yang mendaratkan pesawatnya di atas sungai yang sempit sehingga semua penumpang selamat kecuali satu orang pramugari yang tewas. Semoga semua pilot seperti para pilot pahlawan sejati ini.
ada..ingat Pilot Garuda dulu yang mendarat di bengawan Solo..sampai menjadi bahan studi dan pembicaraan
di suruh aja pilot2 Indonesia berguru ama pak Bartels…
biar bang Donny gak was-was lagi naik pesawatnya Indonesia
he..he..he..
salam kenal bang..
Salut buat bang Bartels & Bernd.
Salam kenal bro… :)
@Windy:naik kereta kok kakinya napak tanah? Mana bisaaa???
@DM: Amin :)
@Angga: Oktober besok saya ke negeri damai, Australia menyatu dengan istri tercinta :)
@Rafki dan Iman: Betul, kejadian di Solo itu mengingatkan saya pada betapa hebatnya pilot kita. Tapi berapa banyak ?
mmmmm… yah… kalo barter gimana? kita impor 1 pilot tangguh untuk ngelatih pilot2 kita. nah kita barter 1 pilot itu dengan 100.000 tki :D
kalo itungan matematis kan lumayan. 1:100.000!
kekekekke lagian kan mayan ngirim pahlawan devisa ke luar negri:D asal sampe sana jangan dihamilin terus dideport!
ada ngak ya di tempat kita yang kaya gitu ? btw dah ndengerin rekaman yang udah beredar itu belum ? ngenes… dab
semoga para pilot indonesia membaca pengalaman Pak Bartels ini dalam melakukan penyelamatan terhadap penumpang, mas donny. sungguh ironis kalau sudah banyak taktik dan strategi penyelamatan penumpang, termasuk pengalaman langsung, kecelakaan pesawat masih terus terjadi dan terjadi, haks ….
mbok….arep…pilote ampuh koyo dab Bartels…sumpahh..tetep we aku ra wani…mending rasah numpak montor mabur..jujur wae…singunen aku thuk…hehehehhehe
Insiden luar biasa yang dialami pesawat GIA Boeing 737-300, dimana kedua mesinnya mati, alat navigasi sama sekali tidak berfungsi & pembangkit listrik mati total, tetapi Capt Pilot Abd Rozak dapat mendaratkan pesawatnya dengan selamat di Sungai Bengawan Solo dapat anda baca di Majalah Angkasa Edisi Agustus 2008, ini lebih dahsyat & spektakuler