Orang baik, orang benar

30 Apr 2012 | Cetusan, Indonesia

Cerita singkatnya begini,
suatu waktu, sekitar pertengahan dekade silam, aku ditugaskan bekerja selama seminggu ke sebuah kota kecil di sisi timur Indonesia. Untuk itu, aku diinapkan di hotel yang letaknya tak jauh dari kantor milik klien.

Karena waktu itu aku melakoni kuliah sambil kerja (atau sebaliknya? Kerja sambil kuliah ya?) dan kebetulan waktu itu adalah dekat-dekat ujian akhir semester, akupun membawa buku materi yang kubuka sesekali ketika ada kesempatan untuk membacanya. Harapanku, sekembalinya ke Jogja, aku sudah siap untuk mengikuti ujian tersebut.

Lalu, suatu sore sepulang dari kantor klien, selepas mandi air hangat, aku terkejut karena buku materi yang semalam kusimpan di laci sebelah tempat tidur tak kutemukan di sana.

Aku kelimpungan dan dengan panik mulai mencari ke sana kemari.

Jangan-jangan kusimpan di lemari! Lalu lemari kubongkar tapi tak kudapati. Jangan-jangan di rak buku dekat WC! Lalu kudatangi, tapi skali lagi tak kujumpai bukuku di sana.

Atau… jangan-jangan maling? Pikirku meski kemungkinan itu sulit untuk menggapai-gapai ranah logisku karena, “Ah, masa iya.. ini kan kota kecil.. orangnya terkenal bersahaja? Mana ada maling di sini!?!”

?Ah, masa iya.. ini kan kota kecil.. orangnya terkenal bersahaja? Mana ada maling di sini!?!?

Aku mencoba meredam rasa penasaranku dan tidur cepat adalah obat yang mujarab malam itu.

Pagi harinya, aku terbangun dengan ketokan pintu petugas cleaning service.

“Selamat pagi, Pak!”
“Pagi!” mataku masih mengeriap menantang matahari yang keluar dari sela pintu kamar.

“Mau dibersihkan kamarnya?”
“Oh ya silakan! Tapi saya sambil tiduran ya!”

Lalu, pemuda yang kutaksir usianya tak lebih dari 20 tahun itupun melaksanakan tugasnya sementara aku mencoba membuka mata lalu menonton televisi.

“Kamu asli sini?” sapaku padanya.
“Iya, Pak” jawabnya sambil terus bekerja.
“Kerja tetap di hotel sini?”

“Iya, Pak. Kerja di sini paginya… sorenya saya kuliah!”
A-ha, rupanya ia sepertiku, bekerja sembarli kuliah.

“Oh, ambil jurusan apa?”
“Matematika, Pak!”
Lalu obrolan terasa lebih nyambung. Selain karena merasa ‘senasib’ yang ‘bekerja sambil kuliah’, aku merasa selalu tertarik untuk berinteraksi dengan orang yang sekilas kuamati memiliki semangat hidup yang luar biasa meski ia tinggal di daerah terpencil.

Dua puluh menit berlalu. Kurasai ia telah menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya mungkin kelar dalam waktu 10 menit tapi karena kuajak ngobrol jadilah ia molor.

“Sudah selesai, Pak!” tuturnya menutup percakapan siang itu.

“Eh, kamu ke sini sebentar..” panggilku padanya, ia yang semula sudah hendak keluar kamar pun berbalik kepadaku.

Selembar 50 ribuan kuserahkan padanya. “Ini bukan tips… tapi untuk beli buku atau keperluan kuliah kamu lainnya..”

“Ah, terimakasih, Pak!”
“Sama-sama… belajar yang tekun!” jawabku.
“Iya, Pak.. eh, maaf Pak..”

“Ya?”
“Buku bapak belum bisa saya kembalikan sekarang!”
“Buku?”

“Iya, buku Kalkulus Lanjut yang kemarin ada di laci bapak..”
“???”

Seribu topan badai!
Ternyata, buku yang semalam kucari setengah mati tak tahunya ‘dipinjam’ oleh orang ini! gumamku.

Aku sempat bertanya dan ia menyatakan argumentasinya bahwa ia telah meninggalkan secarik kertas pemberitahuan ‘peminjaman’ itu. “Kemarin saya taruh di atas meja sini!” katanya sambil menunjuk meja di luar kamar sebelum akhirnya ia melangkah pergi.

Yang kuingat waktu itu aku tak sampai marah. Uniknya, aku tak juga meminta bukuku kembali. Alasannya karena semata-mata aku tahu ia adalah orang baik meski caranya tak terlalu benar.

* * *

Akhir-akhir ini, pikiran tentang orang baik yang tak benar kembali terngiang di kepalaku. Dan setiap mencari contoh orang yang tipikal seperti itu, pikiranku selalu melayang ke pengalaman yang kutulis di atas.

“Ketulusan hatinya barangkali tak kan hilang tapi ia akan semakin tertimbun kekecewaan”

Jaman telah semakin modern, populasi manusia semakin banyak, sumber daya semakin menyusut dan aturan pun ditegakkan untuk menjadi penengah yang paling benar diantara yang benar dan yang salah. Kehadiran aturan-aturan tersebut terkadang mengagetkan meski kita harus menerima dan kalau bisa percaya bahwa itulah yang terbaik yang bisa dilakukan si pengatur di tengah segala macam tantangan dan keterbatasan itu tadi.

Nah, di sisi ini, orang-orang baik yang hanya mengandalkan ketulusan hati tanpa mau peduli mengikuti aturan yang benar tersebut pada akhirnya akan tergerus jaman dan ditelanjangi aturan.

Ketulusan hatinya barangkali tak kan hilang tapi ia akan semakin tertimbun kekecewaan; kecewa karena kenapa ia dipersalahkan padahal ia merasa adalah orang baik. Lantas karena kesalahpahaman dan…ya kekecewaan itu tadi, tak jarang dari mereka lantas mengubah perangai menjadi tak baik lagi.

Dan ketika hal itu terjadi, lengkaplah sudah ia terbelenggu dalam dua hal yang saling melemahkan, kejahatan dan ketidakbenaran.

Dalam kasus-kasus tertentu, justru orang-orang seperti inilah yang kita kutuk dalam-dalam melebihi kaum yang sebenarnya lebih nista… para koruptor yang tampak baik dan selalu lihai memanfaatkan ‘jalan yang benar’ padahal nyatanya ia tak baik lagi tak benar adanya.

Semoga tulisan ini melunasi bayang-bayangku terhadap si petugas kebersihan hotel yang kuceritakan di atas tadi.

Semoga ia tetap menjadi orang baik yang pada akhirnya melengkapi kebaikannya dengan kebenaran dalam bertindak dan bukan sebaliknya.

Sebarluaskan!

22 Komentar

  1. ceritanya bagus sekali Don… kejujuran dapat dilihat dari sisi yang banyak… inilah salah satunya….

    Balas
  2. Bukumu dikembalikan nggak jadinya? penasaran…
    hehehe…

    Balas
  3. wah, pengalamanmu unik juga don. aku dulu kalau di asrama punya peraturan, kalau pinjam barang dariku, mesti nulis di atas meja belajarku. rasanya aku kok kurang senang ya barangku dipinjam begitu saja.

    Balas
  4. Menjadi orang baikpun mesti bijak, agar tidak tersangkut masalah yang tidak perlu.

    Balas
  5. Untung dua kali lipat, dapet buku plus 50 ribuan.. :)

    Balas
    • Kamu mau pindah kerja jadi klining serpis? :oops:

      Balas
  6. …aku tahu ia adalah orang baik meski caranya tak terlalu benar.

    Ini kok semacam sedikit bertentangan sama tulisanmu [lupa entah yang judulnya apa], soal anak-anak yang maling sandal. Maling tetaplah maling yang harus dihukum. ;-)

    Balas
    • Lah bukankah justru dua pernyataan itu saling mendukung? Aku akan tidak konsisten justru kalau bilang bahwa ia orang baik dan justru karena kebaikannya maka kita tak perlu bilang bahwa ia tak benar, kan? :)

      Balas
  7. Itu namanya orang baik namun ngga tau gimana berlaku yang benar. Makin lama orang baik seperti itu akan langka Don.. Karna saat ini susah membedakan antara yang benar-benar baik atau pura-pura baik. Salam

    Balas
  8. jd org baik aja skrg mah gak cukup, kl udh niat baik tp gak disampaikan dgn benar kadnag malah dimaki … set dah ah

    Balas
  9. Hmm….
    Caranya meminjam buku dengan mengambil langsung dalam laci jelas salah. Even dia beralih itu karena untuk belajar, tetap saja….

    Balas
  10. Hmmm? Mau komentar apa yah?
    Kebetulan saya butuh buku kalkulus, boleh pinjam? hehe

    Balas
  11. wah mase kok wani men pinjem buku ra ngomong2. itu namanya lancang :)

    Balas
  12. Ehmm…
    Meski agak telat, tetep ndableg mau komentar…

    Kenapa Mas Donny justru membiarkan perbuatan itu terjadi…? Bukankah dengan begitu Mas Donny pun ada andil menjadikannya “tak benar” itu…?
    Atau mungkin Mas Donny telah memberikan pengertian kepadanya…? Kalo sudah yawis tak usah lanjutbaca komentar selanjutnya.

    Yang kupikir adalah bukan tentang “orang baik”nya, lebih dari itu adalah tugas, tanggung jawab dan kejujurannya.
    Dalam perjanjian kerja aku SANGAT yaqin seorang RoomBoy tersebut telah paham dengan menandatangani kesepakatan kerja dimana salah satu isinya adalah bentuk “kejujuran secara verbal” (disamping tertulis). Lebih dari itu ada undang-undang perhotelan n penginapan yang secara nyata mencantumkan bahwa “tak diberikan HAK sedikitpun seorang Roomboy mengambil barang tamu, kecuali memang barang itu DIBERIKAN oleh tamu” (terlepas dia meminjam atau ‘bukan’ meminjam, tapi tetap dia sudah “mengambil” buku sampean taa..?)

    Soal dia telah meninggalkan kertas coretan tanda “minta ijin” mohon abaikan dulu, karena Mas Donny berkapasitas sebagai tamu, sementara sang Roomboy adalah pekerja hotel yang harus melayani tamu hotelnya

    Kalau diatas aku berpikir “bukan pada orang baik”nya, namun aku tetap mau menyimpulkan bahwa setelah melihat pelanggaran yang terjadi (ketidak benaran yang terjadi), akhirnya menjadikannya sebagai “orang tak baik” lagi. CMIIW..!

    Balas
    • Hmmm, berpikirlah demikian… aturan adalah aturan tapi manusia kadang harus ditempatkan di atas segalanya :)

      Balas
      • Baiklahh….
        Karena aku juga tak memandang buruk faham anarkisme yang sejatinya adalah faham “keteraturan secara sukarela” (namun diplintir dimasa belakangan ini) maka ku ikut apa reply-komentar sampean iki wis Dab… :)

        Balas
  13. Apakah bisa disimpulkan menjadi “orang baik belum tentu benar, dan orang benar belum tentu baik”?

    Balas
    • menjadi ?orang baik belum tentu benar, dan orang benar belum tentu baik??

      Mungkin saya lebih mau mengatakan “menjadi orang baik “tak selamanya benar, dan sebaliknya” mBak…

      Adakalanya kita tak selalu bisa “baik”-dalam artian berbahasa yang blak-blakan- ketika harus menjelaskan kepada anak kecil tatkala menghadapi pertanyaan “Sodomi itu apa sih Om, Tante..?”
      Iya tidak…? (dijawab tidak ya ra papa owk mBak..? :) )

      Balas
  14. mungkin sang roomboy sedang memahami penyelesaian soal menghitung volume benda putar dengan integral parsial yang sampeyan kerjakan di buku itu? :D

    Balas
  15. napa ga bilang dari awal tuh mas DV ?

    agak berani juga tuh mas anaknya, buka laci dan ngambil buku, yah meskipun ada pesannya sih:)

    Balas
  16. iya… Baik dan benar tak perlu dipisahkan, dua-duanya saling membutuhkan dan dua-duanya dibutuhkan.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.