Terlepas dari ketidaksetujuanku terhadap Istana yang memanggil anak di bawah usia, Farel Prayoga, untuk menyanyikan melodi cinta dewasa tapi Ojo Dibandingke adalah sebuah karya lagu yang apik nan sarat makna.

Meski dari penggunaan bahasa sudah campur-aduk nggak keruan.
Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia berkelindan bebas di sana, sahut-menyahut merangkai makna. Tapi ini bukan sesuatu yang nggak umum karena sudah ada banyak lagu yang model beginian beredar di pasaran, termasuk kalau kalian masih ingat “Sayang” nya Via Vallen .
Sayang opo kowe krungu jerite atiku
mengharap engkau kembali
(Sayang, apa kamu tak mendengarkan jeritan hatiku,
mengharap engkau kembali)
Tapi mari berpikir dalam kerangka pikir positif bahwa ini adalah tanda bahwa ekspresi seni memang harusnya bebas dan tak bisa dibatasi dengan bahasa.
Juga ada yang sebenarnya agak menganggu mataku ketika tahu bagaimana lagu ini ditulis sebagai Ojo Dibandingke. Padahal kalau mau menuruti tata aturan Bahasa Jawa, harusnya Aja Dibandhingke.
Tapi aku nggak mau ngebahas terlalu dalam soal bahasa karena aku ini bukan ahli bahasa. Aku akan membahas dari sisi makna cinta meski akupun bukan ahli dalam bercinta :)
Lagu Ojo Dibandingke bicara tentang bagaimana seseorang menyikapi sebuah pengkhianatan cinta.
Sopo wonge sing ra loro ati?
Wis ngancani tekan semene.
Nanging kabeh ora ono artine
Ra ono ajine
(Siapa yang tidak sakit hati
Sudah menemani sekian lama
Tapi semua tidak ada artinya,
Tidak ada harganya)
Sampai sini masih biasa karena bukankah ada begitu banyak lagu yang juga mengambil topik dan jurusan yang sama, bukan?
Tapi mari tengok lirik berikut yang jadi punch lines lagu ini hingga viral ke mana-mana…
Wong ko ngene kok dibandhing-bandhingke
Saing-saingke ya mesti kalah!
Tak oyako yo aku ora mampu
Mung sak kuatku mencintaimu!
(Orang seperti ini kok hendak dibanding-bandingkan,
disaing-saingkan, ya pasti kalah!
Andaipun kukejar, pasti aku tidak mampu
Hanya sekuatku mencintaimu)
Sudut pandang yang diambilkan oleh pencipta, Abah Lala, ini menarik!
Bahwa seolah-olah sang penyampai pesan lagu sudah pasti kalah jika harus dibandingkan dan dipersaingkan dengan orang ketiga.
Tapi hati-hati!
Jangan terburu nafsu mengambil kesimpulan terhadap apa yang dikatakan orang Jawa sepertiku! Bagi kami, hal-hal seperti itu hanyalah parikan (pembuka) terhadap suatu maksud yang sesungguhnya akan disampaikan kemudian,
Kuberharap engkau mengerti di hati ini hanya ada kamu…
Nah! Itu dia!
Bahwa cinta itu bukan soal penampilan luar yang bisa disaingkan, dibandingkan, dimenangkan dan dikalahkan.
Cinta itu soal pengertian.
Cinta itu soal kedalaman hati, sesuatu yang sangat privat yang hanya bisa diketahui oleh si pemilik hati itu sendiri. Sehingga ketika kita bilang “di hati ini hanya ada kamu”, itu adalah sebuah konfirmasi kuat bahwa kenyataannya memang begitu. Mengertilah!
Maka kalau kita baca secara runut dan hati-hati, bisa jadi syair ini justru menyuarakan sebaliknya, jangan dibandingkan tapi… bandingkanlah! Karena belum tentu yang dibandingkan punya ketulusan hati sepertiku!
Menyampaikan niat secara terukur dan penuh cita rasa memang jadi kekhasan tersendiri bagi kami orang Jawa.
Mungkin kalian bisa berkomentar bahwa hal seperti ini sudah ketinggalan dan tak bisa diaplikasikan lagi di dunia modern yang pergerakannya begitu cepat! Lebih baik to-the-point! GItu barangkali?
Ya iya tapi nggak semuanya harus di to-the-point- kan!
Soal bekerja dan remeh-temeh lainnya, ok aku sepakat.
Tapi cinta dan hal-hal prinsipil lainnya adalah sesuatu yang harus dihadapi dengan penuh rasa dan makna.
Ibaratnya makanan, ketika kita makan fast food, cenderungnya ya makan dengan fast juga lalu kenyang.
Tapi ketika kita makan di restoran mahal, kita akan menyantapnya sedikit demi sedikit dibumbui minuman beraroma dan obrolan-obrolan menyenangkan yang semuanya terangkai menjadi satu kemasan experience yang memang tidak murahan dan tidak cepat selesai!
Tapi kalau nggak to-the-point, bahkan dalam soalan cinta, siapa cepat dia dapat, Don!?
Betul tapi apakah semua termasuk cinta harus cepat didapat? Adakah yang tercepat didapat pasti yang terbaik untuk dimiliki? Nggak juga, kan?
Cinta, yang membedakan dirinya dari nafsu, salah satunya adalah pada hal keterburu-buruannya. Justru dengan menikmati proses kita akan tahu, adakah itu cinta atau nafsu? Ataukah itu nafsu yang menyaru jadi cinta?
Yang terburu-buru silakan pergi, toh yang dinanti dengan hati-hati akan menempati hati untuk selamanya…
Kalau soal gombal begini, aku ini aja dibandhingke!
Yo mesti menang, Su!
😄😄😄🤭