Obituari Rm Tom Jacob SJ

6 Apr 2008 | Cetusan

Kira-kira dua tahun yang lampau, pada satu kesempatan Kursus Singkat Kitab Suci: Injil Yohanes bersama Rm Tom Jacobs SJ, saya bertanya demikian kepada beliau:
“Romo, maafkan saya kalau terlalu lancang bertanya, tapi apa sebenarnya yang terjadi dan akan kita alami setelah kematian nantinya?”

Seketika ruangan pun terdiam. Saya sendiri tak tahu kenapa mereka terdiam dengan pertanyaan “kacangan” saya itu.
Sekejap Romo Tom, demikian kami menyapa, manggut-manggut lalu menjawab tegas “Saya sendiri ya ndak tahu!”

Ruangan semakin terdiam, tapi tidak dengan saya. Ada sedikit kekecewaan dari dalam hati saya mengenai jawabannya yang menurut saya malah seperti mem-ping-pong itu.
Lalu saya pun bertanya “Lha kok romo ndak tahu?”

Lalu ia spontan menjawab “Karena saya belum mati! Harapan saya, jelas hidup bersama dengan Allah dan para kudus di surga!”

Saya kembali tak puas dengan jawabannya, tapi forum pun terbiarkan hingga usai acara tanpa saya diberi kesempatan untuk memperpanjang pertanyaan.
Di dalam perjalanan pulang, saya seperti ditunjukkan betapa jawaban Romo Tom, meski terkesan apa adanya itu, justru adalah tipe jawaban yang selama ini saya cari.
Jawaban yang bersandar pada iman. Dan iman itu tak lebih dari sekedar harapan dan ketaatan serta kesetiaan akan harapan itu sendiri.

Hujan yang lebat mengguyur Jogja sejak semalam tak mengurungkan niat hampir 3000 pelayat yang datang ke upacara Misa Requiem Rm Prof. Dr. Tom Jacobs SJ yang telah wafat sehari sebelumnya, Sabtu 5 April 2008 pukul 19.05 di RS Bethesda Yogyakarta. Gereja tampak penuh dari luar dan bahkan tak sedikit umat yang terpaksa menjejalkan diri, mengisi sela-sela bangku yang seharusnya dijadikan jalan, atau ada pula yang lebih nekat; mengambil kursi plastik dan duduk di pelataran dengan membentangkan payung ataupun jacket untuk berlindung dari hujan.

Misa sendiri berlangsung sangat meriah dan mengharukan. Dipimpin langsung oleh Mgr Ignatius Soeharyo, Uskup Agung Semarang didampingi dengan beberapa imam Serikat Yesus lainnya, misa yang dimulai pukul 20.00 WIB itu baru selesai nyaris pukul 22.00 WIB, dua jam! Yah! Dua jam untuk penyelenggaraan satu misa adalah hal yang cukup luar biasa di kalangan Gereja St. Antonius Kotabaru yang biasa mengadakan misa tak lebih dari 1 jam 15 menit itu (oleh karena alasan ini maka gereja ini paling banyak diminati orang terutama kaum muda yang maunya cepat saja?).

Yang membuat menjadi lebih terharu adalah ketika Rm Kisser, SJ, kolega Rm Tom Jacobs SJ yang juga sama-sama dulunya dari Eropa menceritakan pengalaman hidupnya bersama Rm Tom.
“Saya ingat pada misa pertama setelah saya ditahbiskan menjadi imam, pesan Tom yang ketika itu menjadi pastor senior di paroki adalah supaya saya membuat misa pertama saya sesederhana mungkin. Tapi saya nekat! Saya menyanyikan bagian konsekrasi padahal itu biasa diucapkan tanpa nyanyian. Lalu pada akhirnya saya pun tercekat ditengah-tengah, lupa harus melanjutkan bagaimana hingga akhirnya Tom lah yang melanjutkan hingga usai!” Rm Kisser juga menceritakan sisi-sisi lain seorang Rm Tom yang memang tak jarang mengemukakan kotbahnya dalam guyonan hangat diselipi bahasa Jawa yang memang sangat fasih ia kuasai. “Itulah sebabnya ia sering disebut Tom Jonny Gudhel atau apapun yang lainnya… tanda betapa ia sudah diterima begitu dekat dengan umatnya di Indonesia terutama di Yogyakarta!”

Romo Kisser juga berujar betapa ia masih berhutang dua hal kepada Rm Tom. “Yang pertama adalah buku mazmur. Saya diminta Tom untuk memberikan buku mazmur kepada seorang dokter yang telah merawatnya. Dan buku itu sekarang sedang dalam perjalanan dari Jakarta dan hendak saya berikan langsung. Lalu yang kedua adalah buku yang hanya berisi tentang wajah Yesus. Tom meminta saya membelikan buku yang hanya berisi wajah Yesus kepada dokter yang satu lagi yang merawatnya, sementara saya sendiri tak tahu harus mencari dimana buku itu?”

Lalu di akhir misa, menjelang penerimaan berkat, Bapa Uskup Agung pun juga menyampaikan kenangan selama Rm Tom masih muda, perjumpaan Rm Tom dengan beliau, serta adanya “hutang” (seperti halnya Romo Kisser) kepada Romo Tom untuk menerbitkan buku terbarunya yang digarap dua minggu sebelum meninggal. “Bahkan pada Sabtu pagi menjelang kematiannya, saya mendapatkan kiriman dari Romo Tom Jacobs, beberapa lembar kertas yang ditulis dan berisi rangkuman dari buku yang hendak ia terbitkan.”

Misa berakhir, umat tak langsung berduyun-duyun pulang. Kami semua menyemut menuju altar untuk memberi penghormatan dan melihat jasad beliau untuk yang terakhir kalinya.
Tergabung dalam antrian yang cukup panjang dan melelahkan, kulihat wajah para pelayat dengan mata sembab dan berkaca-kaca. Tak jarang banyak yang menangis ketika berada di dekat peti jenasah.
Ah, tiba-tiba aku jadi teringat dalam satu kotbahnya dulu Romo Tom pernah berujar “Saya tak mau dikasi kotak lalu dibawa pulang ke Belanda! Cukup sekotak kecil lalu dibawa dan ditanam di GiriSonta Semarang!”
Ya, meski ia terlahir dari Belanda, akan tetapi jiwa dan pribadinya adalah Indonesia dan hari ini, sesuai rencana, ia pun akan dikirim dalam boks peti ke pemakaman GiriSonta, Semarang bukan dikirim pulang ke negeri asalnya.

Pukul 22.35 WIB, hujan masih juga tak menunjukkan kompromi untuk berhenti.
Umat yang selesai memberi penghormatan terakhir pun tak langsung pulang. Ada banyak diantara mereka yang masih duduk di bangku gereja sambil berdoa dan berdoa.
Sementara saya memutuskan pulang sebab besok adalah hari kerja.

Di dalam perjalanan, meski mata tak terlalu sembab, tapi terasa betul kehilangan dari seorang guru serta imam yang sangat mengayomi dan ndaghelnya ndak keruan itu!
Saat-saat seperti itu saya merasa seperti domba yang kehilangan satu gembalanya. Secara… ya secara dunia sekarang ini sudah terlalu banyak serigala yang mengendap-endap hendak mengunyah saya dan iman saya, maka kehilangan Tom Jacobs SJ adalah seperti kehilangan seorang gembala dan saya pun harus berlari-larian lagi mencari gembala-gembala baru yang saya yakin juga mereka sedang berlari-larian mencari saya.

Lalu tiba-tiba saya ingat betapa yang berhutang kepada Romo Tom ternyata bukan cuma Rm Kisser ataupun Mgr Soeharyo saja!
Saya pun ternyata berhutang padanya dan sampai ia meninggal, tak sempat dan lupa saya untuk membayarnya.
Dua tahun lalu ketika sekelompok orang di internet mempertanyakan konsep keilahian Yesus yang diangkatnya, saya pun melaporkan hal itu kepada Romo karena saya tahu ia tak terlalu sering bersinggungan dengan internet selain berkirim email kepada para saudaranya di Belanda sana. Reaksi yang ia berikan sebenarnya cukup singkat “Oh ya? Saya malah tidak tahu kalau ada yang menentang saya juga di internet!”
Lalu saya pun berjanji untuk men-print out diskusi tersebut lalu memberikan kepadanya. Tapi ya itu tadi, itulah hutang, itulah janji yang tak pernah terbayarkan hingga sekarang.

Romo Tom, selamat jalan dan selamat atas perpindahan kehidupan Anda!
Saya yakin Romo sudah tidak memerlukan lagi print-out diskusi tentang keilahian Yesus yang pernah saya janjikan dulu karena saat ini juga, engkau telah bersama sosok yang juga akan bersama dengan saya, Pembaharu Dunia, Yesus Kristus!
Beristiratlah dengan tenang, bercanda tawalah dan santai-santai saja dengan segenap para kudus di Surga. Tak usah lagi memikirkan perkara yang ada di dunia dan Jogja, karena sekarang biarlah kami yang terus mengusahakan yang terbaik di sini, semampu kami dan yang terbaik dari kami.

Sebarluaskan!

7 Komentar

  1. amiiin….

    Balas
  2. Saya menerima berita berpulangnya Romo Tom dari sms teman saya Minggu sore. Ada perasaan sedih dan juga kehilangan. Jadi ingat saat beliau memberi kuliah di Kentungan. Kacamatanya yang setebal lodhong tak pernah terlupakan, karena penampilan dan ekspresi-ekspresi wajahnya jadi kelihatan lucu. Dasarnya memang Romo Tom punya segudang humor, wangun jadi pelawak tunggal, baik di kampus maupun di mimbar homili…
    Namun semua itu telah menjadi kenangan…

    Selamat jalan Romo Tom!
    Terimakasih atas bimbinganmu selama ini.

    Mas Donny, salam kenal.
    Kandar Ag.

    Balas
  3. Saya, salah satu seorang JOYer yang biasa bertugas menjemput dan mengantar Romo Tom Jacobs untuk menghadiri Pertemuan di Museum TNI AD
    Teringat selalu sendal yang dia pakai dan sapaannya
    Ajaran Romo yang Sederhana dan Mengena itu
    Aku mendengar berita waktu baru pulang dari jakarta
    Minggu pagi berita itu diberitahukan dari seorang Suster Terry,CB
    Aku pun tidak percaya

    Terima kasih Romo
    Romo Tom Jacobs seorang yang berdevosi kepada Santa Maria
    Aku akan merindukanmu tak akan melupakanmu

    Senyumnya buat aku rindu

    Balas
  4. salam kenal mas, terima kasih info

    Balas
  5. Wah dikomentarin, eks guruku, kepala sekolah SMA De Britto!

    Selamat datang Pak Sukris! Trims sudah datang :)

    Balas
  6. Salam kenal buat mas Donny Verdian,
    Saya adalah salah seorang dari banyak sahabat Rm. Tom, dan saya telah menerima sangat banyak kasih darinya.. Hari ini saya begitu merindukannya, sehingga saya mulai mengetikkan namanya di mbah Google, dan bertemulah saya dengan catatan mas Donny ini.. Makasih, mas, ini sangat mengobati rindu saya. Saya mengenal Rm. Tom di komunitas kaum muda JOY Fellowship, dan selama bertahun2 beliau membimbing saya, dalam kepemimpinan dan terutama dalam iman.

    Balas
  7. Salam kenal Mas Donny.
    Hari ini saya iseng menulis nama Tom Jacobs di kotaknya mbah Google, dan menemukan tulisan anda. Saya sedang teringat pada Romo Tom yang sering saya panggil Bapak. Sedang kangen sama senyumnya + tabokannya yang keras di pundakku. Beliau suka panggil saya “Musuhku yang kucintai” meskipun saya sering protes-protes kok “musuh” bukan teman. Beliau bilang “justru musuh itu selalu di hati, masih di jalan aja baunya udah tercium sampai dapur rumah”. sambil mecucu saya akan bilang “wah berarti aku bau dong, Pak” lalu beliau tertawa dan memelukku dengan hangat (hmmm jadi kangen pelukkannya juga). Seperti Kak Susi Sinuraya, saya juga termasuk dalam salah satu kaum muda JOY fellowship yang beruntung mendapat bimbingan langsung dari beliau. Sayang saya ga bisa memberikan penghormatan terakhir, karena waktu itu sedang kerja di Bogor dan hanya bisa menangis keras bersama Yayuk, sahabat yang menelponku memberikan kabar ttg Romo.
    Hari ini anakku berumur pas 7 bulan. namanya Tom, sengaja dipanggil dengan nama itu meskipun nama aslinya ga ada unsur TOM sama sekali, sebagai pengingatku pada Bapak terkasih juga sebagai harapan Tom-ku memiliki iman pada Yesus seperti opa Tom. (juga karena waktu saya hamil, bapaknya mimpi bertemu Rm. Tom dan Romo memberkati si kecil Tom hehe).
    Thank ya Mas Donny, tulisan anda mengingatkanku lagi pada pribadi Rm Tom terkasih dan maaf nulise puanjang hehe.

    Balas

Trackbacks/Pingbacks

  1. Wasiat Iman Romo Prof Dr Tom Jacobs, SJ – Bagian Kedua – Donny Verdian - […] SJ. Saya jadi ingat pada kotbah Bapa Uskup Agung Ignatius Suharyo, Pr ketika memimpin misa requiem Rm Tom Jacobs…
  2. Wasiat Iman Romo Prof Dr Tom Jacobs, SJ – Bagian Pertama – Donny Verdian - […] SJ. Saya jadi ingat pada kotbah Bapa Uskup Agung Ignatius Suharyo, Pr ketika memimpin misa requiem Rm Tom Jacobs…
  3. Pergumulan Selama Hayat Dikandung Badan – Donny Verdian - […] bertujuan untuk mengungkapkan apa sebenarnya makna dari wasiat iman yang telah saya digitalkan di link ini (bag. pertama) dan…

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.