November Snow

15 Nov 2016 | Cetusan

Seumur-umur hingga kini, aku baru ‘mengalami salju’ dua kali. Hah?! Baru dua kali? Padahal orang-orang di Jakarta itu banyak yang tiap liburan pergi ke tempat-tempat bersalju lho!

Nah justru itu, mungkin karena aku tinggal di desa yang letaknya jauh dari Jakarta, sekitar 5000 km jaraknya, maka peruntunganku baru mengijinkan untuk dua kali mengalami salju.

Udah gitu, kedua-duanya pun tak direncanakan atau setidaknya cukup mendadak. Yang pertama pernah kutulis di sini, terjadi pada Juli 2015 silam. Waktu itu ada anomali cuaca yang terjadi dan salju turun di kawasan Blue Mountain yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari kota.

Yang kedua terjadi hari sabtu lalu.
Rencana awal sebenarnya hanya pergi berlibur ke Canberra, ibukota Australia yang berjarak sekitar 3 jam jalan darat. Tapi karena belum tahu akan kemana selama ada di sana, aku berdiskusi dengan Joyce, “Bagaimana kalau kita pergi ke Snowy Mountain saja?” Snowy Mountain adalah kawasan pegunungan tertinggi di Australia, Kosciuszko yang jaraknya sekitar dua jam dari Canberra ke arah tenggara.

“Tapi kan sudah nggak bersalju?” ujarnya.
“Ya nggak papa, toh masih sejuk udaranya, kita bisa makan snack dan afternoon tea di sana kayak dulu.” Ya, kira-kira tujuh bulan lalu, saat itu belum juga masuk musim dingin dan tak bersalju, kami pergi ke sana sekadar makan cemilan dan minum teh di meja kursi yang ada di alam terbuka. Simak di sini untuk membaca tulisanku tentang liburan kali itu.

Lalu kami sepakat pergi ke sana.
Sabtu pagi, sekitar jam 10 pagi, dari hotel kami menyusuri jalan Canberra ke arah Cooma. Cooma adalah ‘ibukota’ Snowy Mountain.

Dari Cooma kami bablas ke Jindabyne, pemukiman mungil yang letaknya sekitar 900m di atas permukaan laut. Jindabyne ini berjarak sekitar 100 km dari Cooma dan bulan April lalu kami bermalam tiga hari di sana.

Jindabyne amat strategis letaknya bagi para pelancong yang hendak pergi ke Snowy Mountain karena dari sana kita punya dua pilihan ke snow resorts terkemuka di Australia, Perisher Valley dan Thredbo Village. Keduanya, dari Jindabyne berjarak sekitar 30km yang bisa ditempuh selama 30 menit perjalanan saja.

Sesampainya di Jindabyne, sekitar jam 13:30, suhu udara hangat tercatat 22 derajat celcius. Harapan untuk melihat salju pun kupendam jauh-jauh.

Odilia dan Elodia yang semula kegirangan karena akan pergi ke Snowy Mountain pun kami beritahu bahwa kita nggak akan ngeliat snow, kita akan mainan bunga dan duduk-duduk di sana seperti April silam.

Sekitar 10 menit perjalanan ke Perisher Valley, tiba-tiba kami lihat di punggung gunung yang cukup tinggi, beberapa titik salju masih menyelimuti. Tak banyak, tapi tampak jelas.

“Ah tapi kayaknya itu adanya di atas banget ya? Nggak mungkin lah ada di Perisher!” ujarku ke Joyce.

november snow

Penampakan salju dari jauh

Hingga ke checkpoint dimana kami harus membayar $17 untuk masuk ke kawasan wisata, suhu masih tercatat normal, 17 derajat dan matahari bersinar begitu terang.

november snow

Tiket masuk ke kawasan wisata

Lalu ketika makin dekat ke Perisher, barulah kami tersadar bahwa salju yang menyelimuti itu tak hanya ada di puncak-puncak gunung tapi juga berada di lipatan-lipatan bukit yang kami lewati. Makin lama makin pekat meski jalanan kering.

november snow

Di puncak, Charlotte Pass

Sesampainya di Perisher Valley, kawasan yang begitu ramai selama musim dingin, Juni – Agustus tersebut, tampak sepi. Hanya satu-dua pelancong yang mengayuh sepeda sport-nya. Kawasan Snowy Mountain memang biasa dijadikan ajang track untuk sepeda saat musim hangat seperti saat ini.

Kami tak lantas berhenti.
Mencoba terus melaju ke depan, “Kita cari ke tempat yang lebih tinggi, selama masih bisa dilalui siapa tahu saljunya lebih tebal lagi!”

Lima belas menit kemudian, sampailah kami di Charlotte’s Pass, puncak tertinggi di Australia yang masih bisa didiami dan diijinkan untuk didiami manusia. Tingginya sekitar 1980m di atas permukaan laut. Di sana, salju benar-benar menyelimuti hampir seluruh permukaan gunung kecuali jalanan yang tetap kering.

The awesomeness… God, You’re the great!!!!

A video posted by DV (@dv77) on Nov 12, 2016 at 2:30am PST

Kami keluar sebentar untuk berfoto-foto dan tak sampai lima belas menit kemudian kami buru-buru masuk ke mobil dan turun lagi karena angin begitu kuat menghempas dan kabut mendekat, kami takut kalau tak bisa turun karena pandangan terhalangi olehnya.

Allah Maha Besar!

A video posted by DV (@dv77) on Nov 11, 2016 at 8:34pm PST

Seperti yang kutulis dalam Risalah Akhir Pekan kemarin, berbahagia itu sesungguhnya mudah! Kami memetik buah-buahnya di atap benua sabtu lalu. Siapa nyana kami mendapati salju di bulan November, bulan hangat, tepat sebulan sebelum musim panas tiba?

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.