Nge-like postingan sendiri?

18 Mei 2022 | Cetusan

Siapa yang berhak nge-like sebuah postingan di Facebook? Tentu mereka yang bisa memencet tombol Like di postingan itu.

Siapa yang layak mempergunakan feature tersebut? Ini menariknya. Hak dan kewajiban itu bisa di-eksak-an tapi kelayakan masuk ke ranah subyektif non-eksakta yang kalau dipergunjingkan, debat kusirlah jadinya.

Apakah hanya yang benar-benar suka yang layak nge-like?

Tentu tidak! Ada orang yang nge-like supaya tetap dianggap teman. “Sebenarnya eneg sih ngeliat loe posting foto selfieeee mulu.. tapi ya biar loe happy (gw like)!” Aku pernah dibegitukan. Asu!

Tapi yang lebih banyak di-asu-kan sebagian orang adalah ketika ada sebuah akun nge-like postingan yang dilakukan akunnya sendiri. Minggu lalu aku merilis posting di Facebook untuk bertanya, apa pendapat khalayak tentang fenomena nge-like postingan sendiri?

Jawabannya pun bermacam. Ada yang nggak suka, kebanyakan demikian, ada yang bilang, “Suka-suka mereka lah!” atau “Nge-like postingan sendiri itu tanda self-love”

Nggak salah tapi juga nggak semua pendapat harus dibenarkan karena lagi-lagi ini masuk ke ranah subyektif, kan? 

Tapi mari membawa soalan ini ke dalam pengalaman hidup sehari-hari, seperti apa sih gambaran orang yang nge-like postingannya sendiri di Facebook dalam ranah sosialiasi non-digital?

Peristiwa nge-like postingan sendiri itu kupikir sama dengan pengalaman begini,

Seorang barusan pergi berlibur. Sepulang liburan, ia membagikan foto-foto dan cerita ke kawan-kawannya. Lalu dia bilang, “Aku suka acara liburanku kemarin!” Trus kawan-kawan lainnya juga bilang, “Iya, aku juga suka liat foto-fotonya”

Ada yang salah?
Tidak!
Kenapa?
Karena liburan memang menyenangkan dan kita harus bersyukur ketika kita masih bisa menikmati liburan, bukan?

Tapi bagaimana dengan pengalaman berikut,

Ada seorang diundang untuk bernyanyi di depan panggung. Ia bernyanyi sepenuh hati lalu ketika lagu usai dibawakan, ia, si penyanyi itu, adalah orang pertama yang bertepuk tangan untuk dirinya dan lagu yang dibawakannya.

Salahkah apa yang ia lakukan?
Tentu tidak salah, karena ia diberi tangan jadi bebas ngapain aja selama nggak nyakitin orang lain termasuk bertepuk tangan. Sama seperti halnya tombol Like ada di postingan, bebas untuk ditekan toh nggak nyakitin!

Tapi tentu nggak sedikit orang yang menggumam, “Ih kok gitu ya? Dia nyanyi sendiri, dia yang tepuk tangan sendiri untuk lagu dan performance yang dibawakan!? Bukankah seharusnya kita yang bertepuk tangan… itupun kalau bagus!”

Tulisan ini mau dibikin sepanjang apapun tak akan menemukan muara kesimpulan yang menyenangkan semua orang selain muara yang tumpul. Maka baiknya kuakhiri saja tulisanku dengan satu kisah ini karena tiba-tiba ketika aku berpikir tentang masturbasi meski nge-like postingan sendiri bukanlah masturbasi.

Di kamar mandi rumah yang kutempati bersama kawan-kawan di jogja dulu ada seseorang yang bercerita bahwa ketika ia masuk ke kamar mandi kadang ia tak langsung mandi melainkan bermasturbasi.

Aku bertanya, “Pake apa? Sampo atau sabun?”

Jawabnya, “Adanya sabun, ya sabun!”

“Kenapa kamu ambil sabunnya?”

“Lha aku punya tangan…”

“Suka-suka akulah! Masturbasi itu tanda self-sex” jawab temanku yang masturbasi tadi.

“Iya! Tapi itu sabun bersama, Su! Mahal itu!” jawabku…

Kita tidak perlu memotong tangan atau meniadakan sabun supaya orang berhenti masturbasi seperti halnya kita tak perlu dan tak bisa melarang orang untuk nge-like postingannya sendiri.

Sebarluaskan!

4 Komentar

  1. Bener2 ya klu yg like tulisan sendiri tuh yg suka muji dirinya sendiri

    Balas
  2. Maos sambil ngopi…..

    Balas
  3. Saya termasuk kaum yang nge like postingan sendiri bang
    Bodo amat lah, orang ngak suka postingan saya, yang penting hepi.

    Btw salam kenal mas Donny

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.