Ngapain kerja keras kalau akhirnya toh mati juga?

21 Nov 2018 | Kabar Baik

Kabar Baik hari ini berkisah tentang bagaimana Tuhan memberikan sekeping mina, pralambang talenta, kepada tiga orang untuk dipergunakan.

Orang pertama, pada saat Tuhan kembali, ia memberikan hasil berupa sepuluh buah banyaknya. Orang kedua memberi lima buah hasilnya.

Orang ketiga?

Alih-alih membawa hasil, ia malah mengembalikan kepingan mina itu kepada Tuhan dengan embel-embel, ?Tuan, inilah mina tuan, aku telah menyimpannya dalam sapu tangan. Sebab aku takut akan tuan, karena tuan adalah manusia yang keras; tuan mengambil apa yang tidak pernah tuan taruh dan tuan menuai apa yang tidak tuan tabur.? (lih. 19:20-21)

Kepada orang pertama dan kedua Tuhan berkenan. Tapi pada orang ketiga, Ia menghukum karena tak hanya dianggap tak mau mengembangkan talenta tapi juga karena orang tadi menganggap Tuhan sebagai orang yang mau mengambil tanpa menabur!

Talenta adalah bakat dan kemampuan. Masing-masing dari kita diberi bakat serta kemampuan untuk bisa dipergunakan sepanjang hidup demi memuliakan Tuhan.

Konteks ?memuliakan Tuhan? sendiri tak terpaku pada kegiatan keagamaan saja. Memuliakan Tuhan bisa melalui apa saja dan dimana saja karena kita dikirim Tuhan untuk hidup dengan sesama tak hanya dengan rekan serta kawan segereja saja.

Melalui prestasi-prestasi di tempat kerja, perbuatan baik di masyarakat sekitar hingga bagaimana kita mengelola keluarga, semuanya bagiku adalah cara untuk memberikan hasil dari talenta yang kita terima dari Tuhan.

Sedikit banyak hasil, bagi Tuhan tak jadi soal selama kita mengusahakan yang terbaik.

Lalu bagaimana wujud representasi orang ketiga yang dalam kisah Kabar Baik hari ini dilukiskan yang tidak menghasilkan bukan karena tak berusaha tapi karena menganggap Tuhan sebagai sosok yang mau mengambil/memetik tanpa menabur?

Beberapa gambaran yang kudapat dari permenungan, diantaranya tampak dalam diri seorang yang pemalas. Pernahkah kamu mendengar seorang yang malas dan berujar, ?Ngapain sih kerja keras? Toh akhirnya nanti mati juga?!? Atau seorang yang perhitungan membantu sesamanya, ?Ngapain sih baik pada tetangga? Toh mereka nggak kasih kita makan?!?

Orang yang menganggap tak perlu bekerja karena nanti akhirnya mati juga adalah orang yang malas menggunakan talenta yang diberikan. Kita semua tentu akan mati tapi kita diutus ke dunia ini bukan untuk mati. Kita diutus untuk hidup dan bagaimana berkarya dalam kehidupan hingga nanti akhirnya kita mati.

Orang yang menganggap tak perlu melakukan hal baik pada tetangga juga adalah contoh orang yang tak mau menggunakan talenta yang diberikan dengan alasan tetangga tak menabur kenapa mereka memetik hasilnya.

Lho, kenapa tetangga kamu kaitkan dengan Tuhan, Don? Apa kamu bertetanggaan dengan Tuhan?

Bukan begitu maksudku!

Tapi kalau kita ingat Tuhan pernah berkata bahwa Ia berada dalam diri orang-orang yang lemah dan membutuhkan  (lih. Matius 25:31-46) maka ketika ada tetangga yang membutuhkan tapi tak kita beri dengan alasan ?hukum tabur-tuai? bukankah sama saja kita berpaling dariNya yang hadir dalam diri sosok-sosok yang lemah dan membutuhkan bantuan itu?

Sydney, 21 November 2018

Jangan lupa isi Survey Kabar Baik 2018. Hasil isian kalian dalam survey tersebut sangat mempengaruhi bagaimana pola tulisan dan distribusi renungan Kabar Baik ini akan berkelanjutan. Klik di sini untuk informasi selengkapnya!

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.