Kesampaian juga akhirnya!
Kemarin aku merayakan hari Natal bersama orang-orang terdekatku. Aku melewatkan tanggal 24 hingga 26 Desember 2007 di Klaten, di rumah kedua orangtuaku.
Meski tidak begitu piawai dalam menebak roman dan air muka seseorang, tapi aku sangat percaya, wajah-wajah ceria Papa dan Mama juga Eyangku itu adalah wajah sukacita karena liburan Natal kali ini aku dan
Citra memilih untuk pulang kandhang tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Karena Papaku adalah seorang muslim, maka tanpanya, aku, Mama dan Citra berangkat ke gereja pada Misa Malam Natal di Gereja Maria Assumpta Klaten yang dimulai tepat pukul 20.00 WIB.
Misanya sendiri berjalan cukup moderat dan cepat ketimbang bayanganku semula. Tak sampai dua jam, sudah selesai!
Ini tentu bisa dibilang rekor dan catatan yang baik untuk sebuah gereja tradisional yang biasanya memang paling seneng ngumbar waktu untuk sjenak lebih ngelaras* bolehnya berdoa dibandingkan gereja-gereja
yang lebih “kota” yang biasanya memasang kecepatan maksimum dalam membacakan doa dan memangkas beberapa tautan liturgi** gereja.
Eh.. eh tapi kok aku terseret ke komparasi tradisional dan kota ? Bukankah dalam Katolik hanya dikenal gereja yang satu ?
Lha mbuh tapi kenyataannya memang bisa dibedakan gitu kok ?
Pulang dari gereja, sesampainya di rumah, Mama dan Citra yang tadinya pamit mampir beli lauk untuk dimakan di rumah telah lebih dulu sampai.
Tak lama kemudian Papa lalu memberikan ucapan “Selamat Natal” pada kami bertiga; seperti halnya yang selalu kami lakukan ketika Lebaran tiba, memberikan ucapan Idul Fitri padanya.
Lalu malam pun merenggut suasana. Hari tak disisakan lagi hingga pagi …
25 DESEMBER 2007!
Mama secara istimewa memasak opor ayam plus lontong sayur.
Belum lagi beberapa penganan seperti lemper, caranggesing***, kripik singkong, serta beberapa jenis kue bolu kering yang disimpan dalam topeles-topeles kaca.
Wah, pokoknya meja makan yang biasa cuma diisi beberapa piring saja kali ini sampai hampir habis tempatnya untuk menyangga tempat-tempat makanan itu tadi.
Semenjak pagi, Eyang sudah begitu gelisah menunggu-nunggu andai saja ada tamu yang datang.
Yang namanya orang tua kalau nervous itu ya ada-ada saja. Selain wira-wiri ke depan dan ke belakang, Eyang mulai tampak kepanasan meski matahari belum sempurna memanggang
hari. Sedikit-sedikit ia turut mengontrol apa yang Mama kerjakan di dapur lalu sebentar kemudian sudah beranjak ke ruang tamu membawa sapu dan kemoceng meski sebelumnya
Citra sudah disuruh Mama untuk membersihkannya.
Merasa pekerjaannya seperti tak dihiraukan, Citra pun cemberut dibuatnya…
Pukul 10.00 WIB. Pakdhe dan Budhe Broto rawuh****.
Tak hanya berdua. Bersama Mas Dhidit, puteranya, dan Budhe Ani, mereka adalah tamu pertama di hari Natal ini.
Tak sampai satu jam setelahnya, Om Momok, Bulik Yani, Dik Ucas dan Dik Ndaru pun tiba juga dari Solo.
Pakdhe dan Budhe Broto adalah keluarga dari trah Pajang, Solo. Lebih tepatnya, mereka adalah keponakan Eyang, sementara Om Momok adalah anak laki-laki pertama Eyang, adik nomer tiga Mamaku.
Lebih kurang empat jam mereka berkunjung di rumah. Ditingkahi dengan canda tawa dalam suasana yang hangat, Natal siang itu dilewatkan dengan begitu sempurna.
Caranya tertawa, caranya menyahuti omongan satu sama lain itu… ya ampun, Jawa sekali!
Aku kalau begini seperti semangkin dikuatkan dan diyakinkan bahwa se-oriental-orientalnya wajah dan perawakanku tapi pada dasarnya aku adalah Jawa asli, Katolik asli, Jawa asli :)
Mereka melahap lontong opor ayam dan semua penganan yang disediakan Mama.
Namun tak sampai tandas di piring masing-masing, Mama dan Eyang sudah menggelontoran kembali porsi-porsi baru dari dapur.
“Monggo lho Mbakyu… ini di dapur masih banyak. Monggo Mas!” ucap Mama sumringah menawari Pakde dan Budhe.
Wah, Mama dan Eyang benar-benar masak besar kali ini. Sungguh aku tak ingat lagi kapan ya terakhir sebelum sekarang mereka mangsak-mangsak besar seperti ini.
Setelah mereka semua pamit pergi, tak sampai setengah jam sesudahnya, rombongan tetangga pun berdatangan.
Mereka benar-benar berombongan karena sekitar 20 orang yang beragama non kristiani mengunjungi keluarga-keluarga nasrani untuk mengucapkan selamat merayakan hari Natal.
Ini adalah tradisi. Tradisi saling balas. Balas memberikan selamat setelah pada hari raya mereka, kami yang nasrani mendatangi rumah mereka untuk berucap selamat.
Tradisi yang mungkin telah ada semenjak isu perselisihan antar agama meruap di Indonesia belum ada.
Mereka, para tentanggaku itu, tidak rentan terhadap politisasi, terhadap adu domba, silaturahmi tetaplah harus dijalankan.
Mereka semua juga disuguh opor ayam dan lontong.
Dengan mata berbinar-binar mereka melahap dalam-dalam suguhan itu.
“Wah, enak niki Mbak Tyas!” tukas Mbak Mur memuji masakan Mama sambil kelap kelip matanya keenakan. Mama cuma mesam-mesem saja dibuatnya.
“Nganu… kok nggak beda dengan Lebaran ya. Wong Kristen juga masak opor ayam pas Natal…” ungkap Yu… wah aku lupa siapa namanya tapi yang pasti aku kenal sekali dengan dia ketika aku masih kecil.
Kontan, Eyang membalas “Ya iya.. lha wong memang nggak ada bedanya kok. Yang beda kan yang ada di hati saja. Selainnya itu ya sama saja!”
Lalu mereka dan kami pun tertawa bersama-sama. Hahahahaha…..
Selepas Maghrib, hujan adalah tamu berikutnya.
Seperti biasa, Papa gantian “menyambut” rintik-rintiknya dengan menyiagakan pasukan ember di beberapa titik rawan bocor di dalam rumah.
Maklum, rumah kami rumah tua, sudah mulai lapuk fisiknya.
Semakin malam semakin deras pula hujannya. Aku, Mama, Papa dan Citra ditemani oleh Ellen dan Pluto menonton televisi di ruang depan.
Eyang sudah lebih dulu undur masuk ke kamar tidurnya.
Ya, hari yang melelahkan tapi sekaligus membahagiakan.
Kami begitu kaya ditengah kesederhanaan kami oleh karena perasaan, suasana dan kasih dari orang-orang di sekitar kami.
Tak berapa lama, satu per satu dari kami pamit undur untuk tidur, menyisakan aku seorang diri.
Ellen dan Pluto, dua anjing klangenan***** Papa dan Mama pun sudah terlelap. Aku ditemani suara lirih televisi dan suara tumbukan permukaan ember dengan tetes air hujan yang bocor hingga ke dalam rumah.
Hingga beberapa saat kemudian aku pun beringsut ke dalam kamar.
Sebelum mata terpejam hingga esok paginya, aku sempat ingin bermimpi tentang sesuatu yang indah.
Tentang sesuatu yang tak bisa dilukiskan lagi dengan kata maupun lukisan saking indahnya. Entahlah, hari ini telah men-trigger ku untuk ingin bermimpi demikian.
Selamat Natal Dunia!
* : menikmati; berlama-lama menikmati
** : tata urutan upacara di gereja
*** : makanan ala jawa, pisang dibubuhi santan dibungkus daun pisang dan direbus
**** : datang (Jawa Halus)
***** : kesayangan
Eh, kok sama dengan natal 2007-ku yah?
Hidup lontong opor ayam !!!
@tanti: Wah iya tho? Selamat Natal 2007 dan Taon Baru 2008 ya, meski sudah lama toh tidak ada kata terlambat :) Salam kenal pula! Sudi mampir lagi lain waktu ya!