Nabi palsu? Nabi KW1

18 Feb 2018 | Kabar Baik

“Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”
(Markus 1:15)

Ada sebuah diskusi hangat di grup percakapan WA Kabar Baik siang tadi. ?Saat Yesus mengatakan hal di atas, Injil kan belum terbit, lantas ?Injil? mana yang dimaksud untuk dipercaya??

Apa yang ditulis oleh Markus tadi, dalam bahasa Inggris, kata ?Injil? diterjemahkan sebagai ?good news? (Kabar Baik). Jadi menurutku Injil tak lain adalah Kabar Baik yang dibawa Yesus sepanjang hidupNya yang lantas menjadi sumber inspirasi bagi Matius, Markus, Lukas dan Yohanes saat menuliskan Injil.

Dalam perspektif masa kini, kabar seperti apa yang dikategorikan baik dan kabar yang bagaimana yang tak baik adalah hal yang sangat kontekstual untuk direnungkan.

Nabi palsu

Beberapa hari lalu ketika pulang kerja, sambil menunggu bus, tiba-tiba di depanku melintas sebuah bus lain. Di salah sisi bis itu terpasang iklan acara ?talk show? yang menghadirkan motivator ternama dunia. Tak enaklah kusebutkan namanya. Seorang pria, setengah baya dengan wajah bertulang rahang keras nan maskulin. Ia sangat terkenal, bahkan di negeri asalnya, Amerika Serikat, popularitasnya bak selebritas.

Meski demikian, banyak yang bilang orang itu adalah nabi palsu. Kenapa? Apa karena dia adalah orang yang ada di luar Gereja?

Adalah lebih penting untuk waspada dan mengenali ajaran-ajaran palsu ketimbang menghakimi siapa yang bisa dialamati sebagai nabi palsu dan siapa yang bukan.

Ajaran palsu

Ajaran palsu bagiku adalah ajaran yang tampak di permukaan menawarkan solusi tapi sejatinya malah menjauhkan kita dari Kabar Baik/Good News yang dianjurkan Yesus hari ini untuk kita percaya.

Sayangnya, kadang kita bisa mengenali kepalsuan ajaran justru saat kita telah tertipu. Di titik ini yang paling penting adalah kepasrahan. Pasrah bukan pasif tapi pasrah dalam artian memaksimalkan penggunaan akal budi untuk mengenali otentitas ajaran dengan terus-menerus mendekatkan diri pada Roh Kudus.

Pasrah

Kepasrahan membuat kita terbuka, sebaliknya ketakutan membuat kita tertutup. Keterbukaan terhadap aneka ragam ajaran bukan berarti kita harus mengamini apalagi mengimani semuanya. Tapi lebih sebagai tanggapan atas kepercayaan bahwa Tuhan Itu Maha Kuasa, kita tak bisa membatasi pada cara dan kuasaNya dalam menyampaikan Kabar Baik kepada umatNya.

Kepasrahan juga membuat kita tak mudah menghakimi termasuk menghakimi orang-orang yang kita anggap sebagai nabi palsu.

Kalau begitu, kenapa kamu nggak datang ke acara motivasi dari sang motivator itu, Don? Siapa tahu Tuhan ingin berbicara melaluinya?

Mungkin saja tapi aku juga percaya bahwa Tuhan amat terbuka pada pilihan yang kuambil. Kalau aku punya keluangan uang $1000, ketimbang datang ke acara yang lamanya tak sampai dua jam lebih baik kupakai untuk bertamasya bersama istri dan anak-anakku ke gunung atau ke pantai dan menikmati pemandangan alam.

Bukankah keluarga, alam, interaksi antar anggota keluarga dan alam adalah Kabar Baik dariNya karena keduanya, keluarga dan keindahan alam, berasal daripadaNya?

Mari bertobat dan percaya!

Sydney, 18 Februari 2018

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.