MyZone

8 Mei 2010 | Australia, Cetusan

Barangkali aku salah, tapi tampaknya setiap persoalan yang muncul di dunia ini memiliki satu pola sebab yang sama yaitu pertambahan populasi orang yang semakin banyak berakibat pada semakin banyaknya kebutuhan. Sementara itu, sarana-sarana pemenuhannya tak bertambah secepat pertambahan populasi atau bahkan sebaliknya, menyusut dan tak bisa diperbaharui lagi.
Bukti termudah dari hal di atas adalah pada masalah transportasi serta kemacetan lalu lintas. Ada sekian banyak orang (dan akan semakin membanyak) yang harus memindahkan diri dari satu tempat ke tempat lainnya setiap hari sementara kapasitas pemakaian jalan akan semakin tak mampu untuk menampung semuanya.
Tak hanya di Jakarta, di Sydney pun transportasi dan buruknya penanganan kemacetan lalu lintas adalah momok yang menghantui setiap waktu. Malah, dalam sebuah ulasan kabar beberapa waktu lalu, dituliskan bahwa jumlah kendaraan pribadi di Sydney dan sekitarnya telah melebihi jumlah penduduk kota yang terkenal dengan Opera House-nya ini. Hal ini tentu menakjubkan! Tinggal menghitung hari (jika tak teratasi) dan kemacetan di sini akan sebelas dua belas dengan kemacetan parah di kota-kota besar lainnya di dunia.
Jalan keluar sebenarnya bukannya tidak ada, sebutlah sistem transportasi publik.
Bisa dibilang sistem transportasi publik di Sydney sangat baik. Pemerintah menyediakan jasa layanan kereta api yang terdiri dari beberapa lines dengan daya jangkau yang luas serta manajemen penjadwalan yang sangat baik. Moda transportasi bis juga disediakan oleh pemerintah selain pula ada beberapa private coach, penyelenggara bis-bis swasta yang menjalankan operasinya hingga ke pelosok-pelosok dengan standard yang kurang lebih sama. Belum lagi ferry yang meski tak terlalu banyak, namun mengingat adanya kawasan perairan baik teluk maupun muara-muara sungai mengingat Sydney terletak di bibir lautan, moda tarnsportasi air jenis ini tetap dioperasikan terutama untuk mengangkut warga yang tinggal di sekitar Parramatta River, Taronga, Manly dan sekitarnya.
Tapi sebagaimana lazimnya persoalan di seputar jalan keluar, maka efektifitas adalah kendalanya.
Beberapa menilai bahwa meski sudah bagus, tapi sistem transportasi publik masih dirasa kurang terpadu dan mahal.
Aku adalah salah satu yang setuju dengan alasan itu.
Bayangkan, sebelum 18 April lalu, dalam seminggu aku mengeluarkan setidaknya 114 dollar untuk membiayai layanan publik transport yang kutumpangi. Solusi saat itu adalah weekly ticket system, dimana kita bisa membeli tiket seminggu dengan sistem bayar di depan. Sisi baik dari penggunaan weekly ticket ini adalah adanya diskon sekitar 20% dari harga normalnya. Sisi buruknya, kita jadi terpaku untuk tetap menggunakan moda transportasi dan jalur yang sama persis dengan apa yang kita beli pada awal minggu. Jadi seandainya aku harus kerja lembur dan kehabisan jalur yang kubeli tiketnya secara weekly, bisa dibilang selain rugi satu putaran, aku juga harus merugi karena membayar uang tiket jenis transportasi yang lain lagi.

Untunglah, per 18 April 2010 yang lalu, pemutakhiran sistem ticketing dilakukan oleh pemerintah.
Sasarannya adalah kemudahan integrasi tiket antar-moda transport serta penurunan harga tiket. Paket kebijaksanaan ini dinamakan sebagai MyZone system. Pemerintah membagi empat jenis tiket yaitu MyTrain (khusus untuk mereka yang menggunakan kereta), MyBus (untuk pengguna bus), MyFerry (untuk pengguna ferry) serta bagi mereka yang ingin mengkombinasikan semuanya, bisa memilih paket MyMulti.
MyMulti ini menarik karena selain sangat murah, klasifikasi harganya tergantung pada dua variabel yaitu periode kadaluwarsa (harian, mingguan, tiga bulanan atau tahunan) dan seberapa jauh kamu bepergian dan berada di area mana kamu biasa ber-transportasi. Ada MyMulti Zona 1 untuk area seputar kota Sydney termasuk kawasan inner-suburb, Zona 2 untuk area seputar kota Sydney, inner suburb plus daerah-daerah di sekitarnya, dan Zona 3 yang akan melayani kamu kemanapun kamu pergi sejauh dimana ada layanan transportasi di seantero negara bagian New South Wales.
Lalu harganya semurah apa?
Begini, kalau dalam weekly ticket model lama aku harus membayar sekitar 100 dollar, maka dengan MyMulti Zona 2 (karena aku tinggal dan bertransportasi di zona tersebut) aku cukup membayar 48 dollar saja per minggunya.
Murah bukan? Menyenangkan?
Bang Foke, r u there?
Klik di sini untuk selengkapnya soal MyZone System.

Sebarluaskan!

37 Komentar

  1. dari judulnya saya kira ini iklan air mineral je :P
    Sistem tiket semacam ini di Indo setahuku hanya kereta api, yang lain kayaknya tidak ada (soalnya dulu langganan tiket bulanan juga). Enak ya kalo ada tiket model gitu, berangkat pake kereta pulangnya pake bis lalu nyampung naik ferry. Jadi pengen ke Sydney :(

    Balas
    • Hehehe aku baru nyadar kalau ada merk air mineral MyZone ya hehehe
      Kemarilah, Glek!

      Balas
  2. kalau di sini sih mungkin bukan masalah murahnya. transportasi umum murah, sarana sebenernya juga udah bagus. yg jelek disiplin sama kriminalitasnya. akhirnya orang merasa aman naik kendaraan pribadi walaupun harus capek setengah mati. so PR Bang Foke itu harusnya bikin shock therapy buat semua pengemudi. Denda satu juta beneran, penjara 5 bulan beneran, atau tertib!
    sebenarnya macet itu kalau tertib gak masalah, kan cuman masalah antri dan kecepatan diperlambat. beberapa negara asia juga jam kerja pasti macet tapi bukan ekstra macet yang sampai orang benar2 gak bisa ke mana-mana selama 1 jam gara-gara ladenin orang2 tolol dan keras kepala yang adu2an kendaraan di perempatan hihihi…
    bagaimanapun laju perkembangan kendaraan pasti ada. tapi kalau sudah macet tapi sodok2an itu yang bikin udah lama jadi tambah luuaaamaaaaa…

    Balas
    • Ah, aku memang memancing komentar2 seperti ini keluar.
      Makasih, Fem.. pesanku tersampaikan :)

      Balas
  3. Nggak mending beli sepeda motor atau ngontel sepeda aja ketempat kerja? :D Sapa tau bisa nyelip2 lewat trotoar kalo macet hiahaha #indobanget

    Balas
    • Ehehehehehe, apapun itu (mobil maupun motor) bensinnya tetep mahal, Bos :)

      Balas
  4. wah kalo di sini transportasi publik masih amburadul (ya sistemnya, ya keamanannya, ya fasilitasnya) shg org lebih memilih transportasi pribadi walaupun hrs bermacet-macet ria :-(

    Balas
    • Ya :)
      Pada akhirnya justru kita jadi lebih tampak ‘kaya’ karena bertransportasi pribadi hehehe

      Balas
  5. 1. wah….. kayaknya pembenahan sistem transportasi umum di kota-kota besar Indonesia kudu harus mutlak dijalankan deh… sarana jalan tol/ alternatif juga harus dipikirin serius tuh. PR untuk pak Mentri.. :)
    2. Kalau sistem ticketing kayak gini diterapkan di Indonesia untuk bus umum, aku kok sangsi akan berhasil ya, lha wong penumpang naik/turun juga suka-suka di sembarang tempat, nggak selalu tertib berhenti di halte.
    Kalau di Jakarta dan Jogja aku lebih seneng naik busway… lebih teratur.
    3. Aku terganggu dengan kata efektifitas. Keefektifan lebih tepat, Don…

    Balas
    • 1. Tak hanya kota besar, semua.. harus sama :)
      2. Nah, berarti bukan soal aturan melainkan akhlak ya? :)
      3. Masa sih?

      Balas
  6. berharap bang foke atau siapa pun yg punya otoritas (sebenernya kewajiban sih, bukan otoritas) di urusan transportasi umum membaca tulisanmu ini. kirim nang koran wae mas :D

    Balas
    • Halah, kalau BF (Bung Foke) baca di koran tulisan ini juga berkomentar “EGP” :)

      Balas
  7. Don, sistem myzone ini yang pernah saat rasakan saat di tugaskan seminar di Hongkong, Brisbane dan London dan Paris. Sayangnya di Paris saya hanya coba naik Metro, karena jalanan juga macet di daerah tertentu (kata pengantarnya, temanku dari Indonesia yang kawin sama bule Perancis).
    Beli tiket mingguan (karena cuma seminar seminggu), namun bisa juga beli bulanan. Tiket metro, subway atau tube (untuk istilah di London), bisa juga digunakan untuk naik bis. Kapan ya di Indonesia bisa begini…walau begitu, di kota2 tersebut tetap macet pada jam-jam sibuk..bahkan tube pun berdempetan kaya pindang (untungnya ada AC….saat jam pulang kantor, kayak naik KRL Jakarta-Bogor.
    (Aneh..buka blogmu lewat FB malah bisa..tadi buka langsung di http://www.donnyverdian.net..error…..???)

    Balas
      • Emailku kayaknya kena virus….udah dibersihkan dan ganti pasword..kalau ada kiriman aneh2 dari alamat emailku, abaikan aja ya

        Balas
  8. Mungkin itulah yang disebut pemerintah turut “berempati” terhadap rakyatnya.

    Balas
    • Betul, Bung..
      tapi sebenarnya bukan soal empati yang ditekankan, lebih ke soal “Pemerintah tanpa masyarakat juga tak kan jadi pemerintah..” maka care lah dengan rakyat hehehe

      Balas
  9. Don, kalau seminggu 48 dollar, berarti sebulan praktis butuh sekitar 200 dollar untuk transportasi saja. Termasuk mahal menurutku, seharunya bisa di-press lagi untuk kebutuhan transportasi umum. Artinya yan nge-press tentu dari pemerintahnya, karena fasilitas itu kan dibuat dari uang pajak jadi sudah selayaknya dibikin yang bagus dgn harga reasonable.
    Di Jakarta? Hmm… ya pelan2 mudah2an bisa dibenahi. Kota semrawut begini, mengenyahkan metromini dari jalan2 protokol aja gak bisa, gimana mo bikin model begitu? :D

    Balas
    • Zee, kalau semoga anggapanku salah bahwa kamu menghitung itu dengan konversi rupiah…
      Bagiku, karena sebelumnya habis lebih dari separuhnya, maka penurunan segitu udah sangat bagus apalagi kalau mesti pake transportasi pribadi yang habis bensin bisa berlipat-lipat! :)) Hehehe…

      Balas
  10. tetep aja.. mahal.. :P
    even menurut adekku yg baru berkunjung dari tokyo.. ampun! aussie is so expensive! mendengar hal itu dari tokyo-ist yg notabene no.3 (kalo blm naik/turun) termahal di dunia, takjub juga..huahahahaha…

    Balas
    • Mahal murah sebenernya relatif lah..:)
      Kalau kayak aku yang semula ngerasain 110 dollar per minggu lalu jadi 48 dollar per minggu dengan keleluasaan pilihan moda transport ya tetep murah :)

      Balas
  11. Kalo di Miri atau Bintulu (dan Serawak pada umumnya), angkutan kota yah banyaknya bus ato semacam elep yang dari Bogor ke Puncak (kalo di Indonesia), tarifnya murah ajah berkisar antara 1 RM – 5 RM, tergantung tujuan. Tapi itu juga ga masuk2 ke semua kawasan (apa gw nya yang ga begitu gaul yah?). Kecuali mo naik taxi gelap (disebut kereta sapu), yang tarifnya mahal berkali2 lipat dari angkutan yang resmi. Jadi hampir semua penduduk disini, mo yang kaya raya ampe yang tukang sayur di pasar, rata2 punya mobil. Bukannya kenapa2, pertama karena angkutan umum yah susah ga menjangkau ke semua wilayah. Yang kedua disini orang mo loan mobil tuh gampang banget Mas. Tinggal nunjukkin IC, slip gaji 3 bulan (kalo karyawan swasta) ato bukti kerja di Kerajaan (PNS), ga kasih DP s1 sen pun, langsung bisa bawa mobil itu. Makanya ga heran kalo di Miri, apalagi Kuching, macet dimana2. Kalo Bintulu seh masih agak2 lowong soalnya kan kota kecil.

    Balas
    • Hehehehee, kalau di sini cari mobil juga gampang banget kok..:) Makanya harganya nggak tinggi2 amat… bawa 3000 dollar aja udah bisa bawa pulang mobil 90-an akhir :)

      Balas
  12. wah……..murah atau mahal y?…..heheheh
    salam hangat dari blue

    Balas
  13. kira2 model myzona kira2 cocok ndak ya, mas don, diterapkan di indonesia. meski sama2 mengalami arus kemacetan transportasi, indonesia agaknya jauh lebih rumit dan kompleks.

    Balas
    • Kupikir masih susah karena betul kata Pak Sawali, terlalu kompleks dan juga luas :)

      Balas
  14. kapan-kapan main ke tangsel mas (tangerang selatan) … disini sekarang sedang booming perumahan. Sepanjang pinggir jalan, nggak boleh ada lahan sepetak dua petak, mau bekas ladang, sawah, atau rawa sekalipun .. bermunculan cluster-cluster idaman. Seperti cluster yang saya tinggali sekarang ini .. eks rawa rele :)
    Dan yang sering mengelebat dalam pikiran, “… duh bagaimana jalanan ini 5 atau 2 tahun kedepan yaa … ?”
    – sambil membayangkan moda transportasi di Sidney …

    Balas
    • Hehehehe.. kenapa anda nggak ngebayangin “Duh, gimana panasnya daerah ini ya 1 tahun ke depan karena full rumah!” :))

      Balas
  15. wah kok kebetulan aku juga lagi menyoal transportasi di vietnam dan pernak perniknya..haaa

    Balas
  16. judul artikelnya lucu, kayak minuman ion gitu..

    Balas
    • Hehe iya baru nyadar.. :) Tapi ini bukan bagian dari promosi mereka :)

      Balas
  17. nang salatiga masalah transportasi opo jal? ummm..iki…angkot jurusan omahku nek wez jam setengah enam wez ra mlaku..jadi nek aku ra dijemput yo terpaksa numpak ojek seng bayarane luwih larang…xixixiixixixi….
    tapi nang salatiga kiy ono macet bareng lho ya..palagi nek jam 5-7an bengi pas bis bis solo jakarta liwat…akeh contener, truk gandeng, jarene sih meh ono jalan tol..tapi mbuh ra mudeng kabare saiki..

    Balas
    • Eh kowe ngerti ra, sing marai kelingan soal Salatiga ki nek numpak bis umum ngliwati terminal Salatiga kerep nemu pengamen nyanyi lagu2 gereja.. marai adem neng ati :)

      Balas
  18. Setelah baca ini, sepertinya parah sekali yah transportasi yang ada di Indonesia tepatnya Jakarta. Macet keterlaluan dan tidak ada penyelesaian sama sekali. Di Ausie sono pemerintahnya cepat tanggap, andaikan pemerintah Jakarta seperti itu…..

    Balas
    • Walah, kok malah larinya ke transportasi Indonesia?
      Aku ngga ikut2 lho ;) Yang pasti setiap negara datang dengan persoalannya sendiri-sendiri, Bung…

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.