My religion is not better than yours?

26 Apr 2012 | 150 kata, Agama, Cetusan, Indonesia

Sebagai orang Jogja, aku bangga membaca laman facebook teman memuat berita tentang bagaimana rakyat Jogja turun ke jalan bertoleransi terhadap perbedaan agama, meski di akhir cerita aku cukup mengernyitkan dahi ketika kutemukan satu foto spanduk?bertuliskan, “My religion is not better than yours!”

Sekilas mungkin terbaca indah apalagi di tengah iklim begitu maraknya orang memaksakan agamanya ke orang lain.

Tapi pertanyaannya, tepatkah? Apakah si penggagas spanduk telah membuat perbandingan yang benar-benar antara agamanya dengan semua agama orang lain, sehingga ia tahu kadar pembandingnya? Atau apakah hal itu dilakukan semata supaya tercipta ‘damai’ dan ‘toleran’?

Bagiku, agama adalah ageman (-jw), pakaian. Apa yang kupakai adalah yang terbaik. Aku tak punya kewajiban untuk membuat semua orang berpakaian sama denganku meski aku harus menampakkan yang terbaik dari apa yang kukenakan.

Jadi,bagiku agamaku adalah yang terbaik. Yours? I have no idea. I’m not interested to know…

Sebarluaskan!

40 Komentar

  1. Om, bukankah kalo sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa X adalah yang terbaik, itu setelah membandingkannya dengan yang lain, Y, Z, yang dinggapnya –minimal– lebih jelek dari yang terpilih?

    Balas
    • Dalam hal agama apa kamu melakukannya juga? Kalo kamu bandingin ‘X’ dengan ‘Y’, bukankah kamu harus tau keduanya dengan jelas dan adil baru kamu bisa membandingkannya. Demikian kan?:)

      Balas
  2. Maksudnya mungkin agar terlihat lebih toleran. Tulisan itu untuk menunjukan kerendahaan hati dalam hal beragama. kalau semua orang mengklaim agamanya baik yang terjadi ada pertengkaran. Agama kalau diperdebatkan bisa banyak jeleknya, karena yang dicari jeleknya. Jadi Agamaku mungkin tidak sebaik agamamu, tapi dengan agamaku, aku menjadi jadi lebih baik. :) IMHO

    Balas
    • Aku kurang sependapat krn kalo demikian kita telah tak jujur pada diri kita sendiri krn mana mungkin kita mau yg tak baik kalo kita tau ada yg lebi baik?:) Tp krn kau bilang “imho” ya sudah :)

      Balas
  3. Apakah Jogja lebih baik dari Klaten? Sehingga wong Klaten lebih memilih mengaku seperti ini, “Sebagai orang Jogja..”

    Balas
    • Tak ada metode komparasi di sini. Kusebut ‘orang jogja’ menandakan aku pernah tinggal lama di sana (15taon). Bukankah kalo kamu balik ke dusun kluthuk-mu kamu akan dibilang “Wong jakarta” juga, pdhl jelas2 Jakarta ga ada apa2nya dibanding Klaten Bersinar?:)

      Balas
  4. hmmm sebaiknya menghindari perbandingan, krn yang namanya agama atau pemikiran tidak akan bisa dibanding-bandingkan ….
    Mungkin lebih baik spanduknya bertuliskan “Agama bukan untuk diperbandingkan, tapi untuk diimani dan dijalankan” … gimana don? :D

    Balas
    • Bagus sih tp spanduknya bakalan mahal karena kepanjangan hahahahahah

      Balas
  5. Aku setuju sepenuhnya dengan pendapatmu, Don, bahwa “agamaku adalah yang terbaik bagiku”. Dan atas dasar itulah maka kita menganutnya, bukan?

    Hal ini sesuai dengan salah ayat dalam Al-Quran: “bagimu agamamu, bagiku agamaku”. Dengan kata lain, “bagimu yang terbaik adalah agamamu, dan bagiku yang terbaik adalah agamaku”. Maka, biarkan kita saling menjalankan agama kita masing-masing, tanpa saling mengganggu.

    Aku pikir, begitulah cara bertoleransi yang baik dan benar.. :)

    Salam dari Orang (yang mengaku) Jogja.. :D

    Balas
    • setuju sama Pak Vizon.
      Dan karena penjelasannya panjang, nggak usah dibikin spanduk, hehe…
      cukup buka kitab suci masing2 dan mengimaninya :)

      Balas
  6. iyaaa.. agama gak perlu dibandingkan.. itu masalah keyakinan bahwa agama aku lebih baik.. kalau gak lebih baik kenapa aku gak milih yg paling baik aja ya kan? :D

    Balas
  7. Setuju dengan komentarmu, bahwa agamaku ya terbaik untukku. Agama bukan untuk dibanding-bandingkan tapi diimani dan dilaksanakan.

    Balas
  8. Saya jg setuju. Pernyataan nya memang terlalu naif dan tak jujur.

    Balas
  9. Hehehe.. maaf nimbrung, bukan mau sok teu.. “My Religion is not better than Yours” itu adalah quote dari MK.Gandhi, menyikapi konflik Muslim v Hindu di India. Ini adalah kalimat yg reflektif bagi kita semua. Kalo mau dibilang jangan ada perbandingan, nyatanya UGM-Indonesia punya Program Studi Perbandingan Agama (?) Saya rasa itu adalah ungkapan untuk menundukkan sedikit ego keber’agama’an kita dan lebih menerima Keberagaman.. Benar sekali kata DV, hanya ageman… dibalik itu ada kemanusiaan dan kebersamaan.. :)

    Balas
  10. Dalam konteks maraknya orang memaksakan agama/kepercayaan ke orang lain bahkan dengan cara kekerasan, pandangan, “Agamaku tak lebih baik dari agamamu,” bisa menjadi obat mujarab. Selama 2000 tahun terakhir umat manusia sudah berperang 3000-an kali atas nama agama/kepercayaan. Semoga dengan membaca dan mempraktikkan isi spanduk tsb, kita bisa hidup damai dengan diri sendiri dan tetangga sebelah yg berbeda isian kolam agama di KTP. Nuwun

    Balas
    • Kalo kontekstual berarti harus disertakan dalam spanduk juga, Bung.
      Kalau tidak takutnya jadi beda persepsi, maksudnya baik tapi yang diterima tak baik.. :)

      Balas
    • Nggak masalah juga tho Don..
      “Wong Agamaku opo yo dudu urusanmu.. Kan urusane aku ro Gusti… ” wkwkwkwk.. Jadi kalo emang nggak Lebih baik yo nggak jadi masalah kan.. Faktanya bagaimana menilai Agama itu lebih baik? Yang satu dan yang lain2 sebenarya saling melengkapi dan kontennya tentang kemanusiaan… bukan hanya janji surga.. Karena kalo mau jujur sebenarnya tulisan tadi menjadi relevan di Indonesia.. tidakkah juga di tempat lain? di hati kita… Karena umat yang berkualitaslah yang akan terus merefleksi dirinya.. benarkah dengan beragama saya menjadi rahmat bagi sesama.. :)

      Balas
      • Masalah ga masalah tergantung siapa yang membacanya kan, Koh :)
        Di satu sisi ‘tak bermasalah’ bisa jadi ‘bermasalah’ di sisi lain. Tulisan ini hanyalah ‘exercise’ bagaimana jika si penulis adalah orang yang gemar mempermasalahkan dan memperpanjang kasus mulai dari somasi sampe teror kelas teri, Koh :)

        Balas
  11. My religion isn’t better than yours itu menandakan inklusifitas bukan membandingkan. Krn saat ini byk umat beragama yang merasa ekslusif dan berhak menindas agama minor. Setiap agama itu baik, bergantung bgmn umat menerjemahkan dan mempraktekkannya. Hal itu menjadikan setiap agama akhirnya pny sisi positif dan negatif krn pikiran manusia yang terbatas. So, keluarlah dr pikiran ???? mengkotak-kotakan. Bagiku agamaku, bagimu agamamu. Jgn sampai perbedaan membatasi kita dlm bermasyarakat dan bergaul.

    Balas
    • Dari struktur bahasa jelas pesan itu berupa perbandingan, Mbak dengan ‘better’ sebagai komparatornya :)

      Balas
  12. My religion isn?t better than yours, tulisan tersebut bukan bermakna membandingkan agama yg satu dgn yg lain, tetapi kembali untuk mengingatkan hakikat beragama yg sesusungguhnya, kerendahan hati dan saling mengasihi serta kemampuan untuk saling mengapresiasi sesama insan yg beragama walaupun berbeda.

    Balas
    • Jawaban saya sama dengan jawaban untuk teman di atas ya :)

      Balas
  13. Saya tergelitik untuk berkomentar. Mula2 adalah
    1. Menghargai
    Sebelum setuju & tidak setuju, saya pikir kita harus menghormati dan menghargai pendapat teman2 tersebut.

    2. Saya setuju buanget dengan pernyataan “My religion is not better than yours”!!!
    Ada beberapa hal yang unik di sini.
    Mengapa kita begitu sensitif-nya tentang agama? Ini mula2 dulu nih pernyataan saya. Kenapa begitu ada pernyataan2 soal agama, langsung kita cenderung “hmmm, gw yang bagus dong”

    Hal yang kedua adalah apakah pernyataan tersebut salah & tidak bermanfaat?
    Bukankah ketika pernyataan tersebut muncul, maka perang antar agama & rebutan umat menjadi ilang?

    Kemarin saya membaca tweet-nya Mas Guntur Romli tentang “fenomena mu’alaf” yang menurutnya adalah fenomena psikologis yang ada di tiap agama. Fenomena orang2 yang baru pindah agama atau baru “mengenal agama”-nya sehingga giat-giatnya ber”dakwah” ke sana kemari. Apakah karena kurang PD?

    Kenapa berkeras “my religion is the best!”? Karena kurang PD-kah? Karena “sudah dibilang dari sono-nya kah”?

    Berikutnya, apakah kita sudah mengapresiasi yang lain? Atau hanya dalam hati berkata: “Punya gw paling bagus, tapi punya lw gw kasi toleransi. Yah, namanya juga yang paling bagus jadi yang kurang bagus, gw harus kasi teladan.”.

    Catatan saya ini mungkin akan memerahkan kuping sebagian yang baca. Mhn maaf, tapi ini jujur datang dari pertanyaan diri saya, pertanyaan bahwa:
    “Bila kita belum bisa mengatakan ‘my religion is not better than yours’, tidak-kah kita munafik atas nama ‘toleransi?”

    PS. Saya tiba2 ingat iklan Pepsi Cola & Coca-cola, masing2 saling menghina. Dan apakah saya yang penggemar Coca-cola akan bilang Coca-cola is the best? Yeah! Dan dokter pasti bilang “Dasar bego! Coca-cola is not good for your health. Besides, bego banget kamu, yang untung kan para petinggi perusahaan.”

    My last question: Tuhan, agamaMu apa sih?

    Balas
    • Anda menulis, “Bukankah ketika pernyataan tersebut muncul, maka perang antar agama & rebutan umat menjadi ilang?”

      Jawabanku, “Yakin hilang?”

      Anda menulis, “Catatan saya ini mungkin akan memerahkan kuping sebagian yang baca. Mhn maaf, tapi ini jujur datang dari pertanyaan diri saya, pertanyaan bahwa: ?Bila kita belum bisa mengatakan ?my religion is not better than yours?, tidak-kah kita munafik atas nama ?toleransi??”

      Jawabanku, “Justru bagiku yang terbagus adalah agama yang tidak menafikan toleransi”. Aku sih tak merah telinga meski aku telah membacanya :)

      Balas
      • Yakin, Mas! 100% kalau semua pemuka agama bilang seperti itu dari dalam hatinya! 100% hilang kalau semua penganut bilang bisa ikut juga bilang seperti itu.

        Butuh PD yang luar biasa lho.

        Nah sekarang tentang toleransi, Mas.
        Apakah toleransi yang saya bilang bahwa:
        ?Punya gw paling bagus, tapi punya lw gw kasi toleransi. Yah, namanya juga yang paling bagus jadi yang kurang bagus, gw harus kasi teladan.?.
        itu definisi toleransi?

        Balas
        • Pertanggungjawaban konsep tak berhenti di konsep kan? Implementasinya bisakah hal itu dilakukan? Kapan mencapai 100% pemuka agama bilang begitu?

          Soal toleransi, definisi tak perlulah.. put it this way, selama kita bisa menghormati orang lain dan tak mencampurinya kan itu sudah bagus? Diluar itu, agamamu ya agamamu.. agamaku ya agamaku :)

          Balas
          • Wah??? Jangan lari dari definisi dong. Bukankah pernyataan tdk setuju dengan “my religion is not better than yours?” gara2nya ga sepakat dengan definisinya?

            Kalau saya sih, jujur2 saja, Mas. Saya berani bilang my religion is not better than yours. Pemuka agama berani 100%? Hahaha, anda saja ga berani blg itu kan?

            kenapa byk yg ga setuju dengan “my religion is not better than yours”, ya jelaslah bahwa kita semua ini masih mengidap inferiority complex atau superiority complex dalam hal beragama. Yang ada di otak kita adalah: “Mine is the best” atau “Pokoknya paling buagus, awas, jgn ganggu iman saya”.

            Balas
            • Saya ga lari dari definisi toleransi :) Anda yang tanya, saya ogah jawab.. apa saya salah? :)

              Justru saya pikir apa hubungannya “Pokoknya paling buagus” dan “jangan ganggu iman saya” ?

              Saya ngga ngeliat kolerasinya :)

              Balas
              • bung, anda ga mau kalah wkkk. Udah ngaku salah lah , keliatan dari jawaban2 ente ngalor ngidul lol. Malu woiCOMMENT

                Balas
  14. Menurut saya sih mungkin kalimat semacam kalimat untuk merendah, tujuan ya jelas untuk menciptakan kedamaian.

    Saya setuju dengan sikap anda yang mengatakan bahwa agama anda yang terbaik, itu sebuah kejujuran. Sebagian besar orang mungkin juga berpikir seperti itu, menganggap agamanya adalah yang terbaik, walaupun tidak semua mengungkapnya pendapatnya itu di depan orang beragama lain.

    Sebuah kewajaran juga jika mengatakan agama kita yang terbaik, khususnya jika kita hanya mengetahui satu agama saja. Ibaratnya kita hanya memiliki satu buah pakaian, dan ditanyakan mana pakaian yang terbaik, tentu saja kita tidak punya pilihan dan menyebut itulah yang terbaik.

    Tapi mas, sayangnya tidak semua orang bisa bersikap bijak dalam bersikap “agamaku yang terbaik”. Seringkali kalimat itu diikuti dengan kalimat “agama kalian jelek, salah, bertentangan dengan agamaku, dan seterusnya”.

    Balas
  15. Apa yang kupakai adalah yang terbaik. Aku tak punya kewajiban untuk membuat semua orang berpakaian sama denganku meski aku harus menampakkan yang terbaik dari apa yang kukenakan.

    mantap mas

    Balas
  16. Wah,… ini lebih dari pada meng’inti’kan agama, Om. kalau saya melakukan perbandingan agama, bisa gila dan nyeleneh. Itu wajar, otak punya kemampuan terbatas walaupun seukuran Einstein. Agama2 yang nyeleneh, kebanyakan membandingkan keyakinan X, Y,Z, yang akhirnya pencucian otak besar2an.
    Kalau soal spanduk itu saya rasa cuma menuju ‘kedamaian’ :D

    Balas
  17. no komen saja lah, karena saya memandang topik yang begini ini terlalu sensitif dan pemahaman agama seseorang pasti ada perbedaannya. Toh kalau ‘otot-ototan’ berargumen juga tetep susah, karena agamanya saja sudah berbeda yang mengakar pada sumbernya juga beda. Lain halnya kalau ‘otot-ototan’ dengan yang seagama :-D

    Balas
  18. jane ora perlu nganggo spanduk barang. toleransi terhadap perbedaan bisa ditunjukkan melalui sikap. koyo iklan wae nganggo spanduk2 :)

    Balas
  19. saya baru menjadi saksi bagaimana beringasnya warga Jogja (entah benar-benar warga Jogja atau bukan) yang mengaku beriman melakukan tindak kekerasan kepada tamu asing yang diundang untuk berdiskusi karena perbedaan ideologi.

    ckckckck…

    Balas
  20. kalimatnya aneh sih ya..

    kalo soal agama, karena aku muslim, ya buat aku agamaku yg paling pas buat aku. agama orang lain bukan urusanku. bukan soal yg mana yg lebih baik, bukan soal sama baik atau nggak. lha agama je.. masalah hati, keyakinan, isu mendasar soal hubungan seseorang dgn tuhan, kan gak untuk dibandingkan.

    *tiba2 inget si anu kae* :D

    Balas
  21. Don, agamamu opo toh Don? *disepak*
    Aku ini sekarang koq ya ada di titik tidak beragama tapi pengikut Yesus *terlalu banyak melihat penyimbangan atas nama agama (Kristen)*
    Hais mumbling dewe

    Balas
  22. Gimana kalau kalimatnya mas donny sedikit di tambah menjadi, “agamaku adalah yang terbaik (untuk ku).”
    Menurut saya, agama itu cara kita untuk mengenal&mendekatkan diri dengan Tuhan. tentang perbedaan cara itu ngga jadi masalah selama kita bisa mengenal pencipta kita dan hidup dengan baik. at least itu yang saya tangkap dari arti agama dengan keberagaman yang ada di dalam keluarga inti saya. dari 6 anggota keluarga ada 4 agama yang berbeda.

    Balas
    • Kenapa harus saya tambahi dengan kalimat dari Anda kalau saya sudah menuliskannya di paragraf kedua terakhir? :)

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.