Menyampaikan Selamat Hari Raya, pakai cara apa?

12 Sep 2011 | Digital, Indonesia

“Ide” yang sama, yang selalu berhasil kutangkap dalam setiap kemegahan perayaan hari besar agama di Indonesia pada level ‘sosial” adalah bagaimana kerelaan melakukan berbagai macam cara untuk menyampaikan sebuah pesan “Selamat hari raya” kepada sanak saudara.
Pada setiap event Lebaran misalnya, jutaan orang rela mudik ke kampung halaman dari tanah rantau, puluhan juta pesan terkirimkan pula melalui berbagai macam jenis media penyampaian pesan mulai dari kartu ucapan dan surat, telepon, SMS, BBM, hingga yang sedang ‘happening’ sekarang, social media, hanya demi sebuah ungkapan pesan “Selamat Idul Fitri”.
Menariknya, tata cara penyampaian pesan tersebut seperti memiliki tingkatan yang terwujud secara sosial bersumber dari pengalaman dan preferensi kita untuk ‘memilih yang mana untuk siapa’.

“…tata cara penyampaian pesan tersebut seperti memiliki tingkatan yang terwujud secara sosial bersumber dari pengalaman dan preferensi kita untuk ‘memilih yang mana untuk siapa'”

Untuk yang dituakan terlebih orang tua sendiri, misalnya, mudik adalah yang tertinggi arasnya karena kedatangan secara fisik adalah hal maksimal yang bisa diwujudkan manusia untuk menerjemahkan arti ‘silaturahmi’.
Sekalinya orang tua tiada, mudik tahunan ke kampung halaman bisa jadi tinggal kenangan; sebagai gantinya, ‘anak’ yang biasa mudik ke rumah orang tua, kini menjadi obyek yang ‘dimudiki’ oleh anak-turunnya. Normal sih, setidaknya hal itu menandakan proses regenerasi sedang terjadi.
Tingkat kedua adalah telepon.
Ketika orang tak bisa mudik dengan berbagai macam alasan, mengucapkan salam melalui telepon menempati posisi tertinggi untuk ‘bersilaturahmi’.
Terlebih ketika orang semakin sadar bahwa mudik memerlukan ongkos tak sedikit baik itu finansial maupun tenaga ekstra untuk setidaknya melawan nafsu marah melihat jalanan bolong-bolong dan lalu-lintas yang kacau sepanjang perjalanan misalnya, telepon adalah sarana canggih yang nggak pake ‘macet’ kecuali line lagi penuh dan nggak pake ‘mahal’ kecuali mau arisan jam-jaman atau ngegosip tak tentu arah.
Esensi ‘fisik’ juga tak hilang meski suara kita harus melewati proses decoding dan encoding selama proses transmisi melalui jalur komunikasi satelit yang terlalu njelimet untuk dijelaskan di sini.
Setelah kuputuskan pindah ke Australia, tiga tahun silam, sarana ini selalu kugunakan ketika harus mengucapkan selamat hari raya untuk sanak saudaraku di Indonesia.
Surat menyurat termasuk mengirimkan kartu ucapan kutempatkan di posisi ketiga.
Sebenarnya kalau itu hanya surat-menyurat dalam arti kita menulis tangan di atas lembaran kertas kosong berlembar-lembar banyaknya, aku lebih menganggap itu sebagai sesuatu yang berarti ketimbang telepon karena ada effort yang tak sedikit untuk melakukannya. Tapi ketika lembaran demi lembaran itu tergantikan kartu ucapan yang template dan kita cuma membubuhkan “salam dari jauh – Donny Verdian” atau sesuatu yang singkat saja, ‘nilai’ nya menurutku telah surut terlalu banyak.
SMS, kecuali SMS template, ada di posisi keempat.
Agak subyektif sebenarnya, tapi sisi ‘personalisasi’ dan ‘ongkos’ yang tak murah meski kabarnya banyak operator kini menggratiskan jasa sms antar penggunanya, tapi tetap saja kalau dari Australia sini mengirimkan sms adalah “sesuatu banget” karena mahalnya :)
Aku menggunakan jasa SMS untuk mengirim ucapan ke teman-teman dekat saja selama Idul Fitri kemarin. Semoga saja sih yang kukirimi juga sadar setidaknya SMS menempati level yang lebih tinggi ketimbang yang akan kusebut di bawah ini. Oh ya, soal SMS template, ia tak masuk ke kategori tingkatan manapun karena menurutku apa bedanya mengirim SMS template dengan tak mengirim? Bagiku sama saja… “otentik” adalah kata kuncinya!
Aku pernah dapat kiriman sms template dari seorang teman dan saking gemasnya, aku balas dengan copy-paste sebuah iklan baris di koran lokal Jogja waktu itu lalu kukirim sebagai balasan :)
Social Media
Adanya social media menguntungkan dua hal. Pertama, ‘derajat’ SMS naik satu level. Kalau awal dekade lalu orang masih suka marah karena ‘Ngucapin Selamat Idul Fitri kok cuma lewat SMS’ eh, kemarin dengar ada orang bilang ‘Masih untunggg si Anu ngirim ucapan lewat SMS.. lha si B malah cuma boardcast lewat social media tuh!’ Kedua, ‘derajat keuangan’ kita pun naik karena ongkos yang harus kita keluarkan untuk mengirim SMS jadi ‘aman’ karena mengirim ucapan lewat social media apalagi boardcast, “Itu mah nothing!”
Nah itulah sekadar apa yang kupikirkan tentang sesuatu yang marak terjadi selama musim liburan hari raya…
Bagiku, sebenarnya apapun jalur yang kita pilih, semua tak kan mematikan ‘pesan’ yang kita sampaikan. Fisik, telepon, SMS, social media, maupun apapun yang hendak tercipta di masa mendatang untuk kita menyampaikan pesan, semuanya adalah ‘jalur’ semua adalah ‘alat’. Tak ada satupun yang mampu mengurangi makna ‘pesan’ dalam konteks mengirim ucapan hari raya.
Apakah ini sebuah bentuk degradasi sosial? Entahlah aku bukan pakar sosial tapi bahasa yang tepat untuk melukiskannya barangkali adalah ‘semua mengikuti arus perkembangan jaman.’
Baik buruknya, kita harus memfilter dengan filter yang sama yang diberikan Tuhan sejak Adam dan Hawa hingga manusia terakhir yang akan diciptakannya sesaat sebelum kiamat dijadikanNya kelak, kemanusiaan.
 
Credit photo.

Sebarluaskan!

13 Komentar

  1. Kalo kehadiran fisik di kampung halaman, seiring bertambah usianya Simbah di atas kepala 8, rasanya menjadi semakin wajib deh.
    Telepon hampir jarang saya gunakan, karena semua juga sudah ketemu di kampung. Om, Tante, Budhe, Pakdhe, sepupu, ponakan, kumplit.
    SMS, emang biasanya nerima template sih. Jarang saya balas, rasanya basa basi. Tapi kemarin kirim undangan pernikahan buat hampir semua yang ada di phone book juga semi template, sih. Semi, karena nggak template-template amat. Masih saya tambahin [Sebut Nama] Yth, sebelum isi SMS. –Eh, itu sama aja template, ya?–
    Sesuatu banget ki emange piro Om kalo kirim SMS dari Aussie ke Indonesia?

    Balas
  2. Apapun cara dan medianya, menurut saya asalkan lebih personal rasanya akan lebih terasa ketimbang ucapan yang umum seperti menggunakan template atau hanya forward/broadcast pesan seperti yang kerap terjadi belakangan ini. Cara2 forward/broadcast atau pesan template seperti itu seperti mengganggap orang yang dikirimkan hanyalah sebuah mesin yang tidak bisa merasakan makna dari pesan.

    Balas
  3. Sekarang ini karena aku sudah merasa tua :p, rasanya sudah mulai terasa betapa kita sukaa sekali berkumpul dengan keluarga heheee…
    Jadi aku menikmati kalau hari raya itu ya berkunjung atau bertemu langsung…. :)

    Balas
  4. hii salam kenal iya dari vira .. :)
    jangan lupa mapir keweb vira iya di http://www.rumahkiat.com/ vira mau berbagi pengalaman nih.:)
    wah bagus juga iya blog ka2 … ^_^ good luck iya…..

    Balas
  5. Problemnya adalah jejaring sosial kita yang semakin luas meski yang kita kenal secara personal relatif tetap
    Ada ratusan no telp di hp kita, tapi sepanjang tahun yang kita hubungi itu berkisar 20 no hp
    Ada ratusan akun YM, tapi sepanjang tahun yang kita hubungi itu berkisar 5 akun
    Aku lupa sumber risetnya, pernah lihat videonya di TED.com
    Ya akibatnya, sms atau BBM jadi template. Karena pengalaman personal kita ya hanya dgn beberapa orang itu
    Kalau ada pengalaman personal maka lebih mudah bikin pesan personal

    Balas
  6. salam kenal mz donny,, mampir juga ya…
    selamat hari raya idul fitri, minal aidzin walfaizin mohon maaf lahir batin,,

    Balas
  7. Untuk sekarang socmed menjadi biang kerok terpuruknya kartu ucapan pos yang juga memakan banyak biaya. Tapi sayang, dengan elektronik terkadang seperti ngga ada berkas, jejak yang bisa kita lihat beberapa bulan kemudian :(

    Balas
  8. Pertemuan fisik emang penting ya mas.. tapi kalau udah gak bisa ketemu aku masih milih telepon atau sms deg.. kalau lewat internet lebih bagus lewat email yak.. kalau lewat media sosial seh mikirnya itu cuma selewat aja. gak masuk ke hati *eh hehehehe

    Balas
  9. hemm..
    Ya Alkhamdulillah ya, sesuatu banget….
    teteup nunggu karune teka wae ahh.. :P
    Nuwun Dabbbb…

    Balas
  10. Waktu lebaran kemaren, karena seharian dirumah, saya menghabiskan sepanjang siang tuk sms satu2 teman2 blogger yang berlebaran, sepanjang nomornya ada di HP. Kalimatnya kadang agak mirip, tapi gak ada template sama sekali. Semua diketik personal satu2. Habis waktu, dan juga habis pulsa, tapi ya setahun sekali gpplah. :)

    Balas
  11. SMS lebaran… hadeh… hadeh… pegel jemari mas. tapi senang juga dikirimi. tak senang mengirimi. pegel abis. tapi suk kapan2 tak kirimi aja dah… hahaha

    Balas
  12. Walau sarana berbeda, tapi tetap ada rasa yang lain kok kalau kita menerima ucapan pada teman terdekat….
    Karena cara menuliskannya di sms berbeda….

    Balas
  13. Nambah lagi dikit ya.
    Lucunya, beberapa kerabat malah sering mengirimkan pesan template utk mengucapkan selamat hari raya, tp ketika bertemu fisik, dia malah tidak mengucapkan apa2.
    Sepertinya mengucapkan selamat malah lebih nyaman melalui media elektronik dibanding mengucapkan secara langsung. Entah ini pertanda apa.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.