Ada empat hal yang dilukiskan Yesus tentang bagaimana sikap orang terhadap penerimaan Sabda Allah setelah ditaburkan.
Pertama, orang yang mendengar tapi tidak mengerti. Yang seperti ini layaknya benih yang ditabur di pinggir jalan. Tidak tumbuh lalu dirampas orang jahat. (lih. Mat 13:19)
Yang kedua, orang yang mendengar firman lalu menerimanya dengan gembira tapi ketika datang penindasan dan penganiayaan karena firman, orang itupun murtad. Yesus mengumpamakan hal ini sebagai benih yang ditabur di tanah berbatu, bertahan sebentar dan tidak berakar. (lih. Mat 13:20-21)
Ketiga, yang mendengarkan firman tapi karena merasakan kekuatiran dunia dan tipu daya kekayaan dunia maka ia tak berbuah. (lih. Mat 13:22)
Yang terakhir, keempat, yang mendengar firman dan mengerti maka berbuah. Mereka ini ibarat tanah baik yang ditaburi benih. (lih. Mat 13:23)
Pertanyaannya, kamu yang mana?
Aku sih inginnya yang keempat! Tanah baik yang gembur nan subur, pohon pun berbuah banyak.
Tapi aku tak yakin apakah aku mampu mempertahankan benih jika yang jahat datang merampas karena kadang kekuatan mereka membuatku tak berdaya.
Aku juga tak yakin apakah aku akan tetap tidak murtad seandainya tiba-tiba ada lawan jenis yang begitu menarik dan pandai merayu mendatangiku dan berbisik, ?Kamu bisa memilikiku asal kamu murtad dulu??
Lalu ketika dihadapkan dengan kekhawatiran-kekhawatiran, aku juga belum bisa untuk tidak khawatir terhadap begitu banyak hal?
Jadi?
Sebentar, jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan dan keputusan. Ijinkanku bercerita.
Aku paling suka makan makanan pedas. Tanpa cabe, dunia ini terasa begitu membosankan! Suatu waktu aku berkunjung ke rumah kawan, ia seorang Indonesia yang tinggal di Australia.
Tahu dan tempe goreng dihidangkan sebagai kudapan bersama teh panas.
?Mantap! Tapi lomboknya mana??
?Oh iya, lupa? sebentar, Don!?
Kawanku tadi lantas menyelinap sebentar ke belakang. Tak lama kemudian ia membawa beberapa potong cabe yang masih segar.
?Hasil petik nih??
Ia mengangguk. Aku lantas mengambil tahu dan menyantapnya bersama cabe.
?OH MY GOD!? mataku terbelalak.
Kawanku tertawa?.
?Pedes banget! Mau dong bijinya untuk kutanam!?
?Kamu ambil sendiri deh.. Yuk!?
Aku diajaknya ke belakang rumah kawanku tadi. Pekarangannya tak luas, tanahnya berbatu dan di beberapa bagian ditutup semen.
?Mana pohon cabenya kok nggak keliatan??
Ia menunjuk sebatang pohon kecil yang tumbuh di sela tutupan semen. Batangnya tak terlalu gemuk, ranting hanya beberapa. Aku nyaris tak percaya bahwa pohon itu bisa tumbuh dan berbuah banyak serta buahnya pedas betul! Aku membayangkan pasti tak mudah untuk tumbuh! Lebar antar blok semenan yang jadi lahan tumbuh begitu sempit, dua ruas jari saja kira-kira. Tanah yang ada di bawah semenan itu pasti begitu subur dan baik. Meski tertutup bebatuan dan semen, ia tetap menjadi rumah bagi benih untuk tumbuh dan berbuah.
Bagiku, apa yang dituturkan Yesus di atas tadi bukanlah sarana untuk mengklasifikasikan kamu adalah siapa dan yang mana. Semua? lebih sebagai ajakan supaya kita tahu dan mawas diri bahwa kita ini adalah tanah yang baik. Jadilah rumah bagi benih sabda Allah sesulit apapun tantangan, rintangan dan godaan yang ada di atasmu.
Sydney, 27 Juli 2018
0 Komentar