Menjadi tampak pintar tak berarti benar-benar pintar

17 Nov 2011 | Cetusan

Pada akhirnya semua berakhir menyenangkan, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.
Kalian ingat postingan sebelum ini yang berjudul “Mengakui diri bodoh bukan berarti bodoh”?? Di situ aku bercerita tentang betapa bodohnya aku karena hanya demi memperjuangkan uang senilai 1.8 dollar, aku harus melakukan proses pelaporan ke customer service yang waktu itu kukatakan bertele-tele?
Nah, selasa kemarin, sehari sesudah kupublish tulisan itu, aku mendapatkan ?berkat? atas kebodohan yang kulakukan.
Pagi itu, sesampainya di kantor, sebuah amplop ber-header nama perusahaan pemilik vending machine dan ditujukan kepadaku tergeletak di atas keyboard.
?Aha!? gumamku, sambil menggoyang-goyangkan amplop beberapa kali menebak apakah mereka benar-benar mengirim balik uang sebesar 1.8 dollar yang ‘tertelan’ di mesin atau tidak. Tapi hingga beberapa kali percobaan ternyata tak kurasai ada koin yang bergerak-gerak di dalamnya.
Akupun penasaran. Segera kubuka amplop tersebut dan di dalamnya kudapati selain surat permintaan maaf bertanda tangan, ?. Wow! Sebuah voucher card senilai $5 yang bisa kupergunakan berbelanja di sebuah retail terkemuka di Australia.
Dengan kata lain, perusahaan itu mengganti tak hanya nilai kerugian 1.8 dollar, tapi lebih daripada itu!
Simak berikut ini penjelasan mereka selengkapnya:

Aku yakin si pemilik perusahaan itu tak membaca tulisanku sebelumnya, karena selain ?kurang kerjaan?, ketika tulisan itu kupublikasikan, senin sore, amplop itu tentu telah berada dalam perjalanan untuk diantar ke kantorku oleh kurirnya.
Tapi aku merasa betapa aku semakin diyakinkan bahwa ?’mengakui kebodohan itu tak berarti bodoh’ adalah hal yang benar-benar bagus. Kasus ini membuktikan bahwa, bukan hanya aku, tapi perusahaan pemilik vending machine pun melakukan hal yang sama, mereka mau merendahkan diri untuk mengakui kebodohannya..
Pengakuan bahwa ia ?bersalah? dalam suratnya adalah buktinya.?Meski pada awalnya ia menuliskan ?We can assure you that both of stock refilling and mechanical maintenance are carried out regularly to help prevent problem occuring? tapi pada akhir paragraf ia menuliskan pula ?Your comment will be pased on to our Vending departement who will investigate this matter further? atau dengan kata lain, ia mengakui adanya keteledoran yang terjadi diluar kemampuannya.
Kejadian ?vending machine? serta tulisan ini dan sebelumnya membuatku semakin yakin bahwa untuk menghadapi dunia yang semakin liar ini, sikap ‘tampak pintar’ dan ‘keminter’ bukanlah sikap terbaik untuk menjadi benar-benar pintar. Karena kepintaran sejati akan muncul meski kita harus merendahkan diri terhadap lingkungan sekitar dengan berkata ‘Betapa bodohnya saya…”
Hal ini sudah terbukti padaku dan… perusahaan pemilik vending machine itu.

Sebarluaskan!

21 Komentar

  1. Wah untung jadinya dong..

    Balas
  2. Membuat kalimat bijak hanya membuatmu terlihat bijak tapi belum tentu bijak.
    Sekian !

    Balas
  3. yang penting itu tetap rendah hati. tapi untuk menjadi rendah hati itu rasanya makin sulit, karena zaman sekarang orang kerap dituntut untuk tampil dan menunjukkan kepintarannya. jadi, tunjukkan kepintaran dan tetap rendah hati.

    Balas
  4. yang penting harus menjadi tampak GANTENG! titik :D

    Balas
    • Amin!

      Balas
  5. Aku jadi bingung membaca postingan kali ini dan membandingkan dengan yang lalu. Apa aku yang semakin bodoh ya?

    Balas
  6. Dan pada akhirnya siapa yang bodoh dan siapa yang pintar adalah tergantung bagaimana kita menyikapi sebuah kebodohan yang telah kita lakukan. Kira-kira begitu ya mas?

    Balas
  7. Huuuuaaa keren loh, mas Don! Pelajaran penting nih, harusnya memang jadi orang jangan sok bener ya. Saya suka sama perusahaan yang seperti itu..

    Balas
  8. Nah, enak tuch kalau diberi respon seperti ini. Aku juga lagi nunggu respon dari operator telepon yang baru aja aku kirimin surat pembaca.

    Balas
  9. aku bingung kok bennychandra belum komen di sini ya? padahal dia pakar kalo urusan surat pembaca *salah pokus* wahihi

    Balas
    • *tendang lantip*

      Balas
  10. Banyak orang termasuk aku lebih mementingkan citra, yang penting kan kesannya pintar
    Toh tidak perlu benar-benar jadi pintar
    Nanti kena batunya ketika dikasih kerjaan gara-gara terkesan pintar
    Biasanya jadi kacau balau

    Balas
  11. huehuehue … 2 postingan terakhir membuat saya flashback ke beberapa phonecall protes yang membuat seperti bodoh, tapi gpp lah, asal tidak keminter aja, itu yg rugiin diri sendiri

    Balas
  12. sikap tersebut dapat menambah kredibilitas dari perusahaan itu sendiri, sehingga semakin banyqk orang yang akan menggunakan jasa/produk mereka.

    Balas
  13. pingin ngaca aja ah…..
    Ca kacaaa…! Aku bodoh, pinter, bijak, ganteng ato apa yakk…? #mumetdhewe’ik
    :)

    Balas
  14. Kalau aku seh gak suka sok pinter didepan orang.. bukannya untung malah rugi malahan ditanya2 terus.. hehe..
    Tapi seru juga tuh mas dikembalikan 3x lipat gitu.. emang gak.ada namanya pekerjaan bodoh yak :D

    Balas
  15. Aku menangkapnya sebagai : Stop pencitraan! :D

    Balas
  16. eh iya bener.. lebih baik benar-benar pintar daripada sok pintar..
    dan selamat atas vouchernya, hehe

    Balas
  17. Ada banyak orang pintar disepelekan karena penampilan mereka. Adapula banyak orang tertipu karena penampilan pintar seseorang.

    Balas
  18. Kapan hari aku mengamini tweet Suryaden, dalam hening terkadang ada kepintaran ^_^

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.