Suatu malam, sekitar pukul sebelas, aku masuk ke ruang komputer, menyalakan laptop hendak mulai mengerjakan beberapa proyek sampingan yang tertunda pengerjaannya karena kesibukan kerja utama akhir-akhir ini. Sudah menjadi kebiasaan bagiku untuk selalu membuka beberapa link favorit sebagai ‘pemanasan’ sebelum kerja beneran dimulai dan beberapa diantaranya adalah radio streaming site, blog, google reader dan facebook serta email. Aku biasa menghabiskan waktu sekitar lima belas menit pertama sebelumnya akhirnya menutup semua kecuali ‘radio streaming’ yang menemaniku sepanjang jam kerja.
Ketika membuka facebook, malam itu, alangkah kagetnya aku menemui salah seorang teman mengunggah foto jenasah yang baru dilayatnya beberapa waktu sebelumnya lengkap dengan perasaan hati yang menggambarkan betapa ia kehilangan atas kepergiannya. Akupun menghiba karenanya, namun sayangn tak hanya itu yang kurasakan. Foto itu… ya gara-gara melihat foto itu meski sekilas, malam yang harusnya bisa kumanfaatkan untuk bekerja harus kulupakan begitu saja. Kalian boleh bilang aku penakut masa ngeliat foto jenazah saja langsung ‘ngeper’… tapi kenyataan yang lebih tepat sebenarnya adalah aku kehilangan mood untuk bekerja. Aku lalu memilih untuk mematikan laptop, melipatnya dan memasukkan ke dalam drawer dan segera naik ke atas mencoba untuk tidur.
Lain kisah.
Masih di facebook. Akhir-akhir ini barangkali banyak dari kalian melihat foto dan kisah seorang Ibu di Jepang yang tertimbun tanah sedang memeluk anaknya. Sebagai manusia yang berperasaan tentu foto dan kisah itu menerbitkan rasa haru yang teramat sangat. Namun bukannya aku tak terketuk untuk lebih mencintai Ibuku kalau aku harus bilang “Cukup!” Tak perlulah kisah berfoto itu disebarluaskan dan ulas-ulas sedemikian sering sehingga alih-alih membuat kita semakin iba, yang ada justru membuat mood kita kocar-kacir karena rasa iba itu sendiri dan terlebih foto yang menyayat hati.
Lain lagi kisahnya.
Suatu pagi yang juga tak jauh dari sekarang, ketika mengakses facebook sembari duduk di toilet, aku menemui foto sosok anak korban aborsi yang terbujur kaku berdarah-darah dan di bawahnya tertulis kisah tentang bagaimana perasaan ‘si anak’ itu dipersonifikasikan seolah-olah ia masih hidup dan ‘bertanya’ kenapa ia harus diaborsi. Aku makhluk ber-Tuhan dan dalam hal ini menolak keras-keras aborsi dengan alasan apapun mengingat kehidupan adalah anugerah Tuhan… Tapi, foto yang sangat vulgar karena menunjukkan darah dan mayat itu alih-alih membuat iba, yang ada malah mual. Hal ini juga berlaku untuk foto anak kecil berusia lima tahunan, korban selamat yang mengalami penyiksaan oleh orang tuanya dan ditampilkan dengan wajah lebam-lebam penuh luka. Pointnya apa? Ingin membuat rasa iba yang berlebihan? Ingin mengingatkan orang untuk tak berbuat serupa?
* ? ?? * ? ?? *
Melihat itu semua, aku jadi tertarik untuk bertanya, apa sebenarnya tujuan mereka menyebarkan foto dan kisah tersebut ke ranah social media?
“Tujuannya share, Don!” Ok, aku setuju bahwa salah satu kekuatan social media adalah bagaimana kita bisa berbagi (share) informasi, tapi bagaimana kalian bisa mengatur kekuatan itu kupikir adalah hal yang mempengaruhi perilaku orang per orang dalam social media itu sendiri. Membagikan sesuatu dalam kerangka sosial idealnya harus selalu bertujuan membangun sesama dengan menekan sekecil mungkin angka kerugian yang ditimbulkan, kan?
Tidak tahukah kamu wahai kalian yang menyebarkan foto-foto sadis nan vulgar itu bahwa tak semua orang memiliki tingkat sensitivitas dan reaksi yang sama ketika melihat gambar yang sedemikian horor dan vulgarnya? Tujuan kalian mungkin bagus, granted… tapi ekses-ekses buruknya akan sejauh mana mampu mengaburkan kebaikan yang kalian tawarkan? Kalian toh harus pahami hal itu.
“Kalau nggak suka silakan un-tag atau unfollow atau… block saya!” kalian bisa teriak demikian namun sebenarnya itu bukan penyelesaian; malah kupikir itu adalah jawaban yang tak cukup nyambung. Kenapa? Tindakan untuk unfollow/block adalah pilihan yang bisa diambil KETIKA peristiwa penyebaran foto-foto vulgar TELAH terjadi… tapi inti kejadiannya adalah bahwa foto-foto itu TELAH terbagi dan terlihat! Sama saja halnya kalau kamu hidup bertetangga dengan keluarga yang memiliki bayi. Suatu malam kalian muter lagu rock keras-keras dan menyebabkan bayi mereka kaget dan menangis sejadi-jadinya semalam-malaman… Akankah kalian juga bilang “Silakan tutup pintu apartmentmu atau pindah dari sini dan jauh-jauh dariku!” Apapun yang kalian tawarkan solusinya, termasuk misalnya kamu yang memilih pindah dari situ atau (kalau masih kurang gila) kamu yang meminta dia pindah, intinya anaknya telah menangis dan mereka begitu dirugikan oleh tindakanmu tersebut.
Tak hanya itu… pada kasus penyebaran foto jenasah atau korban kekerasan misalnya, seberapa pedulikah kalian pada hak seseorang untuk tak ditampilkan di muka publik?
O well, jelas kalian tak bisa minta ijin pada ‘sang’ jenazah karena mereka toh telah meninggal dunia, namun kepada keluarganya? Sudahkah kalian mendapat ijin bahwa untuk sekian jumlah foto dengan beberapa pose akan tampil di social media? Bagaimana pula dengan anak-anak korban kekerasan? Pernahkah kalian dengar bahwa kebanyakan para psikolog sangat menganjurkan orang-orang dekat para korban untuk tak mempublikasikan foto ke siapapun termasuk media luas terkait dengan trauma yang mungkin timbul ketika mereka beranjak dewasa?
*????? *????? *
Saranku untuk kalian yang mengunggah foto ke social media ataupun menyebarluaskannya, berpikirlah berulang-ulang sebelumnya karena sekali ia tersiar, reduplikasi ataupun re-share dari orang lain ke orang lainnya lagi adalah hal yang angka pertambahannya bersifat eksponensial! Cukup dengan kata-kata. Tak perlu dukungan sepotong foto pun kalau itu hanya dimaksudkan untuk menghadirkan kesan terlebih kalau harus mengisinya dengan foto-foto sesadis itu?
Kalaupun dirasa perlu, kenapa tak menampilkan foto-foto keindahan dan menceritakan hal-hal memilukan dari sudut pandang keindahan? Itu bukan sesuatu yang sulit kok!
Misal, kalian ingin menceritakan sosok Ibu yang mati dalam posisi melindungi anaknya di Jepang itu… Kenapa tak kau pasang saja foto ibu yang menggendong anaknya (tentu setelah mendapatkan ijin dari fotografer maupun tokoh yang ditampilkan fotonya) dan mulai bercerita dari angle “Sang Ibu tak bisa lagi menggendong anaknya seperti ini, ia telah mati melindungi anaknya bla-bla-bla”
Sementara untuk kalian yang -teriritasi- oleh foto-foto vulgar itu, jangan ragu untuk bertindak! Block user, laporkan sebagai spammer ataupun nyatakan keberatan secara langsung kepada yang bersangkutan adalah langkah yang menjadi HAK kalian selain diam! Suarakanlah pula keberatan kalian itu kepada pemerintah dan departemen terkait supaya ambil tindakan. Jangan ragu mengingatkan mereka untuk tak hanya pandai memblokir foto-foto yang terkait pornografi saja karena kalau memang menurut mereka vulgar itu hanya dibatasi dinding tebal bernama pornografi, sepertinya kita harus lebih sabar untuk menunggu mereka bertindak lebih pintar daripada itu.
Tulisan ini diunggah tepat pada hari kematian Steve Jobs (1955 – 2011).? Beristirahatlah dalam damai, di Surga butuh banyak ‘Apple’, Steve!
Nah, itu!
Aku juga kadang malah merasa antara ogah, terusik (dalam arti negatif) ketika melihat foto-foto berseliweran itu. Iya, sama efeknya bukan malah yang diharapkan ke yang nge-share, tapi sering malah sebaliknya.
Yang lainnya lagi, udah nge-share ke kita, dan minta kita meneruskan atas nama ikut bersimpati, memberi dukungan, atau whatsoever. Males.
setujukah kalau kita menjulukinya sebagai “sampah visual” ?
pertama kali teman mengabarkan foto jenazah istri artis itu aku langsung terhenyak, apalagi kemudian dengar pula ada foto jenazah korban bom di Solo
bergidik aku jadinya walaupun tetap tak mau melihatnya, untunglah tak dapat kiriman foto itu karena memang tak aktif di sosial media
bahkan ketika teman mengunduh foto jenazah ayahnya yang kondisinya baik saja aku sampai embatin, ini privat kan kok tega membiarkan banyak orang melihat
Mas Donny,
Jujur saja saya juga berpikiran sama seperti anda. Saya cukup sering merasa mood berubah gara-gara melihat foto-foto seperti itu, apalagi dalam keadaan tidak siap mental. Kalau di facebook dan jejaring sosial, walaupun tetap merasa terganggu saya merasa lebih terbiasa.
Saya kebetulan pengguna BlackBerry, dan belakangan ini, di grup BBM (blackberry messenger) pun banyak tindakan penyebaran foto seperti ini. Saya serba salah, mau memberitahu tapi kok sepertinya hanya saya yang terganggu, sementara orang lain tidak merasa. Tulisan mas Donny ini cukup menenangkan saya, ternyata bukan hanya saya yang terganggu akan foto-foto seperti itu.
Ketika kita melihat koran yang mempertontonkan foto vulgar
bisa jadi itu bukan soal strategi bisnis semata
tapi kecenderungan gelap kita
Saya setuju untuk tidak berbagi foto2 vulgar ke publik
Kalau pun perlu di bagikan, itu hanyalah perlu kepada pihak yang terkait
biasanya saya langsung klik >> sembunyikan berita
nice post :)
Hai Don,
Aku pribadi tak suka dengan penyebaran foto2 vulgar, mulai dari anak yang mukanya lebam-lebam, lalu foto jenazah karena ini itu…
Maksudku, kalau memang diupload di situs berita, dan let say itu kelepasan, masih bisa dimaafkan karena itu adalah tugas seorang pewarta berita. Tapi kalau kayak kita ikut2an menyebarkan yang seperti itu menurutku lebay. Aku membayangkan, bagaimana seandainya hal itu menimpa kerabat atau teman kita, bagaimana perasaan kita ketika gambar itu beredar kemana-mana….. ahh…
aku nggak suka dengan foto2 semacam itu don. lihatnya jadi eneg, dan bikin pusing mendadak. aku pernah ditag foto jenazah pengebom solo. buru2 kublok foto itu. serem! wong weruh luka wae aku wedi, po meneh weruh sing luwih parah soko kui.
Iya mas.. aku juga merasa risih dengan pendokumentasian saat kematian.. kalau aku mati ntar.. aku gak mau ada satu fotopun dari jenazah dan liang lahatku..
kirain aku saja yang gerah melihat foto-foto ‘begitu’. tidak aku gubris tapi sudah terlihat, kadang narasinya juga terlalu hiperbola. benar seperti yang kamu bilang, yang menyebarkan belum tentu ada hak untuk mempublikasikan. aku jadi ingat temanku yang kehilangan anaknya. sewaktu anaknya meninggal ia sama sekali tidak meng-upload foto jenazah sama sekali di facebook. di facebook adiknya yang sempat meng-upload foto keponakannya pun akhirnya dihapus. padahal selama ini ia termasuk banci fb yang gemar meng-upload foto anaknya. hingga sekarang yang aku lihat di fb-nya hanya ada foto anaknya selagi masih hidup. foto pemakaman pun akhirnya di-upload oleh adiknya setelah berbulan-bulan kejadian tersebut lewat. maksudku dari cerita di atas adalah, mereka yang empunya kisah sedihpun tidak mau menjadi narsis atas nasibnya dan terus berusaha mengenang kondisi terbaik mereka yang sudah meninggal. jadi sudah seharusnya kita pun tidak perlu narsis atas kisah dramatis dari orang lain, buatku itu jelas tidak etis walaupun dengan alasan : jadi pelajaran buat bersama.
Tak kirain foto vulgar yang begituan.
*kecewa8
*upload fotoku waktu jaman SD*
*unyuuuu*
pendatang baru.salam kenal ya dan jangan lupa mampir balik.blog ku banyak menceritakan tentang belitung atau yang sering di sebut negri laskar pelangi
kenal iya dari vira .. :)
jangan lupa mapir keweb vira iya di http://www.rumahkiat.com/ vira mau berbagi pengalaman nih.:)
wah bagus juga iya blog ka2 … ^_^ good luck iya…..
SALAM BLOGER INDONESIA..:)
aku juga kurang suka foto2 yang “keji” seperti itu. Bisa-bisa aku langsung tutup “jendela” untuk beberapa saat biar newsnya kegulung dulu. Tidak takut, tapi jadi kebawa-bawa mimpi (lebih parah to?)
Semoga mereka yang gemar mengupload foto2 kejam itu membaca tulisan ini. Tulisan yang mewakili perasaan ku juga beberapa orang yang sependapat.
Aku juga paling sebel kalau dapat foto-foto seperti itu… bahkan aku pernah menegur langsung si pengirim itu yang kebetulan adalah temanku: Tolong hentikan penyebaran foto ini. tidak ada gunanya untuk Anda, tai menyakiti orang lain. tak terpikirkah Anda kalau foto itu anggota keluarga sendiri?
Pernah juga aku protes di status FB karena dia upload/share foto2 kayak gitu. langsung temen itu kudelete tanpa ba bi bu lagi…
Haha, saya juga ndak suka tuh foto2 yang begituan. Apalagi foto fu vulgar korban kecelakaan. hiii ngeri
Nah soal sensitivitas yang gak sama itu memang kadang gak diperhatikan orang ya Don.
Aku kadang bingung, makin hari orang makin gak peduli orang lain, walaupun niatnya baik yaitu share tapi ya itu tadi gak semua org kan punya sensitivitas yg sama… Dengan gak mempertimbangkan perasaaan org yg menerimanya kan ya artinya ndak peduli toh…
*ngemil sawo*
Pas 5 menit rasanya kubuka halaman ini, menyayat Om disamping ramainya jaringanku membagikan foto serupa yang sebenarnya membuat risih. Tindakan block juga ngga langsung bermanfaat, mungin dengan mencoba membagikan page ini secara tak langsung memperingatkan mereka semua :)
Euforia media sosial membuat sebagian orang kebablasan dengan dalih berbagi. :(
Padahal di situs berita foto seperti Boston.com, selalu ada peringatan untuk foto tertentu. Artinya foto tak otomatis muncul.
http://kopi69.com/2011/09/25/penyebaran-foto-teroris-bom-solo/
sebetulnya soal foto korban gempa yang baru2 beredar, aku tidak yakin itu terjadi di Jepang. Karena TIDAK ada orang Jepang yang akan memotret seperti itu. Aku curiga itu di China, karena cerita serupa pernah beredar di koran Jepang: http://imelda.coutrier.com/2008/05/21/namida-air-mata/ (tentu tanpa foto)…
Ya, tanpa foto pun kita bisa menangis membacanya. Tak perlu kok foto yang melanggar hak asasi manusia spt itu diunggah. Dan terus terang saking seringnya melihat foto ibu dan anak itu di FB, akhirnya aku menjadi kebal, tidak ada lagi rasa haru. NAH, itu yang aku takutkan dari pengunggahan foto-foto seperti itu. Tujuan awalnya menjadi kabur, bahkan HILANG, diganti dengan kesenangan melihat foto2 vulgar…… apalagi bagi anak-anak. Bahaya sekali.
Sudah sering aku pun menulis soal hak asasi, atau privacy rights di Jepang, yang amat sangat ketat, dan aku berbahagia aku tidak tinggal di Indonesia sehingga akses melihat pelanggaran-pelanggaran itu amat sangat banyak.
Setuju, setiap melihat persebaran berita seperti itu saya akan mencari tombol report/flag atau sejenisnya. Bagi saya, menegur langsung hanya akan membawa perdebatan. Sedangkan jika dilaporkan/flag ada “sistem yang lebih besar”, yaitu penyedia layanan, yang sangat mungkin akan menghapusnya.
Sepertinya, sekarang kita malah harus memlih dari sekian banyaknya arus informasi yang berseliweran (foto, berita dll), yang kadang sudah tak jelas lagi etikanya.
saya dp lovers, silent leechers forum dp, tapi ya itu tadi, tempatkan pada tempatnya, berbagi pic kategory dp diluar ruang lingkupnya = pekok!
jez to remimnd me..after all we jez meat, juice and bone..
Saya lebih suka lihat foto-foto vulgarnya miyabi dkk, tapi sayang sepertinya link kesana udah pada di blok ama si tiffie :P
Orang2 Indonesia kebanyakan sudah terjerumus oleh berita2 di media elektronik. Jadi gambar2 vulgar spt itu sudah dianggap lumrah/biasa2 saja.
Hasilnya, banyak tawuran, pembunuhan, perampokan dan lainnya yang terjadi disekitar kita. Semua kejadian bermula dr ketidak becusan informasi yang disebarkan oleh pewarta dan masyrakat Indonesia pun sangat mudah dipengaruhi.
info yang sangat menarik… :)
Hiks
Rusa suka penjelasanmu ttg kalau gak suka unfollow aja, di atas Don