Menginterogasi agama

20 Sep 2012 | Agama, Cetusan

Pernahkah kalian iri pada agama?

Aku pernah. Betapa enaknya jadi seor..eh sebuah agama.

Ia selalu disanjung-sanjung sepanjang masa. Tak peduli seberapapun busuk-baiknya ajarannya, pokoknya disanjung… ya, sekali lagi, pokoknya!

Ketika ada satu orang berlaku tak baik dan mereka mengatasnamakan agama, secepat kilat mereka akan dicap “oknum” yang mengerjakan ajaran secara salah.

Ketika ada seratus orang berlaku tak baik dan mengatasnamakan agama, secara sigap orang-orang mengganjarnya sebagai ‘kelompok sesat’!

Tapi pernah kita memberi kesempatan kepada mereka untuk menjelaskan duduk perkaranya? Adakah mereka merasa salah? Adakah kebenaran mereka adalah kesalahan kita dan kesalahan mereka adalah kebenaran kita?

Sebaliknya,
ketika ada satu orang berlaku terpuji, orang buru-buru berujar, “Ente lihat deh agamanya apa! Begitulah agama kami mengajarkannya!”

Ketika ada sekelompok orang berlaku terpuji, orang buru-buru melayangkan sikap, “Wah, hebat! Mereka orang-orang saleh!”

Suatu waktu, pernah pula tiba-tiba aku ingin bisa menginterogasi agama. Kubayangkan kuseret ia, agama, ke ruang pengap dengan lampu bholam gantung berdaya 10 watt, remang-remang.

Sementara asap rokok mengepul memenuhi ruangan dan suara mesin ketik juru tulis yang menuliskan lembar demi lembar pengakuannya kepadaku.

?Hey, agama! Jadi sebenarnya mana yang benar! Para oknum itu atau para orang saleh itu??

Ia hanya terdiam.

?OK, tak mau mengaku? Fine! Pertanyaan selanjutnya, adakah ajaranmu salah atau benar sebenar-benarnya??

Lagi-lagi ia hanya terdiam.

Kudongakkan mukanya menatapku. Matanya memicing terkena lampu. Hidungnya kembang kempis seperti menahan sesuatu. Sementara mulutnya terkatup diam. Dalam diamnya ia menawarkan senyum yang terkulum padaku seolah berkata, ?Akulah si dadu! Tergantung bagaimana peruntunganmu ketika memainkanku. Nasibmu baik? Kau akan anggap aku yang baik-baik saja, nasibmu buruk? Kau akan anggap aku sebaliknya. Tapi baik buruknya itu tergantung dari segala sesuatu yang menggantung di kepalamu! Ketergantungan yang satu akan tergantung pada ketergantungan yang lainnya.. demikian tanpa pernah berhenti?

?Arghhh! Catat! Catat!? teriakku pada si tukang catat interogasi tapi kali ini tangannya tak mampu mengetikkan apa-apa.

?A… apa yang perlu dicatat jika tak ada satupun yang kau ucapkan selain ?Catat!? ?Catat!? saja??

?Ya sudah ? pokoknya catat ?Catat! Catat!` saja dalam laporanmu!? teriakku kepadanya.

Kutundukkan kepala si agama itu kembali dan interogasi itu adalah interogasi yang tak berkesudahan hingga hidup kita berkesudahan pada akhirnya untuk tahu apakah sebenarnya agama itu benar-benar memang benar atau karena memang kita yang benar-benar ketakutan untuk sekali waktu membayangkan keraguan terhadap agama dan berkata, ?Sungguh, para oknum itu justru benar… mereka benar karena mengikuti agamanya secara benar?

Selamat melanjutkan untuk memeluk agama kita masing-masing dan maaf atas tulisan yang tak terlalu mudah dicerna ini!

Sebarluaskan!

15 Komentar

  1. DV, yang jelas, sama-sama masih di jalan, meskipun jalannya beda-beda.
    Jangan saling menyalahkan karena belum tahu jalan siapa yang benar. Baru tahu siapa yang benar setelah di ujung jalan.

    Ingat saja, kita masih di jalan.

    Salam,

    Balas
  2. ini tulisan bagus dan kreatif Don… kita tunggu nanti saja untuk membuktikan pembenarannya… sekarang jalani saja dulu dengan baik.

    Balas
  3. kadang
    aku lebih suka tinggal di sini
    krn tak ada yang menanyakan, “Agamamu apa?”
    Tapi mereka berkelakuan selayaknya orang beragam… eh bukan
    Orang BerTuhan.

    Balas
  4. Bagi saya Agama hanya untuk diri sendiri dan keluarga. Diluar itu kita tidak bisa memaksakannya. Bahkan di KTP pun saya tidak setuju untuk mencantumkan Agama yang dianut seseorang. Karena agama dan pelaksanaannya adalah antara manusia dengan Tuhannya.

    Balas
  5. Terima kasih atas tulisan yang menggugah dan menggugat ini, Mas. Tulisan seperti ini selalu menarik buat saya karena mengatakan apa adanya. Dan malam ini, ketika saya membacanya, muncul perlahan-lahan dalam benakku ingatan bahwa aneka hal yang ada di muka bumi, dan di luar jiwa-raga manusia, apa pun itu, selalu ambivalen; entah itu pisau, handphone, aneka bentuk teknologi, institusi, juga agama, dan lain sebagainya. Tergantung pada manusia si peziarah hidup, sebilah pisau bisa untuk membunuh atau bisa bikin sumringah orang yang habis makan sengsu. Kesadaran akan ambivalensi yang dialami dalam kebebasan akan menumbuhkan otonomi pada peristiwa-peristiwa pengambilan keputusan di tengah aneka pilihan. Bukan saja agama, tetapi juga negara, keluarga, pasar, dan sebangsanya memang kayaknya perlu dipanggil untuk diinterogasi pula …jan iki ngomong opo to?..hehe..

    Balas
  6. Kadang saya berpikir, mana yang lebih dulu ada, Agama atau Tuhan? Ah, sudahlah. Yuk lanjut dulu beragama.

    Balas
  7. apapun itu yang paling penting adalah hati nurani.
    beragama tapi tak berhati untuk apa? ya to? :)

    Balas
  8. HAHA aku suka tulisan ini. Unik, menyentil. Mengenai perdebatan agama yang kadang sering kita temui? ayolah mengenai ajaran agama yang salah dan benar jika diperdebatkan terus menerus juga gak habis-habis toh?

    Balas
  9. Postingan yg bagus, bagus nih utk jadiin film pendek.
    Kegelisahan thd agama ya?
    Agama, agemaning sukma.

    Aku bertuhan aja deh~

    Balas
  10. Tulisan yang bagus mas, semoga yg beragama membacanya dengan akal bukan dengan okol, toh kita tak tahu mana benar mana salah, jangan-jangan semua benar, atau malah semua salah!

    Sayang hanya ada ucapan selamat melanjutkan untuk memeluk agama kita masing-masing, yang tidak beragama seperti saya tak kebagian, hehe…

    Balas
  11. ya? mau gimana? agama itu cuma sekadar alat kok jadinya, semacam perangkat penggerak massa. ada umat, ada pemimpin. apapun yg dibilang pemimpin, umatnya madep mantep. tinggal pemain di belakangnya aja pengen umat seperti apa yg bisa meet the needs.

    lagipula sifatnya yg anti-kritik bikin dia nggak tersentuh sama pemikiran2 modern yg seringkali bertolakbelakang sama ajaran agama itu sendiri. hasilnya, manusia–yg pinter–pake dayaciptanya untuk ngeles dari azab siksa neraka dengan cara yg–seringkali–konyol.

    yg lebih mengerikan adalah ketika gara2 agama orang jadi jahat dan bodoh. mereka yg menganggap kitab suci sebagai sumber segala sumber dari segala ilmu, menutup mata dan benak rapat2 dari sains tentang proses terbentuknya mahluk yg bertebaran di Google, misalnya. atau karena agamanya melarang dia dipimpin oleh orang beragama lain terus dia terima2 aja sama kelakuan pemimpin zalim yg nggak amanah. Di titik itulah nyata2 terwujud: diam adalah kejahatan.

    mirisnya, sekarang ini gw ngeliat sebagian besar orang beragama sebagai sekumpulan groupies. I have nothing against God and the Prophet, but it’s Their fans club I despise.

    lagipula, agama itu seharusnya diresapi diam2, dalam diri sendiri, penuh keintiman. nggak usah diumbar lah. Toh kalo diliat akarnya, itu buat kontrol diri kok.

    to me, religion is like a penis. you don’t show it in public and please don’t shove it down children’s throat.

    Balas
  12. bagi saya, agama adalah jalan hidup. setiap langkah yg saya lakukan dalam menelusuri jalan tersebut akan membawa saya pada satu tingkatan yg (harus) lebih baik dari sebelumnya. :-)

    Balas
  13. “It’s not that I don’t like God, it’s His fanboys I can’t stand” – mbuh jarene sapa.

    Wah di Indonesia belum bisa ngaku “gak beragama” sih ya. Kalaupun bilang “aku bertuhan, bukan beragama” ntar ditanya “tuhan yang mana?” malah malesin. Jadi ya buat amannya cantumkan aja dulu salah satu agama :))

    mas DV kalo ketemu si agama lagi aku titip salam. sama sekalian tolong tanyakan sama dia, apa di surga sana para agama sering bertengkar juga seperti fanboy-fanboynya di bumi

    Balas
  14. ngapain sih ngributin soal agama wong Tuhan yang kalian sembah aja gak beragama koq

    :D

    Balas
  15. Agama hanya salah satu panduan untuk hidup. Tanpa agama, orang juga bisa berbuat baik dengan hanya mengandalkan logika :)

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.