Mengelola Rasa Takut

9 Nov 2016 | Cetusan

Semua orang berhak untuk takut seperti halnya orang boleh kebelet pipis.

Paling benci dengan orang yang tak menghargai hak orang lain untuk takut, “Ah, gitu aja nggak berani?! Aku aja berani kok!”?karena itu sama saja dengan, “Masa gitu aja jadi kebelet pipis, aku aja nggak kok!”?Abusrd, kan?

Orang takut itu karena pertimbangan yang salah satunya adalah karena ia tak yakin apakah ia bisa mengatasi ketika hal yang ditakutkan terjadi.

Terkait demo 4 November 2016 lalu, ada banyak orang yang benar-benar ketakutan dan mari kita berpikir bahwa ketakutan itu adalah hal yang wajar. Banyak dari mereka takut karena trauma dengan peristiwa Mei 1998 dimana kerusuhan besar terjadi di Jakarta melalap banyak gedung dan harta, jiwa dan martabat pun ikut tersasar di sana.

“Kok loe takut sih? Tenang aja kan Jokowi beda ama Harto! Dia lebih siap!” ujarku pada seorang kawan melalui jendela WA. Ia tinggal di Jakarta.

“Takutlah! Gue cina, Ahok juga cina…!”

Masuk akal, kan? Wajar, kan?
Wajar! Tapi meski demikian, rasa takut adalah hal yang perlu dikelola dan pengelolaan terhadap rasa takut itu wajar juga!

Aku mencatat beberapa hal terkait dengan pengelolaan rasa takut terutama terkait demo dan kerusuhan yang sedang ramai dibicarakan belakangan ini.

#1 Hari kematian kita sudah dicatat

Jika kita percaya Tuhan, kita tentu juga percaya bahwa kematian itu adalah takdir yang tak terelakan. Hari kematian sudah dicatat Yang Kuasa hanya sayangnya kita tak tahu kapan hari dan waktunya tiba. Jadi, kalau kita memang belum ditakdirkan untuk mati, mau diuber perusuh sampai kemanapun juga ya tetap belum mati. Tapi kalau memang saatnya mati, abis main badminton setengah jam aja, nafas terengah-engah lalu tiba-tiba serangan jantung dan….gone… done!

Jadi jangan terlalu takut mati tapi juga jangan gegabah… Belajarlah dari si iguana di video bawah ini. Meski dikejar dan dihajar ular, kalau belum saatnya ya belum saatnya..

Takut#2 Pelajari resiko

Resiko harus dicatat, dibuat skala prioritas dan dicari jalan keluarnya kalau hal-hal tersebut terjadi.

Resiko utama dijarah adalah harta hilang, maka simpanlah harta di bank.

Resiko selanjutnya karena harta tak didapat, mereka mengincar nyawa kita. Solusinya? Siapkan jalur pengungsian dan tentukan pula kemana akan mengungsi.

Kalau tak sempat mengungsi dan terjebak? Solusinya, siapkan senjata yang mungkin tak perlu yang mematikan tapi melumpuhkan untuk membela diri.

Wah tapi kalau pas kejadian kadang semua persiapan itu lupa tergantikan rasa panik, Don!?

Benar, maka dari itu hal-hal tersebut harus sering dilatih dan dipersiapkan dan ini yang paling penting, dianggap sebagai hal yang MUNGKIN TERJADI sehingga kita aware dan ketika kepanikan tiba, segala persiapan itu sudah jadi refleks, tanpa berpikir panjang sudah sat-set kata orang Jawa, sudah tahu apa yang harus dilakukan.

Takut#3 Saring informasi

Ini sebenarnya yang paling menyeramkan. ?Para perusuh itu bisa jadi tak merencanakan dan tak menyerangmu tapi informasi-informasi yang bersliweran entah itu di social media maupun jalur komunikasi lain yang tak resmi telah menyerang kita bertubi-tubi bahkan sejak sebelum demo besar diadakan!

Kenapa mereka bisa menyerang? Karena kita mengijinkan diri kita diserang! Saat kamu tertarik untuk membuka grup WA, saat kamu scrolling wall Facebook kawanmu, kamu membuka pertahananmu terhadap serangan-serangan hoax!

Saring informasi mana yang kira-kira benar dan mana yang tidak. “Kira-kira”? Ya, hanya kira-kira karena itulah yang paling bisa kita lakukan, tiada lain! Jadi setidaknya percayailah informasi dari sumber-sumber yang kamu percaya.

Aku sendiri, untuk urusan berita dalam negeri hanya percaya pada Kompas dan Tempo. Aku tak percaya pada sumber-sumber lain. Untuk informasi yang sifatnya lebih personal misalnya, “Keadaan di Cikini sekarang gimana?” aku percaya pada penuturan kawan lama, misalnya kawan se-SMA yang sejak lama sudah bersahabat, kawan kerja dulu dan lain sebagainya.

Aku tak pernah percaya pada orang-orang yang baru kukenal dan situs web abal-abal.

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.